Merusak dan perusak itulah yang kita bisa. Sadar? “Tidak!”. Tak seseorang pun sadar apa yang telah mereka lakukan. Berdalih memperbaiki tapi kok merusak. ‘Para vandals’ merusak apa yang selama ini kita jaga dengan membawa pesan moral kreativitas usang. Merusak semua apa yang mereka inginkan, bahkan sejarah penting masa lampau.
Beberapa orang seakan menjadi ‘polisi’ karena mereka ingin menjadikan dunia ini tempat yang lebih baik dimana mereka menjaga sejarah dan peradaban. Dan beberapa orang lainnya, menjadi ‘pengacau’ karena mereka mengubah dan merusak dunia tempat mereka impikan agar menjadi lebih baik ‘menurut mereka’.
Dan inilah Vandalisme.
Table of Contents
Toggle
Apaan Tuh
Dunia masih minim kesadaran akan buruknya perbuatan Vandalisme (merusak). Dengan menutup mata saja, bisa kita rangkumkan kejadian Vandalisme yang terjadi, dan jika kita amati hal tersebut, sungguh ini amat kita sesalkan.
Ini merupakah perilaku kejahatan yang pastinya merugikan. Kerugian yang di akibatkan tidaklah kecil. Tidak bisa disetarakan dengan logam emas hasil curian. Dan amat disayangkan, pembiaran dan adopsi cara-cara vandals, dilakukan juga oleh masyarakat kita sendiri, secara sadar.
Sungguh memalukan.
Adopsi Cara-Cara Kasar
Istilah yang satu ini, merujuk kepada sikap dari nama bangsa Vandal, tepatnya pada zaman Romawi Kuno. Kala itu, tepatnya tahun 455, mereka merusak kota Roma secara biadab. Sebenarnya bangsa Vandal tidak lebih buruk di bandingkan para penyerbu kota itu di masa lalu. Hanya saja, nama bangsa ini di populerkan oleh John Dryden 1694 seorang penyair Britania Raya.
Ia menulis seakan-akan bangsa Goth dan Vandal adalah bangsa Utara yang kasar, merusak banyak sekali monumen sejarah. Memang kala itu bangsa Vandal sengaja merusak banyak patung, sehingga namanya di kaitkan dengan perusakan benda seni.
Pada tahun 1794 Istilah ‘Vandalisme’ mulai di gunakan untuk ‘memberi kesan’ bahwa perbuatan merusak ketika ravolusi Perancis di persamakan dengan bangsa Vandal zaman kuno. Yaitu sebuah bangsa barbar yang tidak beradab dan suka merusak, diutarakan pertama kali oleh Henri Gregoire.
‘Para Vandals’ Merusak Apa Yang Selama Ini Dijaga
Manusia senang mendengar tentang sejarah dan budaya kuno, tetapi mereka tidak terlalu hebat untuk bisa melestarikan itu. Berikut adalah beberapa cara terburuk, paling ceroboh, dan paling bodoh yang dilakukan para vandals, antara lain:
- Aksi coret-coret sekelompok orang bodoh yang tidak bertanggung jawab di Gunung Fuji. Coretan bertuliskan “CLA-X INDONESIA”. Yang lebih ironis lagi, kejadian pencoretan ini terjadi tak lama setelah pemerintah Jepang menyepakati rencana bebas visa bagi warga negara Indonesia.
- Aksi Coret di Gua Hira oleh Jemaah Haji Indonesia. “Hey… kawan, Gua Hira adalah tempat suci”. Tempat ini memiliki nilai religius penting bagi umat Muslim di seluruh dunia. Namun, aksi vandalisme dari jemaah haji Indonesia malah mengotori tempat suci tersebut. Terdapat tulisan ‘Depok’ serta beberapa nama yang biasanya di gunakan di Indonesia.
Motivasimu Apa
“Ini adalah seni menyampaikan pesan” kata mereka, dengan merusak dan tentunya tanpa ada izin. Berdasarkan motivasinya, vandalisme dibagi menjadi beberapa jenis. Aquisitive vandalism, misalnya. Ini di lakukan karena dorongan upah atau sejenisnya. Seperti: penempatan spanduk, poster, baliho atau bentuk lainnya. Dan biasanya ilegal alias tanpa izin resmi dari pemerintah setempat.
Ada juga Tactical vandalism, Ideological (memperkenalkan suatu ideologi), Vindictive (membalas dendam), Malicious (terhibur saat menghancurkan benda milik orang lain), hingga Play vandalism yaitu dengan menunjukkan dan mendemonstrasikan kemampuan yang dia miliki.
Ini yang Mereka Lakukan
Kata mereka “kami bisa melakukan ini”, “Kami senang melakukannya karena ini adalah karya seni”. Tempat-tempat yang di coret-coret pun sebarangan. Tembok pinggir jalan juga hayoo, muka guru, tembok sekolah, halte bus, tempat bersejarah, dan kawasan yang menurut mereka anggap keren. #ABGTidakKeren.
Vadalisme juga kerap mereka lakukan dengan aksi memotong dan memetik (pluking), seperti: menebang pohon dan tanaman, memetik bunga yang mereka jumpai tanpa ijin pemiliknya. Biasanya ini di lakukan oleh para remaja galau. Kemudian mereka mengambilnya (Taking) alias maling dengan alasan “iseng saja”.
Lalu ‘Para Vandals’ merusak (destroying) penataan lingkungan yang sudah tersusun rapi dengan seenak udelnya saja. Terlebih-lebih mendongkel pintu rumah orang lain, memindahkan tanaman milik tetangga, membuang sampah di sembarang tempat dengan nada ‘songong’ seraya berkata “Ini biasa”.
Mereka Merasa Memiliki Tapi Merusak
Perilaku vandalisme yang kebanyakn di lakukan oleh remaja, pada umumnya memiliki motivasi tersendiri. Yaitu sebagai cara komunikasi dalam mengekspresikan rasa benci, kesenangan dan dendam serta untuk mendapatkan pengakuan dan kesenangan diri.
Para Vandals yang bersenang senang dengan kegilaan seperti itu menjadi cermin bahwa dahulu, kita tidaklah perduli terhadap lingkungan. Kita tidak perduli bahwa pendidikan dan penerapan nilai-nilai budaya sangat penting.
Sungguh melihat mereka seperti menjalani hari-hari yang melelahkan.
Jangan tanya apa yang remaja di depanmu lakukan. Tapi tanya apakah kamu dahulu melakukan hal yang sama atau lebih buruk dari itu. Jika Tidak, cobalah untuk melarang. Jika Ia, diam sajalah dan berdoa, semoga kau diampuni.
“Yaa Tuhanku, ampunilah aku, karena melakukan kesalahan, seperti orang yang ada di depanku”.
Aamiin.
Salam Dyarinotescom.