Gig Economy menjadi semakin menarik. Dunia kerja makin hari semakin dinamis, mengikuti jamannya. Torsi Dinamika mengikuti perubahan berdasarkan kebutuhan dan trend. Kita sebut saja ‘Gig Economy’ yang bisa menjadi satu alternatif dalam dunia usaha dan pilihan pekerja, dengan segala kekurangan, kelebihan, sisi gelap dan ribetnya regulasi di negeri Wakanda ini.
Gig Economy adalah satu jenis dalam kerjasama yang menghubungkan pengguna dan penyedia yang bisa saja melalui perantara ‘platfoam digital’ terkait pekerjaan dalam waktu singkat, atau bisa juga kita katakan seperti: pasar tenaga kerja lepasan (part time).
Dalam Ruang Gig Economy
Gig Economy cukup menarik untuk kita perbincangkan. Banyak sekali konflik sosial terjadi di dalamnya, mengetuk Dyarinotescom untuk tahu lebih banyak apa yang terjadi. Apa permasalahan yang mereka hadapi dan apa solusi terbaik yang mungkin kita bisa tempuh sebagai catatan (Notes).
Jika kita runutkan, masalahnya, seperti: mempekerjakan manusia dengan bantuan aplikasi tanpa welas asih, menjadikan manusia (pekerja) sebagai komoditi tetapi mengambil keuntungan dengan resiko yang minimalis. Jika kita membahas ini, menurut kamu, apakah Dyarinotescom termasuk bias (berpihak) atau Gig Economy ini yang sungguh keras?
Ruang Masa Lalu, Masa Kini dan Masa Depan
Dulu, Gig atau ‘panggung’ merupakan sebuah istilah yang di gunakan dalam dunia hiburan, terkhusus industri musik. Di masa lalu, istilah ini erat dengan ungkapan para musisi ketika menerima suatu pekerjaan untuk ‘show’ di panggung, seperti: kesepakatan kerja semalam dalam pertunjukan.
Kini, sudah lebih meluas penerapannya. Pekerja yang kita katakan ‘Gig’ itu bekerja di pabrik, petugas kebersihan, kedai kopi, perternakan dan juga ruang perkuliahan. Perusahaan menyewa mereka untuk Gig (kerja) menggunakan aturan yang fleksibel, seperti: menyelesaikan tugas tertentu, jangka waktu tertentu, tanpa banyak keterikatan dan hubungan yang melekat dengan pemilik kerja.
Lebih kekinian lagi, ‘Gig’ sudah menggunakan fasilitas internet untuk lebih memudahkan dan membatasi keterikatan kedua pihak dengan memanfaatkan platfoam digital sebagai bantalan, seperti yang di lakukan ojek online, analyst, freelancer dan banyak lagi lainnya.
Hubungan Kemitraan
Pada bidang pekerjaan ‘part time’, Gig economy minim masalah karena para pelaku kerja cukup terbantu untuk mengisi kegiatan tambahan yang menghasilkan uang. Tetapi tidak pada ojek online yang menginginkan kepastian status.
Dari sisi aturan ketenagakerjaan, hal yang membedakan antara Gig economy dengan jenis pekerjaan pada umumnya, adalah: mereka di kategorikan sebagai mitra atau partner. Mereka tidak memiliki hubungan kepegawaian dengan perusahaan, melainkan hanya terikat dengan hubungan kemitraan. Cukup sampai disini.
Akibatnya para pekerja tersebut tidak mendapatkan hak dalam perlindungan dan keamanan selayaknya karyawan perusahaan, karena masih di katakan sebagai hubungan kerja non-standar.
Sebenarnya, syarat utama dalam melakukan ‘Gig economy’ yaitu ketersediaan tenaga kerja yang tinggi. Surplus dari tenaga kerja, dapat kita gambarkan melalui fungsi upah yang bisa di mainkan. Pada kasus Ojek Online, utak-atik promo di berikan oleh platfoam menjadi awal kebangkitan dan sempat juga melumpuhkan bisnis angkutan taksi.
Sisi Gelap Gig Economy
“Disebut mitra, tapi kami tidak ada payung hukumnya”, ini yang menjadi sisi gelap pekerja ‘Gig Economy’ (pada kasus ojek online). Seperti yang kita ketahui pada tahun 2020 saja, jumlah populasi driver ojol di Indonesia menembus angka 4 juta orang.
