Kok Hobinya Gaslighting πŸ˜’ Tidak Ada Cara Lain?

  • Post author:
  • Post category:Did You Know
  • Post last modified:Februari 24, 2025
  • Reading time:7 mins read
You are currently viewing Kok Hobinya Gaslighting πŸ˜’ Tidak Ada Cara Lain?

Kelakuan “gaslighting” semakin sering terdengar. Sebuah taktik manipulasi yang tadinya hanya bergaung di kalangan akademisi, kini menjadi bahasa sehari-hari. Ironisnya, semakin banyak orang yang paham, semakin banyak pula yang lihai mempraktikkannya. Salah satunya, Pak Uut, tokoh publik yang sedang naik daun.

Pak Uut, dengan segala pengalamannya, selalu tampil percaya diri dan meyakinkan. Setiap kritik yang dilontarkan padanya, ia tepis dengan elegan. Ia tidak pernah salah, dan kalaupun terbukti salah, ia punya seribu satu alasan untuk membenarkan diri. β€œPantang tak TOP!”

Atau, bisa saja tak ada cara lainπŸ€”…

Masyarakat yang kritis, sebenarnya hanya ingin Pak Uut berbenah secara beliau kan pejabat publik., eehh… justru dicap sebagai “haters”, “buzzer bayaran”, anak abah, atau “kaum sumbu pendek”. Pak Uut, dengan piawai, memutarbalikkan fakta, menenggelamkan derita, membuat publik yang kritis meragukan kewarasan mereka sendiri.

 

Gaslighting: Manipulasi yang Terbungkus Pesona Argumentasi

Pak Uut adalah contoh nyata bagaimana gaslighting bisa menjadi β€œbanned” yang dibungkus dengan pesona argumentasi.

Ia menormalkan sensasi, mengendalikan narasi, membuat orang lain merasa guilty, dan selalu keluar sebagai β€œsi paling benar”. Ia menggunakan berbagai taktik, mulai dari menyangkal fakta, meremehkan pemikiran, hingga mengisolasi korban dari dukungan masyarakat seakan β€˜penjahat’. Istilah-istilah seperti “playing victim”, “victim blaming”, dan “denial” menjadi senjata ampuhnya.

 

Dalam setiap kesempatan

Pak Uut selalu menekankan bahwa ia adalah korban dari “fitnah” dan menuduh mereka “menyerang secara personal”. Ia pandai memainkan emosi publik, membuat mereka merasa kasihan dan bersimpati. Padahal, di balik topengnya, ia adalah manipulator ulung β€œDajjal versi kekinian” yang haus akan validasi.

Ia tidak peduli dengan kebenaran, yang penting adalah ia terlihat benar di mata publik.

 

Ini adalah satu kenyataan dimana β€˜Gaslighting’ dinyalakan, seperti:

Menyerang kredibilitas pengkritik

  • “Orang-orang yang menuduh saya ini sebenarnya hanya iri dengan kesuksesan saya. Mereka tidak punya bukti yang kuat, hanya asumsi dan interpretasi yang salah.”
  • “Para pengkritik ini adalah bagian dari kelompok tertentu yang memang sengaja ingin menjatuhkan saya. Mereka punya agenda tersembunyi.”

Memutarbalikkan fakta

  • “Saya memang menggunakan beberapa referensi dari artikel lain, tapi itu adalah praktik yang umum dalam dunia penulisan. Semua penulis pasti melakukan itu.”
  • “Sebenarnya, ide utama dalam artikel saya adalah orisinal. Saya hanya menggunakan referensi untuk memperkuat argumen saya.”

Meremehkan perasaan korban

  • “Kalian terlalu sensitif. Ini hanya masalah kecil, tidak perlu dibesar-besarkan.”
  • “Kalian terlalu dramatis. Kalian membuat masalah ini seolah-olah ini adalah kejahatan besar.”

Memanipulasi emosi

  • “Saya merasa sangat sedih dan kecewa dengan tuduhan ini. Saya sudah bekerja keras untuk artikel ini, tapi orang-orang malah menuduh saya yang tidak-tidak.”
  • “Saya merasa seperti korban dari persekusi. Saya tidak tahu mengapa orang-orang begitu membenci saya.”

Menggunakan istilah-istilah ilmiah atau teknis

  • “Dalam konteks analisis wacana, penggunaan referensi seperti ini adalah hal yang wajar. Ini disebut sebagai intertekstualitas.”
  • “Secara epistemologis, tidak ada yang namanya ide yang benar-benar orisinal. Semua ide pasti dipengaruhi oleh ide-ide sebelumnya.”

 

Jika sudah begini, apa yang terjadi pada masyarakat oleh akibat dari kebanyakan Gaslighting?

 

Dampak pada Masyarakat

Gaslighting yang di lakukan Pak Uut tidak hanya merugikan β€œsatu pihak” yang menjadi targetnya (alias si tukang kritik), tetapi juga merusak tatakan sosial. Tentu saja masyarakat yang mudah terpengaruh (pendidikan dan nalar rendah, misalnya) menjadi terpecah belah, saling curiga, dan enggan untuk bersuara. Orang-orang yang kritis di cap negatif, β€œLoe kan yang kalah!”, sementara mereka yang manipulatif justru di puja-puja. β€œHidup…, hidup…!”

