Dalam dunia yang sempurna (Perfect World), di mana setiap aspek kehidupan terkontrol dengan ucapan, seorang pemuda bernama Mulyono, misalnya, mulai meragukan segala sesuatu yang dianggapnya benar. Ketika retakan kecil mulai muncul pada fasad dunia sempurna ini, ia terdorong untuk mencari tahu kebenaran di balik keberhasilan yang menipu. Petualangannya membawanya pada pertanyaan mendasar: Seberapa bernilainya keberhasilan jika harus mengorbankan masyarakat?
Perfect World.
Table of Contents
Toggle
Mulyono hidup dalam dunia yang terbelenggu oleh aturan ketat dan diperketat. Walau ia memiliki banyak pengaruh di masyarakat, tapi tetap saja ia merasa cukup gelisah. “Jika tak benar-benar baik susunan dan cara mainnya, semua bisa hancur.” Katanya. Rata menjadi fosil dinosaurus yang tenar di jamannya.
Namun, jiwanya tak bisa dikekang, “Aku siap, aku siap berjuang, akuuu siaap”. Ketika ia menemukan sebuah rahasia yang mengancam tatanan kehidupan, “Okeeyyy” ia memutuskan untuk mencoba melarikan diri. “Berlari meninggalkan semua kepalsuan di tatanan yang mengikat”.
Dalam pelariannya, ia bertemu dengan berbagai macam karakter, seperti: Lolo dan Basir yang terlibat dalam pertarungan sengit melawan pemikiran yang ingin menjaganya tetap berada di dalam kegelapan.
Perjalanan pun dimulai.
Perjalanan Menuju Perfect World
“Kebebasan”. Kata yang sering mereka ucapkan namun jarang dipahami sepenuhnya. Taukah kamu, di dalam dunia yang sempurna, “Di mana setiap kebutuhan terpenuhi”, apakah kebebasan masih memiliki arti?
Ngoookk!
Tentu saja Mulyono haus akan jawaban atas pertanyaan tersebut. “Mana, mana, manaa jawabannya!” Mulyono mengalami konflik batin yang luar biasa hebat kala itu. Satu konflik, antara: keinginan untuk bebas dan rasa takut akan konsekuensi yang harus dihadapinya.
“Seberapa bernilainya kebebasan ini, jika aku harus mengorbankan kenyamanan, etika, dan moral?” Lamun Mul. Detik demi detik berlalu, menit menuju jam terlampaui, Mulyono masih mencari-cari sebuah gambaran dan ilusi jawaban.
Dalam Lamunannya,
Mulyono bertemu dengan seorang bajak laut yang hidup di luar sistem. “Sang Bajak Laut” itu di kenal dengan perawakannya yang sadis, berkumis, namun bijak dalam berpikir. Ia “Sang Bajak Laut” mengajarkan Mulyono tentang kebebasan sejati bukan hanya pada tindakan, tetapi juga: “berputarnya pikiran dan kedalaman jiwa.”
Mulyono belajar melepaskan ego dan menerima ketidakpastian.
“Informasi dan data mungkin saja lengkap”, kata Sang Bajak Laut. “Orang-orang pilihan sudah di sebarkan ke segala lini,” (dari atas hingga bawah, dari kiri menyebar kanan, dari kuning, hijau, dan biru pun tak terlewatkan), “tapi, Kita tidak bisa memprediksi dengan pasti seratus persen apa yang akan terjadi di masa depan.”
Terdiam Mulyono
Mendengar hal tersebut, makin membara semangat Mulyono. “Aku bisa, aku pasti bisa” Ia yakin dan percaya, ia sangat-sangat tau bahwa Perfect World dan kebebasan sejati adalah tentang menjadi diri sendiri, terlepas dari apa yang diharapkan oleh orang lain atau masyarakat, itu soal lain.
“Yang pasti, sudah ku kerjakan semaksimal mungkin apa yang bisa ku kerjakan.” Kata Mulyono.
Dengan tekad bulat, Mulyono menatap jauuuuh ke depan. Ia membayangkan masa depan di mana ia bisa hidup bebas, dihargai kerja dan karya yang selama ini ia lakukan untuk masyarakat, mendapatkan rasa percaya diri tanpa harus terbebani oleh pandangan orang lain.
