Loyalitas Real-Time: Uji Circle Pertemanan, Prank “Gue Sakit”

  • Post author:
  • Post category:Did You Know
  • Post last modified:October 31, 2025
  • Reading time:7 mins read
You are currently viewing Loyalitas Real-Time: Uji Circle Pertemanan, Prank “Gue Sakit”

Overthinking di tengah malam, bertanya-tanya, “Seberapa penting sih gue buat circle pertemanan ini?” Sering membahas self-care dan healing-kan?, Tapi jarang sekali kita uji seberapa care orang di sekitar kita. Nah, dari kegelisahan receh inilah muncul ide yang sungguh-sungguh gak ada obat: sebuah tes loyalitas real-time berbasis drama kesehatan.

Idenya sederhana:

Kirim pesan ke semua kontak dekat, “Guys, gue kayaknya sakit parah deh, tolong doain ya,” lalu hitung mundur. Aneh? Banget! Tapi, bukankah hal-hal paling absurd justru yang paling jujur hasilnya?

Kejadian ini dimulai setelah kita lihat prank yang viral di TikTok, tapi kita putuskan untuk menaikkan levelnya menjadi riset sosial pribadi. Bukan sekadar iseng, ini adalah upaya serius “walaupun tujuannya bikin ngakak habis” untuk memetakan siapa yang benar-benar stand by di list chat kita, dan siapa yang cuma jadi penonton pasif.

Kalau teman sejati itu diuji saat susah, mari kita lihat, apakah mengirim voice note pura-pura batuk sudah cukup untuk memicu The Real Panic?

 

Prank “Gue Sakit”: Respon Cepat atau Read Only?

Setelah pesan drama dikirim, layar ponsel kita langsung berubah menjadi medan pertempuran notifikasi.

Ekspektasi kita? Paling tidak satu atau dua orang akan menanyakan gejala.

Realitasnya? Lebih ngacak dari playlist Spotify saat galau.

Ada teman yang langsung telepon beruntun, bahkan tanpa basa-basi teriak, “Ke rumah sakit mana?! Jangan bercanda!” Mereka ini tipikal yang punya Fast Response seolah sedang menghadapi kiamat kecil.

Namun, di tengah kepanikan, muncul fenomena yang lebih menggelikan. Coba tebak?

Mereka ini melihat pesan kita (statusnya sudah pasti delivered dan read), tapi memutuskan untuk menghilang. Mungkin mereka sedang sibuk, mungkin baper duluan, atau mungkin… mereka cuma mikir, “Ah, palingan cuma cari perhatian, nanti juga sembuh sendiri.”

Kelompok ini membuktikan bahwa ada batasan tipis antara silent support dan toxic indifference. Kita jadi mikir, apakah mereka dengan ‘sengaja’ memilih role sebagai penonton pasif untuk menjaga work-life balance pertemanan mereka?

Kejadian makin muter-muter ketika ada teman yang justru merespon dengan sticker GIF yang sama sekali tidak relevan. Misalnya, kita bilang “Kepalaku pusing banget,” dia balas dengan sticker kucing berjoget.

Tingkat absurditas ini membuat kita terbahak-bahak sendiri di balik layar, padahal harusnya kita sedang berakting sakit. Ternyata, menguji loyalitas di era digital ini jauh lebih kocak daripada challenge joget di TikTok.

Nah,

Melihat semua respon yang random ini, kita sadar bahwa setiap balasan “dari yang panik sampai yang low effort” adalah data berharga. “O o siapa dia”

Data ini bisa dikategorikan secara ilmiah (tentunya versi ngasal kita) untuk melihat pola loyalitas circle pertemanan “yang kita banggakan”. Dan dari sinilah kita akan membagi mereka menjadi lima kategori respon paling menguji loyalitas.

 

Membagi Kategori Respon Menguji Loyalitas

Jangan terlalu serius, ini hanya seru-seruan saja.

Okey …

Menguji loyalitas itu butuh analisis yang dalam “tentu saja”, bukan sekadar hitung cepat. Setelah 24 jam penuh notifikasi yang chaos, kita berhasil memecah circle pertemanan menjadi lima klan utama yang sungguh merepresentasikan social dynamic zaman now. Mari kita bedah behavior mereka satu per satu.