Nah, ini sebenarnya menciptakan budaya “toxic positivity“, di mana orang-orang di paksa untuk selalu berpikir positif dan mengabaikan masalah yang sebenarnya. Kritik di anggap sebagai serangan, bukan sebagai masukan yang membangun.

Akibatnya, masalah-masalah yang seharusnya di selesaikan justru di biarkan berlarut-larut. Lebih jauh lagi, habit ini menormalisasi penindasan, di mana jika ada masyarakat yang mengungkapkan kekhawatiran atau ketidaknyamanan, mereka sering kali di abaikan, di anggap pembelot, di remehkan, dsb.

atau bahkan…

 

Disalahkan bagai Penjahat

Dalam lingkungan yang di penuhi dengan “toxic positivity”, misalnya, masyarakat merasa tertekan untuk menyembunyikan rasa marah mereka, yang pada akhirnya dapat menyebabkan β€œKami menyerah dengan keadaan”. Mungkin merasa malu (menjadi bagian dari masyarakat yang bodoh tadi) atau, merasa bersalah terhadap keadaan yang ‘menyedihkan’.

Jadinya yaa… #KaburAjaDulu.

Selain itu, budaya ini dapat menghambat seseorang terutama anak muda untuk tumbuh pemikirannya dan berkembang daya kritisnya, menjadi sekumpulan masyarakat dengan daya juang rendah, β€œplanga-plongo”, karena tidak lagi termotivasi untuk mencari solusi atas masalah mereka, atau setidaknya dapat belajar dari kesalahan mereka.

Di sisi lain,

Kritik konstruktif adalah elemen penting dari kemajuan, baik itu secara sosial maupun personal.

Ketika kritik di anggap sebagai β€˜serangan’, misalnya, bukan sebagai tanda β€œkami memperhatikanmu” dan kesempatan untuk belajar dan tumbuh, seorang β€˜Pak Uut’ kehilangan kesempatan untuk meningkatkan nilai.

Kritik yang sehat dapat membantu mengidentifikasi kelemahan, memperbaiki kesalahan, dan mencapai potensi secara penuh.

Β 

Dalam kasus Pak Uut

Penolakannya terhadap kritik dan promosinya terhadap “toxic positivity” menciptakan lingkungan di mana masalah-masalah yang seharusnya di selesaikan malah di biarkan berlarut-larut. Alih-alih mendengarkan, memahami. dan belajar dari kritik, Pak Uut menolak dan malah meremehkan mereka. Dan pada gilirannya itu hanya dapat mendorong kemunduran kualitas masyarakat.

 

Time to Fight

Gaslighting bukanlah sekadar permainan kata-kata, melainkan satu bentuk serangan yang merusak kepercayaan dan kewarasan seseorang. Kita sebagai masyarakat tidak boleh lagi menutup mata terhadap fenomena ini. Sudah saatnya kita lebih peka terhadap tanda-tandanya, mengenali pola-pola manipulasi yang seringkali tersembunyi di balik senyum dan kata-kata manis.

Masyarakat tentu saja harus berani bersuara, menyuarakan kebenaran, dan melawan narasi palsu yang di sebarkan oleh para penipu-penipu. Jangan biarkan mereka mengendalikan realitas kita, merusak tatanan sosial, dan menciptakan lingkungan yang penuh dengan ketidakjelasan, kerugian, dan bahkan kebingungan.

Ingat-nya: Kita tidak gila karena berpikir kritis, kita tidak salah karena membuka apa yang di tutup-tutupi. Kita memiliki memiliki kedaulatan untuk mempertanyakan dan mencurigai. Jangan biarkan “Pak Uut” dengan gaslighting-nya merampas hak-hak tersebut.

 

Gaslighting? Tidak Ada Cara Lain?

Gaslighting? Tidak Ada Cara Lain? Tentu saja ada! Di tengah maraknya “playing victim” dan “victim blaming” yang menjadi makanan sehari-hari di media sosial, kita sering lupa bahwa ada cara yang lebih sehat untuk berinteraksi.

Kita tidak perlu menjadi “buzzer” atau “haters” untuk menyampaikan pendapat. Kita juga tidak perlu menjadi “kaum sumbu pendek” yang mudah tersulut emosi. Mari kita bangun budaya komunikasi yang lebih sehat, di mana kritik di anggap sebagai masukan yang membangun, bukan sebagai serangan personal.

Ingat-nya: “Toxic positivity” bukanlah solusi. Kita perlu mengakui dan mengatasi masalah yang ada, bukan mengabaikannya. Mari kita hentikan “denial” dan mulai membangun masyarakat yang lebih jujur, adil, dan berempati. Gaslighting bukanlah permainan yang bisa di menangkan, karena pada akhirnya, semua orang akan kalah.

 

Salam Dyarinotescom.

 

Tinggalkan Balasan