Sulit untuk kita tidak takut bahwa dunia ini sebagai “tempat yang penuh dengan raksasa”. Gedung pencakar langit, pesawat terbang yang melintas di langit, bahkan pohon-pohon besar di taman bisa menjadi sumber kecemasan yang luar biasa bagi sebagian orang. Orang dengan ‘Megalophobia‘. fobia terhadap benda-benda yang besar, hidup dalam dunia yang berbeda. Setiap kali mereka melihat sesuatu yang berukuran besar, rasa takut dan panik itu datang dan langsung menyergap. Memang benar bahwa Megalophobia, sebuah fobia spesifik dengan rasa takut berlebihan terhadap objek besar, seringkali kita anggap sepele. “Kebanyakan nonton movie” katanya. Namun, bagi mereka yang mengalaminya, fobia ini bisa sangat membatasi kehidupan sehari-hari. Ketakutan yang intens “terus menerus” terhadap gedung tinggi, jembatan, atau bahkan laut lepas dapat membuat mereka menghindari tempat-tempat umum dan pada akhirnya mereka mengisolasi diri. Tapi, kami masih tetap berjuang. Perjuangan Melihat Dunia dengan Kacamata Berbeda Tidak ada usia spesifik yang menentukan seseorang rentan terkena megalophobia. Fobia, termasuk megalophobia, bisa muncul pada siapa saja, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Paling sering seeh itu dialami pada anak-anak. Tapi, seiring bertambahnya usia, pandangan akan ketakutan itu pun berubah. Tiada yang salah ketika kita melihat dunia dengan kacamata yang berbeda. Yang salah adalah ketika kacamata itu tidak menguntungkan kita “Menggangu!”. Membuat ketakutan, misalnya. Ketika ada orang dengan Megalophobia, bisa saja ia memilih untuk mengisolasi diri, menghindari banyak situasi dan aktivitas yang seharusnya menyenangkan. Dan kami pun sangat-sangat memahami itu. Ada beberapa cara untuk memperbaiki agar bisa meringankan megalophobia tanpa harus pergi ke terapis, misalnya: dengan teknik relaksasi, teknik kognitif, dan eksposur bertahap. Di perkuat juga dengan dukungan dari orang terdekat. 1. Bagaimana teknik relaksasi dapat membantu mengatasi Megalophobia? Megalophobia, atau ketakutan berlebihan terhadap benda-benda besar, seringkali memicu respons kecemasan yang kuat. Teknik relaksasi berperan penting dalam mengelola kecemasan ini. Dengan melatih tubuh dan pikiran untuk rileks, kita dapat mengurangi intensitas gejala megalophobia. Mengapa Teknik Relaksasi Efektif? Ketika kita merasa rileks, tubuh melepaskan hormon kortisol yang lebih sedikit, yaitu hormon yang terkait dengan stres. Teknik relaksasi membantu kita lebih fokus pada saat ini dan mengurangi pikiran negatif yang seringkali memicu kecemasan. Dengan menguasai teknik relaksasi, kita merasa lebih mampu mengendalikan respons tubuh terhadap situasi yang memicu kecemasan. 2. Bagaimana teknik kognitif dapat membantu mengatasi megalophobia? Teknik kognitif baik dan sangat efektif untuk mengatasi megalophobia. Teknik ini bekerja dengan mengubah pola pikir negatif yang terkait dengan ketakutan terhadap benda besar menjadi pola pikir yang lebih rasional dan positif. Bagaimana Caranya? Hal ini bisa dilakukan dengan cara: mengidentifikasi pikiran negatif, evaluasi pikiran, ganti dengan pikiran-pikiran yang positif. Perhatikan situasi atau objek apa yang memicu kecemasan terkait benda besar. Ingat, jika perlu catat pikiran-pikiran yang muncul saat kamu menghadapi pemicu tersebut. Misalnya, “Aku bakalan pingsan jika melihat gedung pencakar langit.” Apakah pikiran-pikiran tersebut benar-benar terbukti? Uji kebenaran akan hal itu. Seringkali, pikiran negatif merupakan hasil dari generalisasi berlebihan atau pemikiran yang tidak realistis. Cari bukti yang mendukung dan menentang pikiran negatif tersebut. Dan ganti itu dengan Pikiran Positif. Ganti pikiran negatif dengan fakta yang lebih realistis. Misalnya, “Gedung pencakar langit memang besar, tetapi banyak orang yang bekerja dan menikmati pemandangan dari sana.” Ulangi afirmasi positif seperti “Aku mampu mengatasi rasa takut ini” atau “Ini aman dan terkendali.” Afirmasi positif sangat baik bila kita gunakan. Bagaimana Penerapan Teknik Kognitif? Misalnya, seseorang dengan megalophobia merasa sangat takut saat melihat jembatan gantung. Pikiran negatif yang muncul mungkin seperti, “Jembatan ini pasti akan putus dan saya akan jatuh.” Dengan teknik kognitif, orang tersebut dapat: Mengidentifikasi pemicu: Jembatan gantung Mengidentifikasi pikiran negatif: “Jembatan ini pasti akan putus dan saya akan jatuh.” Evaluasi pikiran: “Apakah ada bukti bahwa jembatan ini tidak aman? Jembatan ini dibangun dengan konstruksi yang kuat dan telah diperiksa secara berkala.” Ganti dengan pikiran positif: “Jembatan ini sangat kokoh dan dirancang untuk menahan beban yang berat. Saya aman jika berjalan di atasnya.” Dengan mengubah pola pikir negatif, kecemasan yang ditimbulkan oleh megalophobia dapat berkurang secara signifikan. Dan seiring berjalannya waktu, kamu akan merasa lebih percaya diri dalam menghadapi situasi yang sebelumnya menakutkan. Teknik ini bisa di kombinasikan dengan teknik lain. Efektif jika dikombinasikan dengan teknik relaksasi seperti pernapasan dalam, meditasi, dan zikir. Kombinasi kedua teknik ini akan membantu kita mengatasi baik aspek emosional maupun kognitif dari megalophobia. 