Ramadan, bulan suci yang dinanti umat Muslim di seluruh dunia, kini hadir di tengah era digital yang serba cepat. Di mana jari-jari kita tak pernah lepas dari layar ponsel, dan notifikasi media sosial selalu mengalihkan perhatian dan kesadaran. Puasa, yang seharusnya menjadi momen untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, justru diuji oleh godaan dunia maya.
Kesadaran berpuasa Ramadan di era digital.
Di tengah hiruk-pikuk linimasa, kita seringkali lupa terhadap esensi Ramadan yang sebenarnya. Unggahan wisata kuliner yang menggugah selera, video-video lucu yang mengalihkan perhatian kita terhadap muroja’ah, hingga perdebatan daring yang tak berkesudahan, semua itu mengancam kesadaran kita dalam menjalankan ibadah puasa.
Apakah kita cukup tangguh menjaga kekhusyukan Ramadan di tengah gempuran informasi dan hiburan digital?
Bagaimana Media Sosial Memengaruhi Praktik Puasa Umat Muslim
Media sosial, tentu saja telah mengubah cara umat Muslim berinteraksi, belajar, dan bahkan beribadah selama Ramadan. Platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube dengan fitur-fitur seperti siaran langsung dan unggahan foto/video memungkinkan orang untuk berbagi momen sahur dan berbuka puasa, serta aktivitas ibadah lainnya.
Namun, di sisi lain, hal ini juga dapat ‘memicu’: ghaflah (lalai), riya (pamer) dan mengurangi nilai ibadah itu sendiri.
Selain itu, media sosial juga menjadi sarana untuk menyebarkan informasi dan ceramah yang berbau islami. Namun, ‘tidak semua’ konten yang beredar dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Oleh karena itu, penting bagi umat Muslim untuk bersikap kritis dan selektif dalam menerima informasi dari media sosial.
Dampak Buruk Media Sosial pada Ibadah Puasa
Di era hyperconnected ini, media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari daily life kita, bahkan saat ‘sahur on the road’ pun yang pertama di-scroll adalah timeline media sosial. Duh, parah! Di balik segudang manfaatnya, jangan salah, media sosial juga menyimpan potensi untuk mengganggu spiritual awareness kita selama bulan Ramadan.
Waduh! Media sosial memberikan dampak buruk pada ibadah puasa, seperti:
1. “Scroll Doom” yang Mengurangi Kekhusyukan
Kebiasaan “scroll doom” atau menggulir linimasa tanpa henti bisa menyita banyak waktu dan energi. Padahal, waktu tersebut seharusnya bisa digunakan untuk membaca Al-Qur’an, berzikir, atau salat tarawih. Akibatnya, kekhusyukan ibadah pun berkurang karena pikiran terus terdistraksi oleh konten-konten media sosial.
2. “Toxic Positivity” yang Menyesatkan
Terkadang media sosial di bulan ramadan di penuhi “Toxic Positivity”, dimana semua hal harus di pandang positif, sehingga orang yang sedang mengalami masalah, atau sedang kurang khusyuk, menjadi merasa bersalah, dan memperburuk kondisi psikologis orang tersebut.
3. “Overthinking” Akibat Konten Negatif
Media sosial seringkali dipenuhi dengan konten-konten negatif, seperti ujaran kebencian, hoaks, atau perdebatan yang tidak sehat. Konten-konten ini bisa memicu “overthinking” atau pikiran berlebihan, yang akhirnya mengganggu ketenangan hati dan konsentrasi saat beribadah.
4. “Flexing” yang Melunturkan Esensi Puasa
Beberapa orang mungkin tergoda untuk “flexing” atau pamer ibadah di media sosial, seperti mengunggah foto saat sedang salat tarawih atau berbagi cerita tentang sedekah yang diberikan. Tindakan ini bisa melunturkan esensi puasa yang seharusnya bersifat pribadi dan ikhlas.
