Siapa yang tak kenal Peter Pan? Bocah kekal abadi yang menolak dewasa dan lebih memilih berpetualang di Neverland. Nah, Peter Pan Syndrome ‘seperti dalam judul’, meminjam nama tokoh fiksi tersebut, menggambarkan kondisi di mana seseorang secara emosional enggan untuk tumbuh dewasa.
Ini yang menarik.
Mereka seperti terjebak dalam sebuah negeri tanpa waktu, di mana kesenangan dan kebebasan adalah segalanya. Bayangkan, hidup tanpa beban, tanpa tanggung jawab yang menumpuk, tanpa harus mencukur bulu. Bebas bermain, mengejar hobi, tanpa perlu memikirkan tugas, hari esok, dan masa depan.
Tapi sayangnya tidaklah demikian. Bangun!…. Ini rupanya dunia nyata. Orang-orang menyebut ini dengan:
Table of Contents
Toggle
Peter Pan Syndrome
Kok bisa yaa orang menolak dewasa? Bukankah dewasa itu enak. Maksud kami, yaa setidaknya kamu sudah jarang dimarahi orang tua gitu loh, disuruh mandi, tidur siang, pulang bisa yaa agak malam, dan ngapa-ngapain semaunya. Sebenarnya sih tidak seperti itu juga! 😁… Tetap saja di omelin Emak!
Serius.
Apa Sebab?
Kata pakar, ada banyak faktor dapat berkontribusi munculnya Peter Pan Syndrome. Salah satu penyebab utama adalah pola asuh yang terlalu protektif. Anak yang terlalu dimanja atau dibebaskan dari tanggung jawab sejak kecil, cenderung kesulitan beradaptasi dengan tuntutan kehidupan dewasa.
Selain itu,
kejadian-kejadian yang tidak ‘mengenakan’ semasa kecil, pengalaman buruk tentang satu ikatan atau takut gagal, misalnya, dapat memicu munculnya sindrom ini. Orang dengan Sindrom Peter Pan seringkali melihat orang dewasa sebagai masa dimana semua serba sulit, semua harus bayar, kepalsuan, banyak beban dan tanggungan, serta penuh tekanan, sehingga ‘mereka si anak peter pan’ lebih memilih untuk tetap berada dalam zona nyaman, layaknya masa kanak-kanak. “Main saja kerjanya.”
Bagaimana cara membedakan
Bagaimana cara membedakan antara perilaku kekanak-kanakan yang normal, dengan gejala sindrom Peter Pan?
Membedakan antara perilaku kekanak-kanakan yang bisa kita katakan “normal” dengan gejala Peter Pan Syndrome, memang bisa menjadi sedikit sulit. Ini terutama karena ada tumpang tindih antara keduanya sehingga sangat banyak orang tua terkecoh dan mengambap ini hal yang biasa. Namun, ada beberapa indikator yang bisa kita perhatikan.
Ketika itu,
Perilaku Normal
Sebenarnya, perilaku kekanak-kanakan itu wajar, terutama saat kita sedang bersantai dengan teman sebaya atau di lingkungan yang mendukung. Kita bisa dengan mudah beralih antara mode dewasa dan santai, tergantung pada sikon, situasi dan kondisi. Misalnya, saat bekerja kita bisa fokus dan lebih serius, tapi saat bersama teman di tongkrongan, bisa lebih lepas dan menikmati momen. Yang penting, perilaku kekanak-kanakan ini tidak mengganggu tanggung jawab sehari-hari.
Berbeda dengan,
Gejala Sindrom Peter Pan
Ciri khas Sindrom Peter Pan adalah perilaku kekanak-kanakan yang terus-terusan muncul dalam berbagai situasi, bahkan bisa malu-maluin saat kita harus bersikap dewasa. Contohnya, ketika sedang pembicaraan serius, mereka malah cengengesan.
Komitmen?
Tidak ada di dalam buku kitab mereka. Mereka kesulitan menjaga hubungan dan juga, mereka cenderung menghindari dari tugas dan tanggung jawab, lebih suka bergantung pada orang lain. Perubahan suasana hati yang drastis “heboh sendiri!” dan kesulitan mengelola emosi paling sering terjadi. Kasihannya lagi, meskipun memiliki kebebasan, mereka sering merasa kosong 😥 dan akan selalu terus mencari kesenangan.
Lalu,
Bagaimana cara mengatasinya?
Cara Mengatasi
Sindrom Peter Pan bukan hanya cerita dongeng. Di kehidupan nyata, banyak orang yang mengalaminya. Pernahkah kamu memperhatikan teman tongkrongan? Mungkin ada satu atau dua orang yang selalu terlihat ‘beda’. Mereka seolah-olah terjebak dalam masa mudanya, enggan menanggung tanggung jawab, dan selalu mencari kesenangan.
Nah, kondisi ini bisa menjadi masalah serius, karena dapat mengganggu. Namun, jangan khawatir, ada banyak cara untuk mengatasinya tanpa harus jalan ke terapi. Memang, prosesnya tidak mudah, namun, siapa pun bisa berubah.