3. Bagaimana eksposur bertahap dapat membantu mengatasi Megalophobia? Eksposur bertahap dapat membantu dalam mengatasi fobia, termasuk megalophobia. Prinsip dasarnya adalah dengan secara bertahap mendekati objek atau situasi yang ditakuti, sehingga tubuh dan pikiran dapat terbiasa dan mengurangi respons kecemasan. Bagaimana Cara Kerjanya? Ini dilakukan dengan membuat satu hirarki ketakutan, yang dimulai dari paling rendah, lalau ditingkatkan secara bertahap, demi menghindari kecemasan dan tetap berada di situasi tersebut. Bagaimana membuat Hirarki Ketakutan? Tentukan objek atau situasi yang paling membuat kamu takut hingga yang paling sedikit menakutkan. Misalnya, jika takut pada gedung tinggi, hirarki bisa dimulai dari melihat gambar gedung, lalu video gedung, hingga akhirnya melihat gedung secara langsung dari jarak dekat. Mulailah itu pada sesuatu atau dari yang Paling Rendah. Ini sebagai satu paparan bertahap. Mulailah dengan situasi yang paling sedikit menakutkan dalam hirarki kita. Misalnya, jika takut pada pesawat, mulailah dengan melihat gambar pesawat. Tingkatkan Secara Bertahap. Setelah merasa nyaman dengan satu tahap, lanjutkan ke tahap berikutnya yang sedikit lebih menantang. Misalnya, setelah kamu nyaman melihat gambar pesawat, kiranya kamu juga bisa menonton video pesawat terbang. Bagaimana menghadapi kecemasan? Semua orang sangat normal untuk cemas. Ingat! “Semua orang boleh cemas”. Untuk itu, izinkan diri kamu merasa cemas. Kecemasan adalah hal yang wajar dalam proses eksposur. Fokuslah pada pernapasan dan teknik relaksasi untuk mengelola kecemasan. Pertahankan dan Tetap di Situasi. Jangan mundur, Jangan menghindari. Tetaplah berada di situasi yang memicu kecemasan hingga kecemasan berkurang. Ini akan membantu kita belajar bahwa situasi tersebut sebenarnya tidak berbahaya. Beberapa Contoh Eksposur Bertahap untuk Megalophobia: Jika seseorang takut pada jembatan gantung atau “apalah itu yang kamu takutkan saat ini”, hirarki eksposurnya bisa, seperti: Melihat gambar jembatan gantung; Menonton video orang menyeberang jembatan gantung; Berdiri di dekat jembatan gantung; Melihat ke bawah dari jembatan gantung; Berjalan di bagian awal jembatan gantung; Berjalan di tengah jembatan gantung;
Fenomena Downtrending? Harga Terlalu Tinggi Neeh
Kenaikan harga yang terus-menerus seringkali memaksa konsumen mengubah pola kebiasaan belanja. Ketika harga produk menjadi terlalu tinggi, konsumen cenderung mencari alternatif yang lebih murah. Fenomena yang kami kenal sebagai downtrending. Fenomena ini menunjukkan bahwa konsumen itu makhluk ekonomi yang sangat-sangat rasional. “Seberapa ada uang dikantong, itu yang mereka sesuaikan”. Mereka itu selalu berusaha memaksimalkan kepuasan dengan anggaran yang dicukupkan. Konsumen rokok, misalnya. Seperti halnya konsumen lainnya, sangat sensitif terhadap perubahan harga. “Berubah seribu, dua ribu, sangat berasa” kata Mono dan Indro. Ketika harga rokok terus meningkat, mereka cenderung mencari alternatif yang lebih murah, meskipun hal ini berpotensi membawa dampak negatif bagi kesehatan. Harga Terlalu Tinggi, Neeh… Downtrending adalah sebuah kondisi di mana satu produk dengan harga yang terlalu tinggi, “komoditas tembakau, dan lainnya”, malah turun dalam jangka waktu tertentu karena konsumen yang beralih. Ini adalah kebalikan dari uptrend, di mana harga cenderung naik karena sedang naik daun. Mengapa bisa terjadi? Meskipun mungkin terdengar ‘Kontra Intuitif’, harga memang sudah terlalu tinggi, dan memang seringkali menjadi salah satu penyebab utama terjadinya downtrending. Banyak juga faktor yang menjadi penyebabnya. Bisa saja itu terjadi karena kenaikan tarif cukai, misal. Kenaikan tarif cukai yang signifikan secara cepat meningkatkan harga jual. Ketika harga rokok menjadi terlalu tinggi “tapi rasa masih samaaa saja”, konsumen cenderung mencari alternatif baru. “Kami mencari yang lebih terjangkau”. Sembari menghisap dengan candanya mengatakan: “Kami ini perokok kuy. Bukan budak yang harus ikut-ikutan. Membeli rokok itu karena rasanya cocok, bukan karena merek atau brand. Brand itu tidak bisa dihisap, bro ckckck”. Jadi cari yang muraaah saja, toohh… jika rasamu sama. Ketika Kondisi Ekonomi Memburuk Ini juga tak lain karena ekonomi sedang lesu. Ketika kondisi ekonomi memburuk dut dut, pendapatan masyarakat di pastikan cenderung turun. Dalam situasi seperti ini, konsumen akan lebih selektif dalam pengeluarannya, termasuk untuk “urusan udut mengudut”. Di tambah lagi tingkat pengangguran yang tinggi, juga dapat mengurangi daya beli masyarakat, sehingga mendorong mereka untuk mencari produk yang lebih murah atau bahkan “Say Noooo!” Stop merokok. Bisa Juga dengan Cari-cari Barang Baru. Jika barang sudah terlalu tinggi, beberapa perokok dari kalangan ‘menengah bawah’ beralih ke merek yang lebih murah sebagai langkah awal untuk mengurangi konsumsi rokok atau bahkan membeli ketengan. Adanya alternatif produk tembakau yang lebih murah, seperti rokok elektrik atau produk tembakau yang dipanaskan, juga dapat mendorong terjadinya downtrading. Yang jelas permintaan menurun dan bahkan kami ‘konsumenmu’ beralih. Beberapa Fenomena Downtrending Lainnya Jika ngobrolin urusan udut mengudut gak ada habis-habisnya, di tambah segelas kopi harum di atas meja kerja, Beeeee. Lanjut, bukanlah barang baru, Fenomena Downtrending ini banyak juga terjadi di beberapa sektoor, pada masanya. Tahukah kamu sekitar tahun 1990-an, “Gelembung Dot-com”, harga saham perusahaan teknologi melonjak sangat tinggi. Namun, gelembung ini akhirnya pecah dan menyebabkan pasar saham mengalami penurunan yang tajam. Sama juga ketika terjadi kenaikan harga minyak mentah akibat urusan perang. “Urusan hancur menghancurkan”, Kenaikan harga minyak yang tajam seringkali di ikuti oleh penurunan harga saham perusahaan penerbangan dan perusahaan otomotif, karena kenaikan biaya produksi. Downtrending Di Berbagai Negara Dan Pelajaran Yang Dapat Kita Ambil. Fenomena downtrending dalam konsumsi rokok bukanlah hal yang unik bagi Indonesia. Banyak negara lain juga mengalami hal serupa, namun dengan karakteristik dan penyebab yang berbeda-beda. Belajar dari pengalaman Australia, Inggris, dan beberapa negara lainnya begitu sangat menarik. Sebut saja Australia, merupakan salah satu negara yang sukses dalam mengurangi konsumsi rokok melalui kebijakan pengendalian tembakau yang komprehensif, termasuk kenaikan cukai yang signifikan, larangan iklan, dan kemasan polos. Inggris juga telah berhasil banyak, mengurangi prevalensi merokok melalui berbagai kebijakan, termasuk program berhenti merokok yang di dukung pemerintah. Kereeenn! Kebijakan cukai, larangan iklan, dan pembatasan penjualan rokok sangat bervariasi antar negara. Negara-negara dengan kebijakan pengendalian tembakau yang ketat cenderung mengalami penurunan konsumsi rokok yang lebih signifikan. Apakah berpengaruh pada Tingkat Pendapatan? Kenaikan cukai tidak selalu mengurangi pendapatan pajak negara. “Jika tak cukup banyak pendapatan