Pernahkah kamu merasa kecewa yang mendalam saat ‘janji’ dilanggar? Atau malah senang saat dijanjikan sesuatu oleh seseorang? Saat mengucapkan Promise atau “Saya berjanji”, kita seperti mengikat “sepakat”, merangkai sebuah tali kepercayaan yang kuat. Namun, ketika janji itu ingkar, tali itu putus dan menyisakan kekecewaan dari sebuah kata yang menyenangkan untuk didengar.
Mereka tidak bodoh, mereka tahu bahwa janji bukan sekadar kata-kata, melainkan komitmen dan karena itu sebagai cerminan karakter. Berjanji itu bagai membangun kepercayaan walaupun kami tahu bahwa itu rapuh, dan yang melanggarnya berarti menghancurkan kepercayaan itu. Lantas,
Mengapa sesuatu yang sederhana seperti ‘menepati janji’ bisa terasa begitu sulit?
Table of Contents
Toggle
Ketika Promise Menjadi Beban, Mengapa Sulit Didapatkan?
Terkandang janji adalah sebuah kalimat yang menenangkan. Mengapa itu bisa sebagai penenang? Karena sebuah janji dapat memberikan kekuatan kepada seseorang, waktu, dan alasan, walau nyatanya kita tahu ini akan berakhir kebohongan.
Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan, karena kamu tidak bisa mengulang sebuah momen. Pun ketika kita tidak bisa membuat waktu bisa berhenti sedetik saja, untuk kita menepati atau merevisi sebuah “Promise”.
Untuk itu, berhati-hatilah.
Jangan hanya bisa sekedar mengandalkan kata “Maaf, saya lupa”. Dengan muka tanpa dosa, kamu menghadap, berharap, kelapangan dada orang lain, dengan beberapa alasan yang terlihat masuk akal, seperti:
1. Katanya, Situasi Berubah
Alasan “situasi berubah” seringkali dijadikan alasan utama, ketika seseorang tidak dapat menepati janji. Alasan ini memang terdengar masuk akal, namun seringkali mereka gunakan sebagai pembenaran ‘yang mudah’ 😊 untuk menghindari konsekuensi dari tindakan tersebut.
Mengapa Alasan Ini Terasa Jitu?
Alasan ini sangat fleksibel dan dapat di sesuaikan dengan berbagai situasi. “modal awal untuk menjadi seorang pembohong”, Baik itu perubahan rencana kecil, masalah mendadak, atau bahkan perubahan yang tidak terduga.
Alasan ini selalu bisa dipakai.
Tentu saja sulit untuk mendapatkan bantahan. Karena situasi memang bisa berubah kapan saja, sulit untuk sepenuhnya membantah klaim ini. Membuktikan bahwa seseorang berbohong tentang perubahan situasi juga cukup sulit.
Dengan menggunakan alasan ini, seseorang berharap dapat menghindari konflik atau perdebatan yang berkepanjangan. Dengan mengatakan bahwa “Situasi di luar kendali”, dan berharap dapat meminimalisir rasa kecewa pihak lain.
Kapan Alasan Ini Benar-benar Valid?
Memang, ada kalanya perubahan situasi benar-benar di luar kendali seseorang dan “halal” baginya untuk melanggar janji. Namun, hal ini harus kamu sertai dengan komunikasi yang terbuka, jujur, dan apa adanya, tanpa dibuat-buat.
2. Ini Karena Tekanan
Tekanan memang seringkali mereka dan kita jadikan alasan untuk tidak menepati janji. “Sorri lagi sibuk banget neeh” Namun, penting untuk memahami mengapa tekanan bisa menjadi pemicu dan bagaimana cara menghadapinya.
Ketika seseorang berada di bawah tekanan, misalnya, prioritas mereka cenderung berubah secara drastis. Karena mendesak, semua tergeser dari keadaan sebelumnya. Membuat situasi menjadi runyam, sulit untuk mengingat, atau mengelola semua komitmen yang ada.