Coba lakukan sesuatu, seperti:
1. Mengenali Akar Masalah
Sebelum kita bisa keluar dari lingkaran Sindrom Peter Pan, penting banget untuk kita melakukan introspeksi. Simple tapi dalam. Ingat kembali masa lalu. Apakah ada kejadian yang belum bisa kita lupakan? Atau mungkin semasa kecil kamu selalu dimanja? Atau bisa juga karena takut gagal, sehingga lebih memilih untuk menghindari.
Dengan memahami akar masalahnya, kita jadi bisa mencari solusi yang baik.
2. Bangun Rutinitas
Ketika kita bermasalah dengan perilaku, apapun itu bentuknya, segera bangun rutinitas hidup yang sehat. Mulai dari hal-hal kecil saja, seperti bangun pagi, sholat 5 waktu, sikat gigi, olahraga, dan mengatur pola makan dan tidur. Rutinitas ini akan membantu kita lebih teratur, disiplin, dan bertanggung jawab.
3. Keluar dari Zonamu
Zonamu itu zona nyaman. Zona yang diberikan Mamak dan Bapakmu. Benar, zona nyaman itu enak, nyantai banget. Tapi, jika terlalu lama di sana, kita jadi sulit berkembang. “Ngempeng terus bawaannya”. Coba deh mencari kegiatan yang menantang, seperti ikut les, bergabung dengan komunitas, atau mencoba hobi yang baru. Dengan keluar dari zona nyaman, kita akan belajar banyak hal dan menemukan potensi diri yang sebelumnya tidak pernah kita sangka-sangka.
4. Belajar Tata Kelola
Banyak orang dengan Sindrom Peter Pan yang kesulitan mengelola keuangan, dihabiskan untuk satu kesenangan. Untuk itu, mulai belajar mengatur pengeluaran, menabung, dan membuat anggaran. “Terapkan aku si super hemat”. Dengan begitu, kita akan merasa lebih mandiri dan bangga atas hidup kita sendiri.
5. Membangun Ikatan
Ikatan itu penting agar kita tidak kesepian dan ikatan yang dekat itu bisa dengan siapa saja. Ikatan membuat kita terhubung. Hubungan sosial jadi ruang untuk kita bertumbuh. Perbaiki hubungan dengan keluarga, teman, atau pasangan. Dengan dukungan dari orang-orang terdekat, kita akan merasa lebih kuat untuk berubah.
6. Membangun Rasa Malu
Rasa malu, seringkali dianggap sebagai emosi negatif yang ingin kita hindari. Namun, jika kita mau merenung lebih dalam, rasa malu sebenarnya bisa menjadi pemicu yang sangat berharga dalam perjalanan kita menuju kedewasaan.
Bayangkan seorang remaja yang mulai merasa malu dengan tumbuhnya bulu disekujur tubuh, mulai dari: jenggot, jembut, dan kumis. Di balik rasa malu itu, sebenarnya tersimpan keinginan untuk tampil lebih dewasa dan maskulin. Suara pun sedikit Nge-Bass. Eeeee… 😁
Atau seorang gadis remaja yang merasa malu dengan perubahan tubuhnya. Terbangunnya rasa malu, tersimpan keraguan diri dan keinginan untuk tidak ‘slebor’ pada lingkungan dan kehidupan sosial, untuk tetap menjaga harga diri.
7. Fokus
Jangan lupa untuk selalu fokus pada hal-hal yang kita lakukan, termasuk masa depan. Masa depan itu ada di depan kita, bukan di mainan. Mungkin banyak orang katakan ini remeh, tapi sebenarnya tidak. Susun rencana-rencana kecil untuk mencapai tujuan hidupmu. Dengan memiliki tujuan yang tergambar jelas, kita akan lebih termotivasi untuk mewujudkannya dan menjadi si kecil yang tumbuh dewasa bukan hanya badan tapi pemikiran.
Nyatanya Peter Pan Tidak Bisa Menolak Dewasa
Sindrom Peter Pan bukanlah akhir dari segalanya.
Mengatasi ini membutuhkan kemauan, kesabaran, dan konsisten. Dengan lebih sadar akan perilaku dan pikiranmu, dukungan dan langkah-langkah kecil yang kita lakukan setiap hari, kita bisa keluar dari zona nyaman dan tumbuh menjadi manusia dewasa. Menjadi dewasa bukan berarti kehilangan kesenangan, melainkan menemukan kebahagiaan lainnya dalam tanggung jawab dan kepribadian.
Dan pada akhirnya,
Seberapa bisa kita menolak menjadi dewasa?
Tidak, tidak bisa!
Kamu mungkin saja tak mau dewasa, dan akan terus saja terbang, berlari, seraya bermain bersuka ria. Tapi Ingat, hidup tak selamanya muda, ada waktu dimana tawamu sirna, senyummu hilang menjadi duka, tubuhmu lemah dimakan usia.
Selamat datang di dunia nyata, Peter!
Salam Dyarinotescom.