Kalian sadar gak sih atau merasakan gelisah dalam beberapa pekan terakhir ini? “Perubahan cuaca ekstrem”, cuaca yang tidak menentu! dengan panas terik di siang hari dan hujan deras disertai angin dingin di sore hari, memang membuat banyak orang merasa cemas. Katanya seeh ini yang mereka sebut dengan eco-anxiety.
Lebih dari itu, bagi sebagian orang, kondisi cuaca ekstrem ini membuat kesal, keliyengan, “berasa kayak di tusuk-tusuk”, keringat dingin, dan memicu kebingungan. “Mau marah tapi gak tahu siapa orangnya” Hal ini dapat dimengerti, karena cuaca ekstrem merupakan salah satu dampak dari krisis lingkungan yang semakin memprihatinkan.
Berita-berita tentang kerusakan alam, polusi, dan perubahan iklim dapat memicu perasaan gak enak gitu. “Geraaamm!” Sedih dan rasa tidak berdaya dalam menghadapi situasi, membawa kita menjadi cemas tak berujung.
Table of Contents
Toggle
Sebut Saja “eco-anxiety”.
Eco-anxiety, atau kecemasan lingkungan, adalah perasaan cemas ‘yang berlebihan’ akibat kerusakan lingkungan dan perubahan iklim. Keadaan ini muncul sebagai respon kita terhadap hal-hal tertentu. Misalnya: paparan berita-berita buruk tentang marahnya lingkungan kepada kita.
Respon lain pun mengikuti seiring kecemasan yang makin menjadi-jadi. Perasaan tidak berdaya untuk menghentikan kerusakan, dan kesadaran semu akan dampak jangka panjang dari kerusakan lingkungan terhadap kelangsungan kehidupan kita.
Meskipun belum dikategorikan sebagai gangguan ‘secara klinis’, eco-anxiety bisa menimbulkan dampak negatif lho. Paling kecil efek yang terjadi yaa, jemuran jadi tak kering (para emak jadi repot) karena hujan tetiba, dan menggangu tidur (anak dan lansia) karena cuaca malam yang menjadi panas.
Paparan Berita Buruk dan Eco-anxiety
Paparan berita-berita buruk tentang lingkungan hidup, seperti polusi, deforestasi, bencana alam, dan kepunahan spesies, dapat memicu berbagai reaksi tersendiri yang bisa jadi memperkuat eco-anxiety kamu.
Seperti halnya laporan yang kami dapatkan dari: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengonfirmasi bahwa: suhu udara di beberapa wilayah di Indonesia saat ini berkisar, antara: 32 s/d 37 derajat Celsius. Walaupun tidak sepanas negara Asia Tenggara lainnya, seperti: Myanmar (45,8 derajat Celsius) dan Thailand (44 derajat Celsius).
Rasa cemas, sedih (karena terpapar tulang lunak drakoran), kesal, dan rasa tidak berdaya yang muncul akibat berita semacam ini, dapat berkembang menjadi gangguan, dan bahkan perubahan perilaku “dikit-dikit marah”. Apalagi jika sosmed kita sudah terpapar oleh berita samacam ini. “Beginian semua deh yang muncul”.
Perubahan Iklim dan Meningkatnya Kecemasan
Perubahan iklim secara langsung memperparah eco-anxiety dengan berbagai cara. Semisal, meningkatnya frekuensi dan intensitas bencana alam di sekitar kita. Semua ini memperkuat kecemasan, rasa takut dan keputusasaan bagi orang-orang yang menyaksikannya.
Banjir, kekeringan, kebakaran hutan, dan badai yang parah, dapat menyebabkan: trauma pada korban, gelisah, kehilangan segalanya, dan tentunya mengungsi kedaerah yang lebih aman meninggalkan harta dan kenangan.
“Ini semua pastinya merusak ekosistem” bagi kita yang peduli lingkungan. Hilangnya habitat, kepunahan spesies, dan degradasi lingkungan secara visual menunjukkan kerusakan planet, memicu kesedihan, kemarahan, dan “perasaan hancur sudah”.
Tentunya mendorong kita untuk berpikir bahwa ketidakpastian masa depan bakal terjadi. Kekhawatiran tentang dampak jangka panjang perubahan iklim, seperti: krisis pangan, kelangkaan air, dan migrasi massal, dapat menimbulkan kecemasan yang signifikan tentang masa depan diri sendiri, orang lain, dan generasi selanjutnya.
Alhasil membubuhi pikiran kita tentang perasaan tidak cukup bertindak. Kesadaran akan skala besar krisis iklim dan kompleksitas solusinya dapat membuat diri ini merasa tidak mampu membuat perbedaan. “Apa yang harus kami perbuat” menyebabkan perasaan tidak berdaya dan putus asa.
Gelisah dan Lingkungan Ekstrem
Perubahan iklim merupakan ancaman serius bagi kesehatan manusia di seluruh dunia. Mengurangi emisi gas rumah kaca dan beradaptasi dengan dampak yang tidak dapat di hindari, sangat penting untuk: melindungi kesehatan dan membangun masa depan.
Sam halnya dengan dampak eco-anxiety. Ini tidak hanya terbatas pada individu yang secara langsung mengalami dampak perubahan iklim. Paparan informasi dan gambar tentang peristiwa ini melalui media dan internet juga dapat memicu eco-anxiety pada orang-orang di seluruh dunia.
Penting untuk di ingat bahwa eco-anxiety adalah respons yang valid, dan dapat di mengerti, serta paling jujur, sebagai ancaman nyata bagi rumah kita yaitu Bumi. Namun, penting untuk mengelola kecemasan ini dengan cara yang sehat dan konstruktif agar tidak melumpuhkan semangat.
Dengan mengambil tindakan untuk mengurangi dampak perubahan iklim, baik secara individu maupun kolektif, kita dapat membangun harapan, menekan cemas apalagi takut. Bukan karena khawatir di cibir teman dan tentangga, di klaim sebagai orang yang berubah, tapi takut ketika: marahnya lingkungan datang kepada kita, segera.
Salam Dyarinotescom.