Ini angka yang cukup besar, melebihi gabungan jumlah dari personil TNI dan Polri. Tapi jika suatu negara memiliki ‘kerancuan’ terkait hubungan kemitraan seperti mereka resahkan, memberikan dampak kepada menurunnya kesejahteraan masyarakat (driver ojol) secara meluas.
Semisal, Platfoam mengganggap atau memandang ‘driver ojol’ sebagai komoditas, maka kerjasama tersebut bisa saja di sebut sebagai eksploitasi tenaga kerja. Penerapan yang mereka adopsi dari industri garmen di awal abad ke 20 sebelum di sahkannya standarisasi kebijakan upah minimum.
Tapi yang pasti saat ini, perjanjian kemitraan yang di jalin antara: mitra pengemudi dan platfoam, merupakan jenis kerjasama yang tidak dapat di klasifikasikan sebagai hubungan kerja. Apa boleh buat, ini yang terjadi.
Beberapa orang dari kita pasti berfikir dan bertanya, jika penerapan kemitraan seperti ini merugikan pekerja, mengapa masih banyak orang mau melakukannya? Jawaban sederhana yaitu tidak ada pilihan lain. Keluarga harus kita hidupi, anak harus sekolah, dapur harus ngebul, cicilan panci, dan lain sebagainya.
Selain itu juga kondisi pasar kerja yang semakin rentan (Precarious labour market) terjadi ketika membanjirnya para pencari kerja dan jenis pekerjaan dengan persyaratan mudah, tapi upah minim dan tidak terlindung dari kepastian hukum. Lalu apa solusi terbaik?
Pekerjaan ‘Gig’ Premium
Terlepas mencari solusi terbaik dari permasalahan ojek online yang merupakan ‘tupoksi legislatif dan eksekutif’, kita juga patut melirik beberapa jenis pekerjaan ‘Gig economy’ lainnya, yang cukup menarik. Karena ada segolongan dari kita merasa ‘Gig’ ini ladang uang dan sangat membantu seperti halnya mahasiswa yang mencari tambahan pemasukan.
Ada beberapa jenis pekerjaan lainnya yang bisa kita lakukan sebagai pilihan, seperti: Bidang IT yaitu terkait dengan network analyst dan juga information security engineer. Selain itu ada juga Bidang Penulisan, seperti: content writer dan copywriter.
Untuk kamu yang bergerak di bidang Akuntansi, layaknya: Akuntan dan accounting assisten bisa meghasilkan upah yang lumayan; Sektor pendidikan, juga bisa menjadi: guru, dosen dan mentor, menjadi pilar pendidikan. Pada Jenis Pekerjaan Administrasi, seperti: virtual assistant, design administrative masih banyak dibutuhkan. Dan masih banyak lagi lainnya.
Kekurangan
Dari beberapa jenis pekerjaan, fenomena ‘Gig Economy’ tidak asing di era digitalisasi, dengan pro dan kontra karena memiliki kekurangan dan kelebihan jika dibandingkan dengan kerja konvensional.
Berikut Dyarinotescom sampaikan, ada beberapa kekurangan dari Gig Economy, diantaranya:
1. Pendapatan yang Tidak Menentu
Pendapatan yang tidak menentu menjadi batu dalam tumpukan semangat kerja. Tapi, sekecil apapun pendapatan adalah rezeki yang harus kita syukuri. Para Gig Worker harus pintar dalam mengatur keuangan. Salah satunya dengan menerapkan skala prioritas. Menyusun pengeluaran yang realistis dan hindari pembelian barang yang tidak kita butuhkan.
2. Tidak mendapatkan benefit dan tunjangan dari Perusahaan
Tidak ada pekerjaan yang berlangsung selama seumur hidup. Dengan tidak mendapatkan benefit dan tunjangan dari perusahaan, membuat kita tumbuh menjadi individu yang mandiri, seperti halnya visi dari karir diabad ke-21.
3. Sulit dalam Pengaturan Waktu
Pengaturan waktu mungkin akan terasa sulit jika kita belum mencoba. Adopsi manajemen waktu dengan basis target dan timelines. Ini sungguh membantu di kala era kebingungan menghadapi fleksibilitas dan etos kerja. Pergunakan teknologi yang ada untuk alokasi tugas kerja cepat.
