Di era digital yang serba sat set ini, gaya hidup “premium” telah berevolusi menjadi lebih dari sekadar kemajuan teknologi. Ini bukan tentang BBM yang makin ‘maHHal’, gaya hidup premium online menawarkan pengalaman eksklusif yang tak tertandingi, di mana akses VIP pada produk-produk limited edition menjadi lebih flash, layanan yang dipersonalisasikan, dan membawa kita kepada komunitas “elite” pengguna jari dengan one klik.
Bagai hidup di surga wakanda, kemewahan itu justru hadir di ujung jari mu. “Senam tiga jari, yuk” Gaya hidup premium online menyajikan “kenyamanan maksimal” dengan memungkinkan kita menikmati berbagai produk, dan layanan eksklusif tanpa harus keluar rumah. Dari fashion terbaru hingga pengalaman kuliner mewah, semuanya dapat diakses dengan mudah melalui satuan digital.
Table of Contents
Toggle
Gaya Hidup Premium Online Bagai Candu
“Dirimu bagai canduku…%^&*”
Sebenarnya gaya hidup seperti apa sih ini? Menggiurkan sekali dan kelihatannya membuat orang yang melihat, merasa: “Waah aku ingin melakukannya”. Pencet sana pencet sini, jadi deh. Baiknya semua kegiatan dan pekerjaan pun dapat kita lakukan secara VIP Online.
Ini gue banget. Ala bos besaR @R dengan gaya premium online.
Keren, semakin kemari memang semakin menarik minat banyak orang termasuk kamu juga kan, dan bahkan menjadi semacam “candu”. Kadang kala jika lagi gabut, kita bisa melihat dunia dari sisi yang berbeda. Dari toilet misalnya. Bukannya buang hajat yang serius, malah mencari data dan belanja. Sigma banget gak seh ini.
Sebenarnya, apa faktor yang mendasari fenomena ini?
Dan ternyata ini tentang:
1. Kemudahan Akses
Satu klik saja sudah cukup melayani semua keinginan kita. Dengan hanya beberapa ketukan di layar smartphone, kita bisa menjelajahi dunia produk mewah dari berbagai merek terkenal. Dan lupa bahwa tagihan listrik belum di bayar tiga bulan.
Tentu ini pengalaman kegiatan belanja yang menyenangkan. Tak perlu capek-capek. Desain website dan aplikasi belanja online yang menarik, serta fitur-fitur interaktif seperti rekomendasi produk dan ulasan pelanggan, membuat proses belanja menjadi sangat menyenangkan.
Karena ini bagian dari…
2. Pemasaran yang Agresif
Ooh.. ternyata baru tahu, bahwa kita ini sebenarnya target pasar. Iklan tersebut menargetkan kita. “Yang botaknya di belakang berduit, yang botaknya di depan suka judi online, dan lain sebagainya”. Platform media sosial dan mesin pencari menggunakan algoritma untuk menampilkan iklan produk premium yang relevan dengan minat dan perilaku kita si pengguna.
Selain target pasar, kita juga terpapar dengan nafas yang namanya FOMO (Fear of Missing Out). Iklan-iklan ini seringkali menciptakan perasaan FOMO, “gatal ini tangan, dan mata jelalatan” membuat kita merasa perlu memiliki produk tersebut agar “tidak ketinggalan tren terbaru”.
“Kok malah nyalahin kami” kata si penjual. “Karakter kalian memang sudah begitu”.
3. Psikologi Konsumen Indo
Konsumen indo tidak memiliki patokan yang jelas dalam mengonsumsi sesuatu. Pokoknya maunya dewe. “Gak mau ambil pusing” dengan: penderitaan, mewek-mewek, maunya hidup happy teruss, wuuzz. Hidup Cuma satu kali bro. Cari muka, cari nama, bangun cerita. Berjudul: Aku berkarya.
Dan semua demi status sosial.
Memiliki barang-barang bermerek dianggap sebagai simbol status sosial dan keberhasilan. “Keberhasilan dinilai dari berapa banyak yang kamu dapatkan” Tak penting sumbernya dari mana. “Gue bisa beli ini, muka lue juga bisa gue beli”. Membeli produk premium demi kepuasan, kepercayaan, serta harga diri, berdalih investasi.
Eeh… ternyata uang haram. “Tenang kawan, besok-besok masih bisa tobat”.
Mau bagaimana lagi, kami hanya mengikuti.
4. Terpapar Bisikan Sosial Media
Jika sudah terpapar oleh ajakan media sosial, “Bisikan si paling omong kosong” semua mungkin sudah terlambat. Yang dulunya tabu menjadi wajar. Yang dulunya tak perlu, sekarang harus dibanding-gandingkan. Melihat teman atau influencer “perusak anak bangsa” Anjayyy…. memamerkan gaya hidup mewah di media sosial dapat memicu keinginan untuk memiliki hal yang sama.