Tekanan yang berlebihan ini tentu saja membuat seseorang merasa kewalahan dan tidak mampu memenuhi semua tuntutan. Untuk mengurangi beban, mereka memilih untuk “bermain dengan komitmen dan beberapa poin janji”.
Meskipun tekanan bisa menjadi alasan yang sah, tetap saja itu tidaklah baik.
3. Komitmen Yang Rapuh
Kurangnya prioritas sering kali menjadi biang keladi dari janji yang tak terpenuhi. “Komitmen yang rapuh”. Ketika kita sembarangan memberikan komitmen tanpa mempertimbangkan kapasitas dan beban tugas yang sudah ada, kita sebenarnya sedang menggali lubang neraka bagi diri sendiri.
Akibatnya, kita akan terjebak dalam lingkaran setan.
Semakin banyak janji yang harus dipenuhi, semakin besar pula kemungkinan kita untuk gagal. Kegagalan ini tidak hanya berdampak pada orang lain yang kita kecewakan, tetapi juga pada diri kita sendiri, karena dapat menurunkan kepercayaan dan memicu tekanan.
Bagaimana mengatasi masalah kurangnya prioritas?
Kita perlu belajar seperti anak-anak, untuk lebih selektif dalam membuat janji. Sebelum memberikan komitmen, tanyakan dulu pada diri sendiri:
- Apakah janji ini benar-benar penting?
- Apakah kita memiliki waktu dan tenaga yang cukup untuk menepatinya?
Dengan mempertimbangkan kapasitas dan prioritas kita, kedepannya tentu bisa lebih baik. Dapat menghindari situasi di mana kita merasa kewalahan dan gagal dalam memenuhi semua janji yang sudah kita buat.
Sungguh Menyenangkan Mendengar Kata Promise
Sungguh menyenangkan ketika seseorang mendengar kata “promise”, dan ini membutuhkan satu kepercayaan. Membangun kepercayaan memang tidak mudah. Ia membutuhkan konsistensi dalam tindakan, termasuk dalam menepati janji, dan secara total memenuhi komitmen yang telah dibuat.
Alasan demi alasan memang sering banyak orang gunakan sebagai pembenaran untuk tidak menepati janji. Meskipun terkadang alasan ini masuk akal dan valid, namun seringkali digunakan sebagai cara yang mudah untuk menghindari tanggung jawab.
Bedakan antara: perubahan situasi yang memang tidak dapat kita hindari, tekanan yang datang tiba-tiba, atau kekuatan dari komitmen. Semua itu bukan suatu alasan yang hanya digunakan sebagai bantalan.
Ketahuilah, kita benar-benar tidak bisa memastikan sebuah janji akan terwujud, kita hanya mampu berusaha mewujudkan. Mungkin saja kamu dihargai bukan ketika berani mengucapkan seribu janji, tetapi ketika kamu dapat menepati janjimu.
Sejatinya, manusia itu tidak ada yang beda dalam mengucap janji, yang berbeda adalah bagaimana ia menepatinya. Penolakan yang anggun lebih baik dari pada janji mereka yang panjang, karena janji itu hanya bisa sekuat orang yang memberi.
Akhirnya, Ia Pun Berjanji
Dan akhirnya kita bisa berjanji.
Tapi ingat!, Satu komitmen tanpa mempertimbangkan kapasitas dan beban kerja, sebenarnya sedang mengundang “buruk muka”. Bayangkan sebuah piring yang sudah penuh dengan makanan. Jika kita terus menambahkan makanan ke dalamnya, semua menjadi tumpah.
Begitu pula dengan hidup kita.
Jika kita terus menambah beban dengan janji-janji baru, kita akan kesulitan untuk menjaga keseimbangan dan akhirnya akan merasa kewalahan. Katakan tidak, mengatur waktu, dan fokus pada hal-hal yang benar-benar penting. Siapkan diri untuk mengatakan: “Saya berjanji”.
Salam Dyarinotescom.