4. Penghasilan yang Tidak Stabil
Penghasilan ditentukan dari cara kita hidup. Rintangan, ancaman dan hambatan akan datang silih berganti, seperti juga penghasilan. Penghasilan mungkin tidak tetap, tapi berusahalah untuk tetap berpenghasilan. Penghasilan di hitung seberapa besar pengeluaran.
5. Pajak dibayarkan Sendiri
Pajak itu diperuntukan bagi pendapatan, dan bukan pada pengeluaran. Saat ini amat sangat mudah dalam pengurusan pajak. Tinggal, bagaimana kita mendata pemasukan dari penghasilan kita, secara jujur tentunya.
Kelebihan
Bukan hanya kekurangan, fenomena ini juga memberikan kelebihan dan keuntungan tersendiri kepada Gig worker, antara lain:
1. Fleksibilitas Waktu
Bekerja bisa di mana saja sesuai dengan kebutuhan karena waktu yang lebih fleksibel. Dan baiknya, ‘Gig workers’ tidak di wajibkan untuk datang ke kantor. Hal tersebut secara tidak langsung membuat pemilik kerja sulit untuk mengawasi dan mendapatkan laporan tentang aktivitas yang sudah di lakukan. Maka dari itu, perusahaan membutuhkan sistem yang dapat membantu mengawasi aktivitas para Gig worker yang bekerja di perusahaan mereka.
2. Mendapatkan upah sesuai dengan apa yang di kerjakan
Tidak ada makan siang gratis, sama juga dengan tidak ada kerja sosial yang terus menerus. Semua ada porsi masing-masing. Semakin tinggi tingkat kerumitan, maka semakin besar pula nilai harga dari satu pekerjaan. Upah materi bisa menjadi urutan berikutnya, tetapi pengalaman dan peningkatan kemampuan menjadi upah yang tidak ternilai.
3. Bisa memilih pekerjaan sesuai dengan kemampuan
Jika kamu dengan skill tinggi pada tingkat kerumitan yang jarang orang mampu, ini akan sangat baik. Apalagi kita bisa memilih pekerjaan sesuai dengan kondisi kita saat ini. Oleh karenanya sangat baik untuk kita mengasah kemampuan yang di butuhkan pada jamannya. Baik untuk mereka dan baik pula untuk kita.
4. Potensi Penghasilan yang tidak terbatas
Siapa pun orangnya akan tertarik dengan penghasilan yang tidak terbatas. Penggunaan teknologi juga sangat membantu bagi para Gig mandiri. Semua kerja keras yang kita bangun, akan sebanding dengan penghasilan yang kita dapatkan.
5. Membangun networking dan pengembangan skills
Relasi menjadi kebutuhan mutlak. 80% profesional percaya bahwa networking penting dalam mencapai kesuksesan. Di tambah skills yang harus kita kembangkan secara terus menerus. Networking bukan hanya mengenal banyak orang, tetapi juga tentang potensi saling menguntungkan dan pertukaran informasi.
Notes
Telah banyak negara yang cukup sukses menyusun aturan self-employment terkait hubungan kemitraan, Inggris misalnya. Melalui payung hukumnya secara tegas melindungi dan memberikan kepastian, bahwa: hubungan yang di miliki (ojek online uber) dan pengemudinya tidak dapat di kategorikan sebagai hubungan kemitraan tetapi di klasifikasikan sebagai hubungan kerja.
Bukan masalah yang ingin kami sampaikan, tetapi celah dari butir-butir kesempatan dan informasi yang bisa menjadi inspirasi, demi membentuk pribadi menjadi mandiri menuju karier di masa depan.
Jangan pernah berkecil hati jika tidak menjadi pegawai tetap di suatu perusahaan besar. Terus menerus menggali potensi yang ada, manajemen waktu yang terjaga, membina networking, dapat memberikan asupan positif terhadap potensi penghasilan yang bisa kita bayangkan besarnya.
Seorang Madonna yang dulunya pelayan restoran pun, sukses menorehkan sejarah di dunia musik. Jadi intinya bukan siapa yang melakukan apa, tetapi apa yang kamu lakukan untuk perubahan dan perbedaan di hari berikutnya.
Salam DyariNotesCom