dari komoditas tembakau, cari dong! komoditas lain yang sama menguntungkannya.” Meskipun pada awalnya, kenaikan cukai mungkin terlihat menurunkan konsumsi, dan mengurangi pendapatan negara dari cukai, namun faktanya tidak selalu demikian. Mengapa demikian? Nyata, kualitas produk rokok lokal tak kalah bersaing dengan negara lain. Jika permintaan terhadap rokok bersifat inelastis (artinya, meskipun harga naik, permintaan tidak terlalu berkurang), maka kenaikan cukai justru akan meningkatkan pendapatan tooh, dan masih banyak lagi lainnya. Tapi jika itu cukai tidak dinaikkan, banyak hal buruk terjadi. Hal Buruk Terjadi Jika Itu Tidak Dilakukan Kamu bayangkan, jika “rokok begitu murah dan mudah diakses” oleh semua kalangan, termasuk anak-anak, pekerja informal, seperti: mamang becak dan ojek, dampaknya akan sangat berlapis, luas, dan justru membebankan negeri ini. Kita mendiamkan Generasi Muda yang Sakit. Anak-anak yang mulai merokok sejak usia dini akan mengalami gangguan pertumbuhan fisik dan mental. Hal ini akan berdampak pada kualitas sumber daya manusia di masa depan. Belum lagi biaya pengobatan penyakit terkait tembakau akan meningkat secara signifikan, sehingga membebani anggaran negara dan keluarga. Tahukah kamu, kesulitan ekonomi terjadi bukan karena mereka tak punya uang. Tapi karena sebagian besar pendapatan mereka “habis dibakar” untuk membeli rokok. Hal yang justru dapat memperparah masalah kemiskinan. Bagaimana dengan Lingkungan Hidup Tercemar? Sampah puntung rokok akan semakin banyak mencemari lingkungan. Larangan Iklan Rokok! Benteng Pertahanan Terakhir untuk Kesehatan Masyarakat Larangan iklan rokok di semua media memang merupakan langkah krusial dalam melindungi masyarakat, terutama generasi muda, dari pengaruh buruk industri tembakau. Iklan rokok itu seringkali dirancang dengan sangat menarik dan kreatif, sehingga mampu menarik perhatian anak-anak dan remaja. Mereka adalah kelompok yang paling rentan terhadap keingintahuan dalam merokok. Iklan rokok secara tidak langsung menormalisasi perilaku merokok. Dengan menampilkan gambar-gambar yang menarik dan orang-orang yang dianggap keren sambil merokok, iklan ini membuat merokok terlihat sebagai hal yang biasa dan dapat diterima secara sosial. Dan pastinya Membentuk Persepsi yang Salah. Iklan rokok seringkali tidak mengungkapkan secara jujur tentang bahaya merokok. Mereka lebih fokus pada aspek positif yang tidak realistis, seperti meningkatkan kepercayaan diri atau membuat seseorang terlihat lebih dewasa. Iklan rokok dapat mempengaruhi pilihan hidup seseorang, terutama bagi mereka yang belum memiliki kesadaran penuh tentang bahaya merokok. Tujuannya adalah untuk menarik konsumen baru, terutama anak-anak dan
Warna Kuning Ternyata Tidak Disukai Lalat. Mitos atau Fakta?
Pernahkah kamu memperhatikan atau bahkan menjadi saksi, bagaimana lalat seolah menghindari benda-benda berwarna kuning? Ini bukan sekadar mitos, lho! Berbagai penelitian ilmiah telah mengungkap fakta menarik di balik keengganan lalat terhadap warna cerah ini. Meskipun tidak semua jenis lalat memiliki reaksi yang serupa, namun banyak studi “katanya” menunjukkan bahwa warna ini memang menjadi semacam “Pengusir yang alami” bagi serangga lalat. Para ahli berpendapat bahwa persepsi visual lalat yang unik terhadap warna cerah, serta kemungkinan adanya panjang gelombang cahaya tertentu yang dipancarkan oleh warna ini, menjadi salah satu faktor penyebabnya. Tapi menurut pendapat pribadi kamu, ini fakta atau mitos? Anggapan Tentang Mengapa Lalat Tidak Suka Warna Kuning? Lalat menjauh dari benda-benda berwarna kuning? Apa iyaa! Cukup aneh, bukankah lalat hinggap di kotoran manusia yang berwarna kuning juga? Kata mereka seeh ini bisa kebetulan dan bisa juga tidak. Ada beberapa alasan ilmiah yang mendasarinya. Beberapa teori yang menjelaskan mengapa lalat “tidak menyukai warna kuning”, itu di narasikan dengan beberapa pendapat, misalnya: 1. Persepsi Visual yang Berbeda. Lalat memiliki mata majemuk yang sangat sensitif terhadap gerakan dan cahaya. Warna ini, terutama saat terkena sinar matahari langsung, dapat menciptakan semacam efek visual yang tidak menyenangkan bagi mereka. Cahaya yang dipantulkan oleh warna kuning mungkin terlalu terang atau memiliki panjang gelombang yang mengganggu sistem visual lalat. 2. Ini Bukanlah Lingkungan Yang Nyaman Lalat seringkali mengaitkan warna tertentu dengan lingkungan atau sumber makanan. Warna kuning, misalkan, dalam beberapa konteks, mungkin tidak di asosiasikan dengan hal-hal yang menarik bagi lalat. Misalnya, mereka mungkin mengaitkan warna tersebut dengan permukaan yang panas atau kering, yang tidak sesuai dengan habitat yang mereka sukai. 3. Penghalau Yang Alami Beberapa penelitian menunjukkan bahwa warna kuning dapat memancarkan panjang gelombang cahaya tertentu yang mengganggu orientasi dan navigasi lalat. Hal ini membuat lalat merasa tidak nyaman dan cenderung menghindari area yang di dominasi warna kuning. Terkait Orientasi dan Navigasi Lalat pada Warna, Lalat memiliki sistem visual yang sangat unik dan kompleks. Mata majemuk mereka terdiri dari ribuan lensa kecil yang memungkinkan mereka melihat dalam sudut pandang yang sangat luas. Sistem visual ini sangat sensitif terhadap gerakan dan perubahan cahaya. Warna yang mencolok, terutama jika ditempatkan pada latar belakang yang kontras, menciptakan pola visual yang mengganggu. Bagaimana Lalat Menavigasi? Selain warna, lalat juga menggunakan berbagai petunjuk lain untuk navigasi, seperti: polarisasi cahaya, bau, dan getaran. Serangga pembawa kuman ini juga dapat mendeteksi polarisasi cahaya, yang membantu mereka menentukan posisi matahari dan orientasi mereka dalam ruang. Melalui indera penciuman yang sangat tajam, mereka gunakan untuk mencari makanan dan pasangan. Lalat dapat merasakan getaran melalui kaki mereka, yang membantu mereka mendeteksi keberadaan makanan atau potensi bahaya. Memanfaatkan Warna Kuning Pengetahuan tentang “Keengganan lalat terhadap warna kuning” telah dimanfaatkan dalam berbagai cara. Pemanfaatan ini bisa dijadikan sebagai perangkap