Kata para bocil: “ternyata kalo kaya itu seperti ini”.
Semua mereka Normalisasikan. Semua menjadi biasa. Gaya hidup premium semakin dinormalisasi di media sosial, sehingga menjadi tujuan yang harus dicapai oleh banyak orang, jika mau diberi label dengan pasal “sukses”.
Jika ku tak mampu, ada banyak yang membantu.
5. Ketersediaan Kredit
Okey, ternyata ini di bantu oleh peran penyedia layanan dana talangan. “Ambil dulu, bayar kemudian”. Seperti kemudahan akses kredit, misalnya. Ketersediaan kartu kredit dan layanan pembayaran online memudahkan konsumen untuk membeli barang mewah secara impulsif.
Putar otak demi mendapatkan sesuatu yang kamu inginkan, langkah-langkah, seperti cicilan pun kita lakukan. “Ingin punya gadget bagus tinggal kredit ajahh”. Opsi pembayaran cicilan membuat barang-barang mahal terasa lebih terjangkau.
Murah Cuma 12x cicilan.
Keluarga pun hanya bengong, melihat kelakuan kita yang seperti kesurupan. Manipulasi kesadaran oleh iklan yang sengaja di lihat, banner-banner yang menarik, slogan yang mengena, di pamerkan bagai budaya nusantara, padahal harga tak sesuai dengan kualitas.
Dan semua ini menjadi budaya yang kita amin dan amankan.
Bagaimana cara menyikapi habit VIP Access pada gaya hidup premium online yang sudah menjadi budaya?
Sikap Bijak terhadap VIP Access dalam Gaya Hidup Premium Online
Tentu saja sikap kita terhadap hal tersebut adalah Diamkan saja.
Ikuti alurnya, maka akan kamu dapatkan konklusinya. Manusia tak akan tahu bagaimana masa depan sebelum ia mengalaminya. Tak perlu tertekan dan gerah melihat teman, saudara, atau pasangan melakukan hal tersebut.
Akan sangat sulit memberi nasehat secara langsung akibat dari kebiasaan semacam ini. Cari perantara. Share artikel ini, misalnya. Itupun jika mereka mau membaca. Lagian tak buruk kok dengan gaya hidup premium online.
Sesekali bolehlah.
VIP Access dan gaya hidup premium online memang menawarkan pengalaman yang menarik dan eksklusif. Penting bagi kita untuk menyikapinya dengan bijak agar tidak terjebak dalam konsumerisme yang berlebihan.
Kuncinya adalah keseimbangan antara keinginan untuk menikmati sesuatu, dan kesadaran akan nilai-nilai yang lebih penting. Sesederhana itu. Perlu tahu membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Perlu kesadaran untuk mengetahui bahwa kita ini tak lebih bernilai sebagai makanan.
Diangkat-angkat unjung-ujungnya, “Beli dong, kaya orang miskin aje loe”.
Tapi, jika VIP Access dalam Gaya Hidup Premium Online demi menunjang pekerjaan, tentu saja amat sangat membantu, kiranya. Gaya hidup premium online, yang di tandai dengan penggunaan berbagai alat, layanan, dan sumber daya digital berbayar, telah menjadi bagian integral dari banyak pekerjaan, terutama bagi mereka yang bekerja di bidang kreatif, profesional, dan bisnis.
Ini bukan sekadar tren, melainkan sebuah kebutuhan untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan kualitas pekerjaan. Ini seperti jika kamu tidak membela sesuatu, kamu akan jatuh cinta pada apa pun.
Dengan mengatur anggaran, memilih produk yang berkualitas, sesuai penggunaan, dan berkelanjutan, serta mencari “kebahagiaan dalam hal-hal yang sederhana”, kita dapat menikmati VIP Access tanpa harus melakukan pelanggaran dan kebodohan finansial.
Selain itu, penting juga untuk mendukung brand lokal demi dukungan kita terhadap ekonomi kerakyatan, sehingga kita tidak hanya memanjakan diri, tetapi juga berkontribusi pada kehidupan yang lebih baik di sekitar kita.
Semua akan baik jika kita tidak memaksakan diri untuk memiliki, atau berlaku curang demi melebihi batas kenormalan. Poin-nyah, VIP Access akan terus menjadi bagian dari gaya hidup kita. Jaga kesadaran untuk tetap rasional dan tidak terbawa arus konsumerisme.
Untuk sesekali, lakukan.
Biar tau rasanya hidup. Karena kata paman, “Untuk melihat berapa besar penghasilan seseorang, lihatlah dari berapa besar pengeluarannya nya”. Walau itu pakai uang orang.
Salam Dyarinotescom.