Namun, bayangan indah itu seketika “Buyar!” ketika ia mendengar suara-suara licik Lolo dan Basir. Entah dari mana, muncul dua sosok karakter yang ingin selalu membawa Mulyono kepada jurang kegelapan, kebencian, dan pemburukan.
“Mulyono, apa yang kau lakukan itu sia-sia!” teriak Bung Lolo dengan suara melengking. “Kau pikir dengan menjadi diri sendiri, hidupmu akan lebih baik?”
“Perfect World itu tidak ada, Mul!” Tegas Lolo.
Indah di Awal Tapi Tak Indah Di Akhir
Basir menyambung, “Mereka akan terus memandangmu gila, arogan, dan aneh. Kamu akan menjadi bahan canda dan tertawaan masyarakat. Mau lari? Coba saja. Lebih baik kau ikut kami, kita bersama akan membuat hidupmu lebih menyenangkan.”
Mulyono mengerutkan kening. Ia tahu betul niat jahat kedua orang itu. “Mereka hanya ingin sesuatu yang sesaat. Asal kenyang, jadilah itu barang”. Si Lolo dan Basir selalu berusaha menariknya ke dalam dunia gelap, dunia penuh kebohongan dan intrik.
“Tidak, Aku tidak akan pernah menyerah pada kalian!” tegas Mulyono. “Aku akan terus berjuang untuk menjadi diri sendiri, meski harus menghadapi segala rintangan.”
Lolo dan Basir tertawa terbahak-bahak. “Berani sekali kau melawan kami!” seru Lolo. “Kau akan menyesal, Mulyono!”
Tanpa aba-aba, dengan cepat, Lolo dan Basir langsung menyerang Mulyono. Mereka berusaha menjatuhkan Mulyono dengan segala cara. Namun, Mulyono tidak tinggal diam. Ia melawan dengan sekuat tenaga.
Akhir Dari Pertarungan
Oleh karena kedua karakter tersebut memiliki banyak kelemahan, sekali, dua kali, sikaat, Jeepp! Tumbanglah Basir. Di ketahui sebelumnya, Basir pada beberapa tahun belakangan, adalah mantan bawahan dari Mulyono. Tetapi karena kepentingan dan jabatan, lalu ia tergoda dan berkhianat.
Bangaimana dengan Bung Lolo?
Mulyono tahu bahwa, Lolo itu hanyalah seorang provokator. Ia hanya pandai bersilat lidah, memfitnah, dan memutarbalikkan fakta dengan berbagai pemikiran dan dugaan-dugaan yang tidak bisa di buktikan secara hukum.
Sebagai contoh bagi masyarakat “karena selalu memfitnah Mulyono”, Lolo di berikan tanda pada bagian tubuhnya. Di beri tato dengan tulisan “Dungu” sebagai tanda bahwa ia telah kalah dari pertarungan kepentingan dan perebutan pengaruh.
“Akan ku akhiri ini dengan indah” yakin Mulyono.
Perfect World Bukan Berarti Kebebasan yang Kebablasan
Kita sebut ia sebagai Mulyono, seorang individu yang baik, cerdas, dan ambisius namun memiliki lingkaran pertemanan yang tidak baik di sekelilingnya. Ia hidup dalam masyarakat yang menjunjung nilai-nilai pembangunan, kesempurnaan, dan kepatuhan.
Ia sebenarnya tak ingin berlari. Ia hanya ingin hidup bebas tanpa kekang dari harapan masyarakat. Ia mungkin pernah punya salah, tapi Mulyono adalah manusia biasa yang memiliki banyak kekurangan. Ia hanya ingin berkarya dengan kerja, lakukan sesuatu, dan kerjaaa.
Ia sadar, Perfect World itu bukan berarti bebebasan yang sebenar-benarnya. Ia juga mengakui bahwa ambisius yang berlebihan, bisa membawa kesempurnaan hanya sekedar di ucapan, dan malah kebablasan.
Wulyono tentu saja tetap senang dengan pencapaiannya saat ini.
Namun, di dalam hatinya, ia merasa terasing dan terbebani oleh harapan orang-orang di sekitarnya. Ketika ia menemukan sebuah kebenaran yang mengejutkan, ia harus membuat pilihan sulit: mengikuti arus atau melawannya?
Salam Dyarinotescom.