lalat, desain interior dan juga bidang pertanian. Banyak perangkap lalat memanfaatkan daya tarik warna kuning pada serangga ini. Dengan melapisi permukaan perangkap dengan perekat yang kuat “lem”, kita dapat menciptakan jebakan yang mematikan bagi lalat. Lalat yang tertarik pada warna kuning cerah akan hinggap dan terjebak oleh lem lengket, sehingga tidak dapat lagi lepas. Perangkap berwarna kuning umumnya efektif untuk berbagai jenis lalat, termasuk lalat rumah dan lalat buah. Letakkan di berbagai tempat, baik di dalam maupun di luar ruangan. Bagaimana dengan Desain Interior? Selain perangkap lalat, penggunaan warna kuning juga diterapkan dalam desain interior untuk mengusir lalat. Misalnya, pada restoran atau dapur. Dinding berwarna kuning cerah dapat membantu mengurangi jumlah lalat yang hinggap di makanan atau peralatan makan. Bahkan, beberapa peternak juga memanfaatkan warna kuning untuk melindungi kandang ternak mereka dari gangguan lalat. Dengan mengecat dinding kandang dengan warna kuning, lalat akan cenderung menghindari area tersebut. Apakah bisa digunakan pada bidang Pertanian? Hama lalat seringkali menjadi ancaman serius bagi tanaman buah-buahan dan sayuran. Untuk mengatasi masalah ini, banyak petani buah-buahan, seperti: anggur, apel, atau tomat, serta petani sayuran, layaknya: wortel dan kubis, menggunakan lembaran plastik kuning sebagai perangkap lalat. Dengan cara ini, mereka dapat melindungi tanaman mereka dari kerusakan yang di sebabkan oleh gigitan dan penyebaran penyakit yang di bawa lalat. Plastik yang di gunakan sebaiknya memiliki permukaan yang licin agar lalat sulit untuk menempel. Lembaran plastik kuning sebaiknya di pasang pada ketinggian yang mudah di jangkau oleh lalat. Dan ingat kapan itu di pasang. Karena, waktu pemasangan yang tepat dapat berpengaruh dan meningkatkan efektivitas perangkap lalat. Tentu Saja Tentu saja tidak semua lalat terpengaruh dengan warna ini. Meskipun warna kuning efektif untuk banyak jenis lalat, namun tidak semua spesies lalat akan merespons dengan cara yang sama. Selain warna, faktor lain seperti bau, cahaya, dan suhu juga dapat mempengaruhi perilaku lalat. Jadi, Apakah Warna Kuning Tidak Disukai Lalat? Meskipun masih di perlukan penelitian lebih lanjut untuk memahami sepenuhnya mengapa lalat tidak menyukai warna kuning, namun fakta bahwa warna ini dapat di gunakan sebagai penolak lalat sudah cukup terbukti. Tapi ada yang cukup janggal, Terdapat sebuah paradoks menarik dalam penggunaan perangkap lalat berwarna kuning. Jika lalat di ketahui menghindari warna tersebut, mengapa perangkap yang di desain dengan warna ini justru sangat efektif dalam menjebak mereka? “Tampaknya ada pertentangan antara preferensi warna lalat dengan tujuan dari perangkap itu sendiri.” Ini Semata-mata tentang Daya Tarik dari warna. Meskipun lalat umumnya menghindari warna kuning, namun dalam konteks perangkap, warna ini justru menjadi daya tarik tersendiri. Warna kuning yang mencolok pada perangkap menciptakan kontras yang kuat dengan lingkungan sekitar, sehingga mudah terlihat oleh lalat. Kombinasi antara daya tarik visual dan keberadaan umpan “yang harusnya ada” membuat lalat merasa terdorong untuk mendekat dan akhirnya terperangkap. Dalam perangkap lalat, kombinasi antara warna kuning yang menarik, bau umpan yang menggiurkan, dan permukaan yang lengket menciptakan sinergi yang sangat efektif dalam menjebak lalat. Meskipun lalat mungkin awalnya menghindari warna kuning, namun kombinasi faktor-faktor tersebut membuat mereka sulit untuk menolak godaan untuk mendekat. Ditutup dengan sudut pandang evolusi, Preferensi lalat terhadap warna tertentu dapat berubah dalam situasi yang berbeda. Dalam kondisi normal, misalnya, lalat mungkin menghindari warna kuning karena mengaitkannya dengan lingkungan yang tidak menguntungkan. Namun, dalam situasi di mana warna menjadi satu-satunya petunjuk visual yang
The Golden Age? Tidak! Karena Serakah Mengalahkan Harapan
Menuju masa keemasan, yang seharusnya menjadi puncak kejayaannya, sebuah benih kegelapan hati tumbuh subur mengawalinya. “The Golden Age” mengungkap kisah di balik suara harapan yang dipalsukan, di mana nafsu serakah merajalela dan mengorbankan segalanya, termasuk harapan. Ini adalah potret dari sebuah era yang seharusnya menjadi masa bertumbuh menuju harapan atas kemakmuran. Namun, di balik kilauan kekuasaan, tersembunyi kisah kelam tentang ambisi tak terkendali dan ketamakan yang menghancurkan. Bayangkan sebuah dunia di mana segala sesuatu tampak sempurna? “The Golden Age” mengajak kita menyelami kisah di balik fasad yang indah, tapi harapan itu hanya di pikiran. Lebih lanjut, berikut kisahnya: Bazzar si Raja Serakah Di sebuah kerajaan yang subur dan makmur, hiduplah seorang raja bernama Bazzar. Raja Bazzar, si tampan mantan pemburu ini, dikenal sebagai sosok yang ambisius dan tak pernah puas. Kekuasaannya yang mutlak membuatnya merasa berhak atas segala sesuatu. Termasuk urusan memberi harapan kepada rakyatnya. Kita menuju “The Golden Age” kawan. “Akulah raja dari para raja” Tegasnya. Semua takut, termasuk si kuning. Harta, tahta, kekuasaan, pengaruh, aturan, hingga pujian rakyat, mengalir deras di tangannya, namun hatinya tetap kelaparan. Ia makan, tapi itu tak bisa membuatnya gemuk dan merasa kenyang. Di sekitarnya, Raja Bertangan Besi ini dikelilingi oleh orang-orang yang bermulut manis, pembisik ulung, bacul-bacul berpakaian rapi, yang hanya mementingkan diri sendiri. Mereka-mereka ini di bagi kedalam masing-masing tugas. Siapa mereka? Perkenalkan: Ibu Pecun, seorang menteri keuangan yang rakus akan harta, selalu menyarankan Raja Bazzar untuk menaikkan pajak rakyat. Cong Alay, seorang penasihat yang hanya mementingkan penampilan, selalu memuji kemewahan dan keberhasilan dari sang Raja. Ko Norax, panglima perang yang haus akan darah, penderitaan rakyat, dan kekuasaan, selalu menyulut api peperangan untuk memperluas wilayah pengeboran. Ketiga orang ini, dengan sifat buruknya, semakin menjerumuskan Raja Bazzar ke dalam jurang keserakahan yang membawa derita bagi rakyat bawah. Tak