5. “FOMO” (Fear of Missing Out) Ibadah
Terlalu asyik melihat unggahan teman-teman yang sedang beribadah di tempat-tempat keren atau mengikuti kajian-kajian “viral” bisa membuat kita merasa “FOMO” dan akhirnya malah mengabaikan ibadah pribadi yang seharusnya lebih utama. Kita jadi sibuk membandingkan ibadah sendiri dengan orang lain, bukan fokus pada peningkatan kualitas diri.
Jika kita sadar betul tentang “bagaimana buruknya sosial media melunturkan kesadaran”, lupa diri bahwa kita sedang berada di bulan Ramadan, ada baiknya kita selalu mengingatkan diri untuk menjaga kemurnian Ramadan.
Menjaga Spiritualitas Ramadan di Tengah Gempuran Media Sosial
Di tengah gempuran informasi dan hiburan yang “entah apa-apa di buat oleh konten kreator”, tantangan untuk menjaga kesadaran puasa semakin besar. Notifikasi yang tak henti-hentinya, konten yang memicu nafsu, dan perbandingan sosial yang tak terhindarkan dapat mengalihkan fokus dari ibadah dan refleksi diri.
Nah, karena saat ini bulan Ramadan, dengan senang hati kami berbagi beberapa tips yang dapat dilakukan, misal:
1. “Detoks Media Sosial” Terjadwal
Tetapkan waktu khusus setiap hari untuk melakukan ‘detoks’ secara teratur dari media sosial dan perangkat digital lainnya, demi menjaga kekhusyukan dan ketenangan batin selama bulan Ramadan.
Misalnya, alokasikan waktu satu jam sebelum dan sesudah pelaksanaan salat tarawih, atau selama rentang waktu sahur dan berbuka, di mana kita benar-benar melepaskan diri dari segala bentuk gangguan digital. Selama periode ‘detoks’ ini, fokuskan diri pada aktivitas yang lebih bermakna.
Contohnya? Atur sajalah yaa😁…
2. “Follow” Akun Positif dan Inspiratif
Kurasi linimasa media sosial kamu dengan cerdas dan selektif. Isilah dengan mengikuti akun-akun yang secara konsisten menyajikan konten Islami yang mendalam, kajian agama yang mencerahkan, atau motivasi positif yang membangun jiwa.
Para ulama dan pendakwah seperti Ustadz Abdul Somad, Ustadz Adi Hidayat, Ustadz Khalid Basalamah, dan tokoh-tokoh lainnya, adalah contoh nyata sumber ilmu yang baik dan bermanfaat, lho! Konten-konten yang mereka bagikan dapat menjadi penyejuk hati dan penambah wawasan keagamaan.
Di sisi lain, hindari dengan tegas akun-akun yang hanya menampilkan ‘flexing’ atau pamer kekayaan, gaya hidup hedonis, atau konten-konten negatif lainnya yang berpotensi mengganggu kekhusyukan dan ketenangan batinmu selama bulan Ramadan. Ingatlah, linimasa media sosialmu adalah cerminan dari apa yang kamu pilih untuk di konsumsi.
Pilihlah dengan bijak, agar Ramadanmu dipenuhi dengan keberkahan dan kedamaian.
3. “Mindful Scrolling” dan Kontrol Diri
Saat menggunakan media sosial, terapkanlah praktik ‘mindful scrolling’ dengan penuh kesadaran, yaitu dengan benar-benar menyadari dan mencermati setiap konten yang kita konsumsi. Tanyakan pada diri sendiri, apakah konten ini bermanfaat, menginspirasi, atau justru memicu emosi negatif?
Hindari kebiasaan ‘doomscrolling’ atau menggulir layar tanpa tujuan yang jelas, terutama saat kita merasa lelah atau stres. ‘Doomscrolling’ hanya akan memperburuk suasana hati dan memicu tekanan mental yang berlebihan, serta dapat menyebabkan kerusakan otak akibat kelebihan informasi yang tidak terfilter.
Alihkan perhatian pada konten-konten yang positif, edukatif, atau menghibur secara sehat, sehingga kita dapat memanfaatkan media sosial sebagai sarana untuk belajar, berkembang, dan terhubung dengan orang lain secara bermakna, bukan sebagai sumber stres dan kecemasan.
