Aneh gak seeh menurut kamu, tentang banyaknya kasus korupsi di Negeri Konoha saat ini. Jujur saja, “Gak ada habisnya”. Sudah membudaya, menyebar dari atas hingga bawah. Malunya telah hilang, ketawa ketiwi di cafe seberang, sembari bagi-bagi uang. Eehh.. besoknya ditangkap “Apees!”. Diberikan nasehat, dikatakan “sirik luu yaa”, malah marah dan “risih” katanya. Apakah semimin itu Negeri ini, tidakjujuran menjadi kebiasaan dalam kehidupan dan pekerjaan.
Based on a True Story: Biar terlihat keren.
Apakah masih relevan membicarakan banyaknya masalah kasus korupsi di tengah situasi ekonomi yang semakin memburuk? “Menuju ambruk”. Masyarakat kecil makin kurus tak terurus, akibat pengelolaan negara yang berantakan. Atau jika kita membahas masalah moralitas, hadeeh… paling parah satu turunan, para pemuka agama pun “sedikit….” tersinggung karena “mereka gagal” menanamkan nilai-nilai kejujuran.
Kami tak tahu lagi apa itu jujur.
Jujur Malu, Tak Jujur Ketahuan
Ketika “Jujur Malu, Tak Jujur Ketahuan” misalnya, adalah bacotan nyeleneh yang kami ingin “kita semua dengar”. Bukan rahasia Negara, ini menggambarkan dilema yang sering dihadapi manusia dalam memilih satu pilihan hidup. Pertarungan antara kejujuran atau tidak.
Jika aku jujur: Hidupku dan hidupmu akan berubah “jika tak pandai berusaha layaknya pengusaha muda”, kendaraan baru tak ada, rumah mewah diambil Negara, ngopi pun pesan setengah, harta secukupnya, dan pendidikan anak sebatas sekolah Negeri saja.”
Dan yang pasti, aku bakal diparkirkan oleh lingkaran dan tongkrongan. Jadi, jika ada kesempatan pasti langsung ku sambar, meraih kaya dengan semua cara, lalu tobat menenggelamkan dosa, kasih upeti ke panti asuhan, dan bangun rumah peribadatan.
Pilih Mana
Sejujurnya aku tak ingin jujur. Jujur itu memalukan dan memilukan. Tempat ini terlanjur koyak di olah oleh tangan-tangan yang cuma menunggu tunjangan jabatan. Diam pun waktu terus berjalan. “Tunggu sajalah” Tanda tangan srettt.. habis itu dapat deh amplop dan transferan.
Sadarkah kamu transisi pemerintahan sudah dekat.
Sebuah proses perubahan kekuasaan yang kami dan kalian tunggu. Sudah pernah lihat, para pembantu yang dulunya gagah di balik pimpinan, mulai berkemas mencari jalan aman? Tiba saatnya. Semua berbondong-bondong kabur mencari jalan pulang. Jalan dimana “Aku tak mau disalahkan”.
Apa yang kamu harapkan?
Apakah ketika pergantian pemimpin semua akan jadi lebih baik? Belum tentu kawan. Abang tua, si kawan lama itu sudah menanamkan pedang perjanjian. “Amankan semua yang kita kerjakan”. Aku titipkan ia sebagai tali ikatan. Walau bodoh tapi ia muda.
Bagaimana jika kamu sebagai penggantinya?
Tapi jika aku menjadi penggantinya, Kerjakan yang baik, buang yang buruk. Tak perlu membersihkan kesalahan “yang masa lalu lakukan”. Patahkan pedang perjanjian yang tak berpihak, dan kembalikan itu kepada Rakyat.
Badan ini sudah tua, gemuk, dan banyak penyakitnya. Jalan terseok-seok di bantu dengan orang-orang yang berharap di berikan dukungan dan naik jabatan. Nama baik keluarga sudah kubersihkan, dan “tak salah dong” jika kubersihkan pula kebodohan di balik putra-putri bangsa yang terbuang.
Aku akan terus ingat pesan darimu: kawan lama yang paling banyak berkoar, biasanya paling banyak menyimpan untung dan dollar. Berhati-hatilah dengan apa yang kamu cari dan curi.
Based on: Kejujuran
Artikel ini mengajak kita untuk merenungkan nilai-nilai kejujuran. Meskipun terkadang sulit, kejujuran adalah fondasi dari hubungan yang sehat dan kepercayaan yang kuat. Kebohongan, meskipun mungkin memberikan keuntungan sementara, pada akhirnya akan merusak nama baik, dan hubungan.
Sebenarnya tak ada yang salah dengan itu. Kamu korupsi pun tak salah, asal jangan sampai tertangkap. Jika pun mulai terhendus, sogok saja. Tapi ingat, jangan ajarkan ini kepada generasi setelahmu. “Rusak akhlak untuk dirimu sajalah” Cukup dirimu dan lingkaranmu saja yang menjadi penjahatnya. (RG)
Saatnya jujur.
Salam Dyarinotescom.