Akan Pernah Cukup Raja Bazzar tak pernah merasa cukup. Semakin banyak harta yang ia miliki, semakin besar pula kemauannya untuk “Lagi, dan lagi”. Ia membangun istana yang megah, mengumpulkan permata yang berkilau, dan menempatkan ribuan antek. Ia juga memaksakan ke tiga putranya yang masih sangat muda untuk belajar berkuasa. Raja Bazzar: “Dengarlah rakyatku! Siapa pun yang berani melawan perintahku akan bernasib sama seperti para pejuang kecil yang telah kuhancurkan! Kalian akan merasakan murkaku!” Sensor dan propaganda pun dimulai. Bazzar mengontrol semua informasi yang beredar di kerajaan. Ia membungkam para kritikus dan menyebarkan propaganda yang memuji dirinya sebagai seorang pemimpin yang adil dan bijaksana, ekonomi kian bertumbuh, dukungan diberikan sepenuhnya bagi kepentingan rakyat. Untuk memberikan contoh kepada rakyat, Bazzar memerintahkan pasukannya untuk menertibkan suara-suara rakyat yang kritis. Siapa yang menolak tunduk atas perintahnya, “Sikaaat!”. Hukuman berat menjadi senjata. Dan rakyat jelata harus manut menahan lapar dan derita. Tak Tinggal Diam Sungguh derita tanpa akhir, rakyat hanya berani merintih dalam hati. Namun, penderitaan yang terus-menerus membuat mereka tak lagi mampu lagi untuk diam. “Cukup, cukup, kami sudah tak bisa lagi menderita”. Desas-desus tentang kekejaman Bazzer menyebar dengan cepat dari mulut ke mulut. Di setiap sudut kerajaan, kelompok-kelompok kecil mulai terbentuk, saling berbagi cerita dan mencari solusi kedepan. Perlawanan Pun Tiba Rakyat mulai mempersiapkan diri untuk menghadapi ketidakadilan. Mereka mengumpulkan senjata seadanya, melatih diri, dan membangun jaringan komunikasi yang kuat. Perempuan dan remaja juga ikut berperan, dan memberikan dukungan moril kepada para pejuang. Meskipun kalah dalam jumlah, rakyat berhasil memberikan perlawanan. Mereka menggunakan taktik “Lempar sampah sembunyi tangan” dan memanfaatkan medan yang mereka kenal dengan baik. Walau tak seberapa, Kemenangan demi kemenangan berhasil mereka raih. Dukungan dari Luar Kabar tentang derita rakyat menarik perhatian dari kawasan sekitar. Beberapa di antaranya memutuskan untuk memberikan bantuan kepada rakyat yang sedang berjuang. Mereka mengirimkan beberapa bantuan, untuk membantu melawan kekuasaan. Ketika Itu Tak Seindah Kenyataan Dalam keadaan terdesak dan putus asa, ia terlihat seperti ketakutan. Ia takut kehilangan kekuasaannya, takut dikhianati oleh orang-orang di sekitarnya, dan takut akan hari tua yang di hujat apalagi di permalukan. Di balik mahkota emas dan jubah mewah yang ia kenakan, Bazzer hidup dalam kegelisahan yang menjadi-jadi. “Ini bagai hantu yang membelakangi”. Kekuasaan mutlak yang ia genggam bagaikan bermain api. Di satu sisi, ia merasa bersinar, namun di sisi lain, api itu membakar dirinya. Mimpi Buruk yang Berulang Setiap malam, Sang Raja terganggu oleh mimpi buruk. Ia melihat wajah-wajah rakyat yang marah, mendengar jeritan kelaparan, dan merasakan dinginnya kemiskinan. Mimpi-mimpi ini membuatnya terbangun dalam keadaan ketakutan dan berkeringat dingin. Ia mencoba menghindarinya dengan pesta dan kesenangan, namun kegelisahan itu tetap menghantuinya. Kegelisahan yang terus-menerus menggerogoti jiwa Bazzer mulai berdampak pada fisiknya. Ia menjadi insomnia, gangguan psikosomatik, marah yang berlebih, dan kehilangan nafsu makan. Para Tabib bayaran “si tukang promosi obat” istana, telah mencoba berbagai cara untuk menyembuhkannya, namun tak ada yang berhasil. Kala Cahaya Itu Datang Suatu hari, seorang seorang kurir bernama “Donat” datang ke istana. Kurir itu mengantarkan sebuah dokumen. Dokumen itu berisikan beberapa tulisan, seperti: “Wahai raja, harta dan kekuasaan hanyalah tipu daya dunia. Harta dan takta itu bagai sayap nyamuk, Kebahagiaan sejati terletak pada kebijaksanaan dan jiwa yang penuh kebaikan” Terdiam. Harapan itu seakan mengguruinya. Haaahh… ternyata hidup ini sungguh melelahkan jika kita mempertahankan keserakahan dan nafsu. Ia menyadari bahwa keserakahannya telah membuatnya kehilangan banyak hal yang berharga. Ia kehilangan senyuman dan doa rakyat, kehilangan persahabatan, dan yang paling penting, ia kehilangan kebenaran hidup. Saat itu entah mengapa, tiba-tiba raut muka sang Raja berubah, seperti mendapatkan satu hidayah kebenaran. “Aku, saat ini memutuskan untuk berubah.” Kemewahan akan aku berikan untuk kedaulatan rakyat, kekayaannya aku bagikan, dan aku akan selalu menerima keluhan dan nasihat rakyat. Ia juga belajar untuk memaafkan dan melepaskan semua derita hidupnya. Perlahan tapi pasti, Bazzar mengalami perubahan yang luar biasa. Hatinya menjadi lebih tenang, hubungannya dengan rakyat menjadi lebih harmonis, dan kerajaan pun semakin makmur. Bazzar menyadari bahwa kebahagiaan sejati bukanlah terletak pada harta benda atau kekuasaan, melainkan pada kepuasan hati dan ketenangan jiwa. Beberapa dekade kemudian, The golden age pun tiba. “Masa keemasan yang kita impikan telah datang”. Bukan wacana, tapi keberhasilan bersama. Kerajaan yang dulunya biasa-biasa saja menjadi makmur sentosa. Happy Ending sekali yaa ceritanya. Mencari Hikmah
Only Me: Mengapa Visioner Dunia Lebih Suka Bekerja Sendiri?
Tahukah kamu, para visioner, seperti: Zuckerberg, Musk, Jobs, dan Gates telah menunjukkan kepada kita bahwa kesuksesan besar bisa diraih tanpa harus bergantung pada sosok lain. Mereka memilih jalur kesendirian, memfokuskan diri mereka ke dalam “private world” yang penuh dengan ide-ide mereka. Only Me. Tanpa terikat oleh komitmen sosial atau relasi yang rumit. “Sungguh, kami bebas mengejar ambisi tanpa batas” Spill mereka. Kerja keras yang menjadi mantra hidup. Mereka mengorbankan waktu luang, hiburan, dan bahkan relasi pribadi demi mewujudkan visi mereka. Tak ada namanya: hang out, nobar, atau semacamnya. Dedikasi mereka yang besar, tanpa henti, membawa perubahan signifikan pada dunia. Tapi, Adakah kebenaran untuk itu, dalam anggapan bahwa kesuksesan hanya bisa diraih melalui kerja keras tanpa henti, terisolasi, jauh dari kemitraan? Dan apakah model kepemimpinan tunggal yang digambarkan oleh beberapa tokoh tersebut