4. “Quality Time” dengan Fokus pada Part Ibadah-nya saja
Manfaatkan ‘banyak waktu’ yang terluang di bulan Ramadan untuk memperdalam hubungan spiritual dengan membaca Al-Qur’an, merenungkan maknanya, dan menghayati setiap ayatnya. Perbanyaklah zikir, baik dengan lisan maupun hati, untuk senantiasa mengingat Allah SWT dalam setiap aktivitas.
Selain itu, isi waktu dengan berbagai ibadah sunnah lainnya, seperti salat sunnah, mendengarkan ceramah agama, atau berbuat kebaikan kepada sesama. Alihkan perhatian dan energi Anda dari ‘gadget’ yang seringkali menjadi sumber distraksi, dan arahkan fokus pada kegiatan-kegiatan yang memberikan manfaat bagi jiwa dan batin.
‘Quality time’ di bulan Ramadan bukan sekadar menghabiskan waktu, tetapi tentang menciptakan momen-momen berharga yang meningkatkan kualitas ibadah dan kedekatan dengan Sang Pencipta. Gunakan waktu yang di berikan untuk refleksi diri, introspeksi, dan memperbaiki diri menjadi pribadi yang lebih baik.
5. “Offline Gathering” dan Silaturahmi Nyata
Manfaatkanlah momen Ramadan yang penuh berkah ini untuk mempererat tali silaturahmi dengan keluarga besar dan teman-teman terdekat secara langsung. ‘Bukber barenglah kita!’ ajaklah mereka untuk berbuka puasa bersama, berbagi cerita, dan menciptakan kenangan indah yang akan di kenang sepanjang masa.
Kurangi interaksi virtual yang seringkali terasa hampa dan tidak personal, dan perbanyaklah interaksi nyata yang penuh kehangatan dan keakraban. Kunjungi rumah saudara dan sahabat, ajak mereka untuk salat tarawih berjamaah, atau sekadar berbincang-bincang santai sambil menikmati hidangan berbuka. Kehadiran fisik kita jauh lebih berarti daripada sekadar ucapan selamat di media sosial.
JOMO (Joy of Missing Out)
Ini tak lain adalah tentang menikmati setiap momen berharga tanpa harus selalu terikat dan terhubung dengan dunia maya yang fana. Waktu adalah pedang, jika kamu tidak memanfaatkannya, maka ia akan menebasmu. Jika kita di berikan kesempatan emas untuk meningkatkan ibadah di bulan Ramadan yang penuh berkah ini, janganlah kita sia-siakan sedetik pun.
Tua, muda, kakek, nenek, semua memiliki kesempatan yang sama untuk meraih ampunan dan rahmat-Nya. Jangan tunda pekerjaan hari ini hingga esok hari, segera manfaatkan waktu yang tersisa dengan sebaik-baiknya. Setiap detik yang kita lewatkan tanpa beribadah adalah kerugian yang tak ternilai.
Puasa vs. Media Sosial. Pertempuran Batin di Bulan Suci Ramadan
Pada akhirnya, ‘pertempuran batin’ di bulan Ramadan ini adalah tentang memilih. Memilih untuk menjadi ‘netizen’ yang bijak, atau ‘follower’ yang hanya ikut arus. “Takut ketinggalan” itu memang nyata, tetapi ‘JOMO’ (Joy of Missing Out) bisa jadi lebih berharga.
Ingat-nya: ‘you are what you consume’. Jika kita terus-menerus ‘scrolling’ konten yang tidak bermanfaat, maka itulah yang akan mengisi pikiran dan hati kita. ‘Be present, not perfect’. Ramadan adalah tentang hadir sepenuhnya dalam setiap momen ibadah, bukan tentang menampilkan kesempurnaan di media sosial.
So, jadikan Ramadan ini sebagai ‘self-improvement project’, di mana kita belajar mengendalikan diri, bukan di kendalikan oleh benda berwarna seperti ‘gadget’. Semoga kita semua bisa keluar dari ‘echo chamber’ media sosial dan menemukan ketenangan hakiki di bulan suci ini.
Salam Dyarinotescom.