Surat untuk Penimbun Barang (Hoarder)

Dear Penimbun,

Apa kabarmu saat ini? Aku doakan kau dalam keadaan sehat selalu.

Bagaimana dengan timbunan barangmu? Sudah berkurang atau semakin membukit?

Tiga pekan lalu, aku berkunjung ke rumah salah satu temanku. Lebih tepatnya, mampir sebentar untuk keperluan mendesak. Kunjungan singkat itu, membawa memoriku tentangmu. Ya, temanku itu sama denganmu. Dia seorang penimbun beragam barang.

Terakhir kali aku mengunjunginya sekitar dua setengah tahunan lalu, ketika Corona Virus baru mulai merebak dan belum singgah ke negeri ini.

Kala itu, ruang tidurnya dipenuhi dengan bermacam-macam barang yang sudah tidak terpakai. Kardus bekas beragam ukuran, beberapa bubble wrap, kantong-kantong plastik, katalog swalayan, tumpukan koran yang sudah mulai menguning, struk belanja, hingga beberapa makanan kemasan yang sudah kedaluwarsa.

Ketika itu, aku menganggapnya wajar. Karena terkadang aku pun seperti itu. Menyimpan satu-dua kantong plastik atau koran karena kelak akan berguna untuk membungkus sesuatu.

Setelah kunjungan singkat tiga minggu lalu itu, aku tak lagi mengganggapnya hal yang biasa, bahkan sudah tidak wajar. Timbunan barangnya semakin menggunung dengan sebaran yang meluas.

Dulu hanya di sekitar meja, lemari, dan tempat tidur, saat ini sudah bertebaran hampir ke seluruh sudut kamar sehingga penuh sesak dengan barang-barang.

Perilaku menimbun barang

Tahukah kau, orang menyebut perilaku tersebut dengan hoarding disorder, suatu perilaku menimbun barang yang sudah tidak terpakai karena dianggap barang-barang itu akan berguna di kemudian hari, atau memiliki kenangan.

Hoarder (orang yang gemar menimbun barang tak terpakai), akan merasa kesulitan dan resah jika harus membuang barang yang ia miliki.

Namun, jangan kau samakan hoarder ini dengan kolektor ya. Kolektor mengumpulkan barang-barang yang disimpan dan dirawat dengan baik, umumnya bernilai tinggi dan sebagai investasi.



Lalu bagaimana dengan aku?

Ya, kuakui dulu setidaknya aku boleh dibilang hoarder. Aku suka menyimpan koran hingga menumpuk tinggi, kertas-kertas coretan, beberapa kantong plastik. Waktu itu aku berdalih, barang-barang tersebut masih berguna.

Koran dan kertas coretan berisi informasi yang berguna dan kelak akan kubuka kembali (yang entah kapan?). Kantong plastik masih dapat kugunakan lagi sebagai pembungkus sesuatu nantinya.

Seiring berjalannya waktu, barang-barang itu semakin bertambah. Walaupun aku sadar barang-barang itu tak cukup bermanfaat di masa itu maupun di masa mendatang, namun terasa berat untuk menyingkirkannya.

Aku kira kau pun mengalami hal serupa. Meski aku tak sampai marah atau tersinggung bila ada yang membersihkan bahkan membuang timbunan barangku. Toh, aku sendiri lumayan sulit memilah mana yang harus disingkirkan terlebih dahulu.



Mungkin aku hoarder stadium dini.

Beruntungnya lagi, aku termasuk orang yang sadar jika ini bukan perilaku baik. Berbekal kesadaran itu, aku berusaha mencari tahu apakah ada orang yang berperilaku sama denganku. Dari situlah aku mengetahui bahwa ini jenis ganguan yang harus segera diatasi.

Karena tingkatan hoarder-ku masih di stadium awal, perlahan aku berhasil mengatasi ganguan ini. Aku pun berharap hal serupa untukmu.

hoarding disorder bep.. bep..

Cukup kenali dulu perilaku itu dan pahami bahwa itu adalah gangguan yang lambat laun akan berpengaruh pada kehidupan sosialmu. Siapa yang akan tahan hidup dengan tumpukan barang tak berguna milikmu?

Kau pun tak merasa nyaman dengan hal itu apalagi orang lain.

Kusarankan kau memilah barang-barangmu. Jika sudah tahunan tak tersentuh, dan bukan sesuatu yang bernilai, juga sudah tak layak, buanglah.

Karena selain membuat ruangan terasa penuh sesak, tumpukan barang jadi pengumpul debu, berakibat timbulnya gangguan pernapasan.

Masa pandemi sekarang ini, dengan aktivitas harian lebih banyak di rumah, awal yang baik untuk mulai berbenah. Mengorganisir barang-barangmu.

Apabila hal itu terasa amat berat dan menjadi beban hatimu, carilah bantuan tenaga ahli. Temui psikiater dan dapatkan treatment yang tepat. Semoga jika kelak kita bersua, kau sudah menjadi dirimu yang baru. “Not a hoarder but a collector”. Hoarding disorder.

Salam sayang,

Mantan Penimbun

Related Posts:

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kumpulan artikel lifestyle yang dikemas menarik, dengan tips dan opini, serta didesain secara kekinian untuk pembaca setia.