memang ideal? Ketika itu: Only Me Zuckerberg, Musk, Jobs, dan Gates, misalnya, adalah contoh nyata bagaimana kepemimpinan yang kuat dan visioner dapat mendorong inovasi dan terus menggapai pertumbuhan. Mereka tidak terbelenggu oleh hierarki organisasi yang kompleks atau waktu yang termakan oleh perbedaan pendapat dalam sebuah tim. Sebaliknya, mereka mengambil keputusan secara mantap, mandiri, dan tentu saja cepat. Memungkinkan untuk beradaptasi dengan perubahan pasar yang dinamis. Memang, dedikasi dan kerja keras adalah kunci sukses, namun bukankah penting juga untuk menyeimbangkan kehidupan profesional dan pribadi? Selain itu, kolaborasi dan kerja sama tim seringkali menghasilkan banyak inovasi yang lebih besar dan berkelanjutan. Mengapa Lebih Suka Bekerja Sendiri? Kebenaran yang tidak bisa kita elakkan adalah: komitmen yang penuh pada semua tingkatan, seringkali dianggap sebagai penghambat bagi organisasi profit mencapai kecepatan maksimal meraih target capaian. Beberapa alasan mengapa ‘Only Me’: 1. Ini terkait Pengambilan Keputusan yang Memakan Waktu Biar gak ribet! aslinya. Dalam relasi seperti kemitraan atau joint venture, setiap keputusan penting biasanya memerlukan persetujuan dari banyak pihak. Proses ini bisa memakan waktu lama dan seringkali melibatkan negosiasi yang panjang dan berjenjang. “Hadeh, merepotkan”. Disini akan ada banyak konflik kepentingan. Tarik-menarik kepentingan yang berbeda-beda antar pihak dapat menghambat tercapainya kesepakatan. Prosedur birokrasi yang rumit dalam organisasi besar atau jaringan bisnis yang luas dapat memperlambat proses pengambilan keputusan. 2. Dan yang pasti, sangat kurang Fleksibel Tahukan bagaimana rasanya jika sudah terikat kontrak? Komitmen yang sudah terjalin, seperti kontrak bisnis, dapat membatasi ruang gerak untuk melakukan perubahan atau inovasi. Menjadikan mereka, termasuk kami sendiri, menjadi enggan mengambil risiko. Karena melibatkan banyak pihak, perubahan besar seringkali di anggap berisiko dan sulit untuk dilakukan. Jadinya, kebanyakan duduk-duduk sajalah di pantry sambil ngopi. Karena saling bergantung membuat kultur organisasi menjadi Kaku. Dalam organisasi yang sangat hierarkis, perubahan besar seringkali sulit di lakukan karena adanya resistensi dari berbagai level. Dari atas, menengah, hingga bawah, semua butuh acc. Ckckckck. #Jadulisme Akibatnya, 3. Tentu saja Fokus menjadi Terpecah. Ini terlalu banyak komitmen. Ketika seseorang atau perusahaan memiliki terlalu banyak komitmen, fokus mereka bisa terpecah dan sulit untuk mencapai hasil yang optimal dalam satu job desk. Dan ujung-ujungnya hanya bergelut pada administrasi saja. Cape deh! Dan menjadi satu Distraksi “Ambyar neeh fokus untuk sesuatu yang gak penting-penting amat”. Interaksi sosial yang kompleks dan tuntutan bisnis yang terus-menerus dapat menjadi gangguan bagi individu yang ingin berkonsentrasi pada tujuan jangka panjang. Pada gilirannya semua menumpuk menuju: 4. Biaya Tinggi Ketika kita membicarakan kemitraan, tentu akan ada biaya, dan anggaran biaya. Membangun dan mempertahankan relasi bisnis membutuhkan banyak sumber daya, waktu, tenaga, maupun finansial. Amit-amit harus negosiasikan penggunaan anggaran. Belum lagi jika kita menghitung biaya tidak langsung yang harus kita tanggung, seperti: biaya opportunitas, monitoring, konflik dan lainnya. Waktu dan energi yang ada akan tercurah dalam mengelola mitra yang ‘begini nie’, banyak kegiatan yang lebih produktif terlewatkan jadinya. 5. Jangan harap ada Inovasi Dalam lingkungan yang telah menjadi ‘kaku’ gabut-gabut gak jelas, ‘kegagalan’ seringkali dianggap sebagai ancaman bagi reputasi atau posisi. Jadi “takut gagal” Hal ini dapat menghambat keinginan untuk mencoba hal-hal baru atau mengambil risiko. Semua hancur karena kultur Konservatif (kolot). Boro-boro berinovasi, untuk mempertahankan satu ide saja sulitnya minta ampun. “Semua paling benar”. Organisasi yang besar dan mapan cenderung memiliki kultur yang lebih konservatif alias jadulisme, sehingga sulit untuk mendorong inovasi. Mengambil Sisi Baiknya Saja Namun, perlu kita ingat bahwa komitmen sosial dan relasi bisnis, tidak selalu negatif dan tidak juga kampungan. Dalam banyak kasus, keduanya sangat penting untuk membangun kepercayaan, memperluas jaringan, dan mencapai tujuan. Kuncinya adalah menemukan keseimbangan yang tepat. Beberapa strategi untuk mengatasi hambatan ini bisa di lakukan dengan cara: fokus pada tujuan, delegasi, membangun kepercayaan, meningkatkan fleksibel, dan membangun komunikasi. Tetapkan tujuan yang jelas dan spesifik, serta prioritaskan tindakan yang paling relevan. Delegasikan tugas-tugas yang tidak terlalu penting kepada orang lain, agar bisa lebih fokus pada hal-hal yang strategis. Bangun hubungan yang kuat dengan pihak-pihak yang terlibat, sehingga lebih mudah untuk mencapai kesepakatan. Siap kan diri untuk beradaptasi dengan perubahan dan tidak perlu takut untuk mengambil risiko yang terukur. Karena itu, jalin komunikasi yang terbuka dan jujur dengan semua pihak yang terlibat. Untuk Satu Alasan Only Me. Kesendirian yang di tempuh bagi visioner, layaknya: Musk, Jobs, Zuckerberg, dan Gates lakukan, bisa saja sebuah langkah demi menerapkan satu hal yang mereka percayai. Untuk mengubah sesuatu yang besar itu, apalagi harus cepat, akan sulit di lakukan jika banyak orang menunggangi. Berlari akan lebih cepat jika kita lakukan sendiri tanpa harus menggendong. Narasi tentang kami ceritakan terkait para pengusaha sukses yang bekerja sendirian dan tanpa henti sering kali diromantisir. Namun, penting untuk diingat bahwa ini hanyalah sebagian kecil dari cerita. Realitasnya, setiap pencapaian besar adalah hasil dari kerja sama tim yang solid. Meskipun sosok-sosok, seperti Zuckerberg dan Gates, misalnya, menjadi wajah di balik kesuksesan perusahaan mereka, ada banyak sekali “orang-orang berbakat” yang bekerja di belakang layar. Selain itu, banyak pengusaha sukses yang juga aktif dalam berbagai kegiatan sosial dan memiliki kehidupan yang membaur. Salam Dyarinotescom.
Digital Nomad: Gaya Hidup Modern Bebas Batas.
Bosan dengan rutinitas kantor yang monoton? “Ingin traveling tapi tetap produktif” Jadilah digital nomad! Gaya hidup modern yang “bebas tanpa batas” memungkinkan kita bekerja dari mana saja di dunia yang luas ini. Berjelajah sambil bekerja Bayangkan, hari ini kamu tu sedang menikmati secangkir kopi hangat di Bali, besok nya Zip… sudah berada di tengah kesibukan kota New York, sembari menyelesaikan beberapa Deal proyek. Woow… Kereen! Gaya Hidup Modern ini, menawarkan kebebasan yang tak terbatas. Kamu dapat mengatur jadwal kerja sendiri, memilih destinasi impian secara mandiri, dan merasakan pengalaman hidup yang benar-benar unik tak terbayangkan. Digital Nomad: Bekerja dan Berjelajah Memang benar, Gaya hidup digital nomad semakin populer di kalangan generasi muda yang membara. Mereka memilih fleksibel dalam mengatur hidup demi pengalaman baru, dari pada berjibaku dengan stabilitas pekerjaan konvensional. “Sudah kuno” katanya. Dengan munculnya berbagai ‘platform kerja jarak jauh’ di dukung dengan teknologi yang semakin canggih, digital nomad lebih mudah kita lakukan. Gaya Hidup Modern yang mengutamakan kebebasan, terus bekerja sembari berjelajah dan pastinya memanjakan diri. Alternatif ini lebih menarik. Lupakan konsep kantor yang kaku dengan jam kerja yang ketat. Tinggalkan konsep “Pergi pagi pulang malam”, bagai budak berdasi panjang. Tapi, bagaimana cara memulainya? Tantangan apa saja yang harus dihadapi? Iyaa juga yaa. Dan Aku Memulainya Jujur saja, ini cukup seru. Eksplore gaya hidup yang menggabungkan pekerjaan dengan petualangan. Namun, untuk memulai gaya hidup ini, dibutuhkan perencanaan dan persiapan yang matang. Apa Itu? 1. Sesuaikan Keterampilan dan Pekerjaan Punya keahlian apa? Apakah kamu seorang penulis, desainer grafis, programmer, atau memiliki keahlian di bidang lain yang bisa dikerjakan secara remote? Pekerjaan apa yang cocok? Tenang. Banyak kok perusahaan saat ini menawarkan pekerjaan jarak jauh. Kamu bisa mencari lowongan pekerjaan di platform besar di internet, seperti: Upwork, Freelancer, atau LinkedIn. 2. Memperkuat Portofolio Tunjukkan kemampuan. Portofolio yang baik akan membantu kamu mendapatkan klien atau pekerjaan. Tentu saja itu harus selalu kita update secara berkala. Pastikan portofolio kamu selalu up-to-date dengan proyek terbaru. 3. Utak Atik Keuangan Mengatur keuangan itu mudah-mudah sulit. Yang pasti, hitung biaya hidup berapa? Buat perkiraan biaya hidup di berbagai negara yang ingin kita kunjungi, termasuk akomodasi, makanan, dan transportasi. Alokasikan juga dana darurat. Siapkan dana darurat untuk menghadapi situasi yang tidak terduga. Urusan Pajak? Pelajari peraturan pajak di negara asal dan negara tujuan. 4. Destinasi Yang Ku Pilih Pertimbangkan segala hal. Beberapa negara menawarkan biaya hidup yang lebih terjangkau dibandingkan negara lain. Pastikan destinasi yang kita pilih mendukung jaringan internet yang stabil. “Bukan di hutan belantara gitu”. Cari tahu persyaratan visa untuk bekerja atau tinggal jangka panjang di negara tujuan. 5. Apa Saja Yang Kudu Dibawa Yang pasti perlengkapan kerja, seperti Laptop, misalnya. Pilih laptop yang cukup powerful untuk mendukung pekerjaan kita. Urusan barang bawaan selain pakaian, seperti ponsel, tablet, dan alat-alat pendukung, harus dibawa. Terutama: charger, adaptor, dan perlengkapan lainnya. 6. Jadwal Kerja Terkait jadwal kerja, susun jadwal yang realistis. Tetapkan waktu kerja yang jelas untuk menjaga produktivitas. “Alat bantu sangat perlu”. Manfaatkan aplikasi manajemen waktu, seperti Trello atau Asana juga boleh. 7. Jaringan dan Koneksi Semakin banyak jaringan makin baik. Koneksi lama maupun baru patu dijaga. “Manfaatkan komunitas”. Bergabunglah dengan komunitas digital nomad untuk mendapatkan dukungan dan informasi. Perluas networking dengan sesama digital nomad. 8. Punya Niat? Siapkan Mental dan Fisik “Mau pergi-pergi tapi penakut”. Hadeeh… Cupu loe. Gak cocok banget jika kamu anak mama si pipi merah. “Merah muda babi”. Mental dan fisik harus siap, “jika ingin sukses sebagai digital nomad”. Istirahat yang cukup dan pastikan asupan gizi terpenuhi. Seorang penjelajah itu harus rajin berolahraga biar tak gampang sakit. Lakukan olahraga secara teratur. Pintar-pintar juga mengelola stres. Cari cara untuk mengelola stres, dan pandai – pandailah bergaul di Negeri orang. Patut Di Ingat, Menguasai bahasa asing akan memudahkan kamu berinteraksi dengan berbagai orang di negara tujuan. Jangan lupa untuk membeli asuransi perjalanan yang komprehensif. Setiap negara memiliki budaya dan kebiasaan yang berbeda, untuk itu belajarlah untuk beradaptasi dengan lingkungan baru. Ingat, menjadi digital nomad adalah petualangan yang seru. Namun, dibutuhkan persiapan yang matang dan komitmen yang kuat untuk bisa bertahan dan sukses. Tantangan Yang Dihadapi? Oleh karena kegatan atau pekerjaan kita lakukan secara remote, tentunya membutuhkan akses internet yang kencang. Konektivitas Internet menjadi sangat penting. Ketergantungan pada internet yang stabil sangat tinggi. Masalah koneksi yang buruk atau tidak ada sama sekali, dapat menghambat produktivitas. Namanya juga “Nomad” pastinya berpindah-pindah (nomaden). Ketika berpindah dari satu tempat ke tempat lain yang berbeda, kesepian dan isolasi sosial akan senantiasa kamu rasakan. Bekerja sendiri dan sering berpindah-pindah tempat dapat membuat seseorang merasa kesepian dan terisolasi. Mengatur waktu kerja bagaimana? Fleksibilitas waktu kerja yang tinggi bisa menjadi pisau bermata delapan. Sulit untuk membedakan waktu kerja dan waktu istirahat, sehingga terkadang mengganggu keseimbangan hidup jika kita tak pintar-pintar mengatur waktu. Tempat Kerja Bagaimana? Menemukan tempat kerja yang nyaman bisa untung-untungan. Tidak semua tempat yang dikunjungi memiliki fasilitas yang mendukung untuk bekerja, seperti ruang kerja yang tenang atau koneksi internet yang cepat. Dari sisi penghasilan pun bisa di katakan kurang stabil. Pendapatan digital nomad bisa fluktuatif tergantung pada jumlah proyek yang didapatkan. Bagaimana dengan perbedaan waktu dan gaya hidup? Bekerja dengan klien dari berbagai belahan dunia berarti harus menyesuaikan diri dengan perbedaan zona waktu. Biaya hidup di beberapa negara tujuan bisa lebih tinggi dari yang diperkirakan, terutama untuk akomodasi dan transportasi. Ini yang banyak orang keluhkan. Ini terkait dengan birokrasi. Pembuatan Visa dan lainnya. Mengurus visa untuk tinggal dan bekerja di negara asing bisa menjadi proses yang rumit dan memakan waktu. Oleh karena rumitnya administrasi yang harus di penuhi, “jujur saja” ini sungguh melelahkan. Stres akibat pekerjaan, Urusan perizinan dan lainnya, perubahan lingkungan yang terus-menerus, dan kesepian dapat berdampak negatif pada kesehatan. Ngedrop jadinya. Apa Boleh Buat Ini sudah menjadi pilihan. Ketika kita memilih digital nomad tentu saja ada enak dan ada pula tak enaknya. Tapi semua tertutupi karena passion untuk traveling itu sungguh sebanding dengan lelahnya berkemas. Satu keseimbangan sempurna antara pekerjaan dan petualangan. Kamu bisa bekerja seraya menikmati pemandangan pantai “ikan asin
Berhati-hatilah Dalam Bergaul: Lingkungan Membentuk Nasibmu.
Pernahkah kamu mendengar pepatah, “Berteman dengan siapa, maka kamu akan menjadi seperti itu”? Pepatah ini jika dipikir-pikir benar juga. Lingkungan tempat kita bergaul memiliki kekuatan penuh membentuk siapa kita dan kemana kita melangkah. Carilah teman yang satu frekuensi, terutama jika itu ‘positif’. Boleh jadi kita akan tertular dengan frekuensi positifnya. Tapi, jika kamu, anakmu, istrimu, atau saudaramu, bergaul dengan orang yang, maaf: “tidak jelas”, maka kehidupan mereka juga tentu saja tidak jelas. Apa saja yang menjadi kebiasaan teman, maka itu akan menular pada dirimu. Benar adanya, kita manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa membutuhkan interaksi dengan orang lain. Namun, “tidak semua orang kita masukkan kedalam circle kita, juga”. Lingkungan yang kita pilih, akan membentuk pola pikir, perilaku, dan bahkan bisa saja, nasib dan dompet kita di masa depan. Serius ini! Lingkungan Membuka Tabir mu. Karena Itu, Berhati-hatilah. Pengalaman hidup mengajarkan tentang: Dengan siapa kita bergaul, biasanya akan terlihat jelas seperti apa kita sebenarnya. Dan justru itu, orang-orang di sekitar kita, baik keluarga, teman, maupun rekan kerja, menjadi magnet kuat. Bisa sebagai inspirasi atau justru menjadi penghalang kita untuk berkembang. Tentu, kita tidak dapat memilih keluarga tempat kita dilahirkan, namun kita dapat memilih lingkungan pergaulan kita kan. Lalu, Bagaimana Pergaulan Membentuk Kepribadian? Teman sebaya atau circle kita misalnya, seringkali menjadi panutan dan sumber pengaruh yang kuat, terutama pada masa remaja. Nilai-nilai, minat, dan perilaku teman sebaya dapat dengan mudah diadopsi dan menjadi bagian dari style kita. Oleh karena aktivitas bersama teman-teman akan menciptakan kenangan dan pengalaman yang berharga. Pengalaman-pengalaman ini akan membentuk cara kita memandang dunia dan bagaimana cara kita berinteraksi dengan orang lain. Melalui pergaulan, kita belajar bagaimana berkomunikasi secara efektif, berkolaborasi, dan menyelesaikan konflik. Keterampilan-keterampilan sosial ini menjadi “bekal dari luar rumah” dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Setuju atau tidak, Pergaulan membantu kita menemukan jati diri dan identitas kita. Dengan berinteraksi dengan orang-orang yang berbeda, kita dapat membandingkan diri kita dengan orang lain dan menemukan keunikan kita sendiri. Memang Ada Baiknya, Karena pergaulanlah, kecerdasan emosional kita dapat terasah dan berkembang. Pergaulan yang sehat dapat membantu kita mengembangkan empati, simpati, dan kemampuan untuk menjalin hubungan yang baik dengan orang lain. Melalui pergaulan, kita belajar untuk mengambil keputusan sendiri dan bertanggung jawab atas tindakan kita. Pergaulan juga dapat membuka peluang untuk menemukan minat dan bakat baru. Dan kita semua pun mengalami, bahwa teman-teman dapat menjadi sumber dukungan emosional yang sangat berharga, terutama saat kita menghadapi kesulitan. Tapi Ingat! Circle yang buruk dapat membawa pengaruh negatif, seperti mendorong perilaku menyimpang, penggunaan narkoba, atau terlibat dalam tindakan kriminal. Karena merekalah “Kita menjadi berani (Solidaritas ceritanya)”. Pengaruh ini, dapat membuat seseorang melakukan hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai dan keyakinannya. Apa lagi jika itu merupakan “pergaulan yang terlalu eksklusif”, tentu dapat membuat seseorang kesulitan beradaptasi dengan lingkungan sosial yang berbeda. Beberapa Tips Mendapatkan Pergaulan Sehat Pergaulan sejatinya bisa kita sahkan sebagai aset berharga. Itu sangat amat berguna dikemudian hari sebagai jaringan kita sendiri. Dengan menjaga kualitas pergaulan, kamu tidak akan merasa sendiri di dunia ini, “Ada kami disini”. Mereka juga mereka bisa motivasi kita dengan sangat baik. Apalagi jika itu soal dukungan, pokoknya “paling the best lah”. Okey, langsung saja, beberapa tips, diantaranya: 1. Pilih Teman Itu, Harus! Cari teman yang memiliki nilai-nilai yang sama denganmu. Kalo perlu lebih baik. Ini akan memperkuat ikatan, membuatmu tumbuh dan berkembang. Pilih teman yang menginspirasi dan mendorongmu untuk menjadi lebih baik. Hindari teman yang selalu membawa pengaruh negatif. Bangun hubungan yang saling menghormati. Hargailah perbedaan pendapat dan batasan masing-masing. 2. Melatih Komunikasi Jangan ragu untuk berbagi ide pikiran, perasaan, dan hal-hal yang seru lainnya dengan teman-temanmu. Dengarkan dengan baik apa yang temanmu katakan. Tunjukkan bahwa “Gue peduli.” Bangun kepercayaan dengan bersikap jujur dalam segala hal. 3. Berikan Dukungan Tunjukkan bahwa kamu ada untuk temanmu saat mereka membutuhkan. Rayakan bersama ketika temanmu meraih keberhasilan. Berikan semangat ketika temanmu sedang menghadapi kesulitan. 4. Manfaatkan Waktu Produktif Bersama Lakukan kegiatan yang kalian sukai bersama, seperti bermain olahraga seperti basket dan bola, atau sekadar nongkrong mengobrol seraya berdiskusi. Ciptakan momen-momen yang produktif bersama teman. 5. Semua Ada Batasan Setiap orang memiliki batasan yang berbeda. Ada yang bisa kita masuki atau yang tidak bolah. Hormati batasan temanmu. Jangan memaksakan diri untuk melakukan sesuatu yang di luar batas apalagi membuat tidak nyaman bagi dirimu atau temanmu. 6. Belajar Memahami dan Memaafkan Semua orang pasti pernah melakukan kesalahan. Belajarlah untuk memaafkan dan dimaafkan. Pahami mereka dan berikan kesempatan kedu.: Berikan kesempatan kedua bagi temanmu untuk memperbaiki kesalahan. 7. Perluas Jaringan Bergaul itu seperti memperluas cabang dan jaringan. Sama juga ketika kita bergabung dengan komunitas yang sesuai dengan minat. Jangan takut bertemu orang baru, ini demi memperluas lingkaranmu dengan berkenalan dengan orang-orang baru. Membuat kita menjadi paham “Siapa kita ini sebenarnya!”. 8. Punya Teman Baru, Teman Lama Jangan Di Lupakan Punya teman baru, teman lama jangan di buang. Komunikasi harus tetap terjaga. Semakin hari umur bertambah menjadi semakin tua. Circle kita pun makin mengerucut. Jangan lupa untuk menjaga hubungan dengan teman lama. Sejauh Mana Kamu Bergaul? Pernahkah kamu mengamati sebuah tanaman? Tanaman yang tumbuh di tanah yang subur dengan sinar matahari yang cukup akan tumbuh dengan baik dan berbuah lebat. Begitu pula dengan manusia. Lingkungan kita ibarat tanah tempat kita bertumbuh. Lingkungan yang baik akan membuat kita tumbuh menjadi pribadi yang sehat, kuat, dan berbuah karya. Dan kunci untuk mencapai hal baik adalah dengan memilih lingkungan pergaulan yang tepat. Lingkungan yang positif akan mendorong kita untuk menjadi versi terbaik dari diri kita sendiri. Dan Pergaulan itu layaknya cermin yang memantulkan “siapa diri kita yang sebenarnya?”. Salam Dyarinotescom.