Sebelum masuk ke hasil spill the tea-nya, perlu kamu tahu, tes ini bukan untuk memutus tali silaturahmi, lho ya. Ini lebih ke studi kelucuan. Kita hanya ingin mengapresiasi tingkat drama dan effort yang dikeluarkan teman-teman kita. Karena faktanya, seburuk-buruknya respon, mereka tetap meluangkan waktu “sekalipun hanya untuk mengirim emoticon aneh.”

Yang sabar 😔…

Bagaimana dengan:

 

1. 🦸‍♀️ The MVP (Most Valuable Pranker’s Ally)

Klan ini adalah The Real Friend.

Respon mereka adalah yang paling cepat, paling panik, dan paling banyak voice note teriak-teriak. Mereka langsung menanyakan alamat, menawarkan untuk membelikan bubur, bahkan ada yang menyuruh kita resign dari kantor karena kesehatan lebih penting.

Mereka tidak peduli itu jam kerja atau jam tidur, yang penting support system jalan! Tingkat authenticity mereka 100%, tanpa filter, tanpa basa-basi.

 

2. 🕵️‍♂️ The Investigator: Ahli Forensik di Balik Layar

Kategori ini agak mencurigakan.

Mereka tidak langsung percaya bahwa kamu sakit, melainkan menanyakan gejala dengan detail layaknya dokter. “Demamnya berapa derajat? Sakitnya di mana? Sudah coba minum air rebusan jahe belum?”

Mereka kemudian mencari tahu status kita di Instagram atau WhatsApp untuk melihat apakah ada red flag mencurigakan (seperti foto selfie dengan wajah ceria). Mereka ini takut jadi korban prank dan membuktikan bahwa overthinking adalah skill wajib di pertemanan.

 

3. 📉 The Low Effort Sender: Simpel Tapi Menyakitkan

Inilah kelompok yang paling banyak.

Respon mereka singkat, padat, dan low effort. Cukup ketik “GWS ya” atau “Sabar yaa,” diikuti satu emoticon senyum terbalik. Mereka memenuhi kewajiban sosial, tapi jelas-jelas tidak mau repot.

Mereka mungkin sedang sibuk scrolling TikTok dan tidak ingin dramanya mengganggu work-life balance mereka sendiri. Intinya: Minimalist Support adalah aesthetic mereka.

 

4. 🧘‍♀️ The Spiritual Healer: Solusi Out of The Box

Kelompok ini adalah teman yang tiba-tiba berubah menjadi life coach atau ahli pengobatan alternatif.

Mereka tidak menawarkan bubur, tapi menawarkan doa massal, rekomendasi biji-bijian ajaib, atau bahkan menyarankan kita untuk melakukan detoks digital agar healing maksimal. Mereka yakin penyakit kita disebabkan oleh energi negatif, padahal kita cuma kekurangan tidur. Vibes mereka selalu positive thinking hingga ke tingkat absurd.

 

5. 👻 The Ghoster: Memilih Resign dari Dunia Maya

Ini adalah final boss dari tes ini.

Mereka read pesan, lalu menghilang tanpa jejak. Mereka mungkin sedang mengalami quarter life crisis atau hanya mencoba mempraktikkan cancel culture secara halus. Kelompok ini mengajarkan kita bahwa di tengah chaos pertemanan, kadang yang paling keras suaranya adalah keheningan.

Kita harus menghargai privasi mereka, yang memilih unfollow drama kita di kehidupan nyata.

 

Respon Toxic Tapi Cuan, Minta Nitip atau Spill Drama. Ada-Ada Saja 😒

Dan tibalah kita pada kategori yang paling nggak ada obatnya, di luar lima kategori resmi tadi. Ini adalah pengalaman pribadi yang bikin kita geleng-geleng kepala, menceritakan bagaimana seorang teman lama merespons prank “Gue Sakit” kita.

Sebut saja dia, The Opportunist.

Setelah kita mengirim pesan drama itu, The Opportunist membalas cepat. Fast response, kita pikir. Tapi isi balasannya? “Ya ampun! Semoga cepet sembuh! Oh iya, btw, kan kamu lagi sakit nih, berarti nggak ke kantor dong? Boleh nitip kerjain laporan deadline aku nggak? Aku lagi sibuk banget, please banget, ya.”

Coba, bagaimana perasaanmu?

Bukannya menawarkan bantuan, dia malah melihat kesakitan kita sebagai peluang untuk mendapatkan jasa gratis! “Baajiiiingannnn!😫😩😡🤬” Ini adalah level toxic yang sudah mencapai tingkat seni.

Jelas ini bukan loyalitas, ini adalah kalkulasi finansial.

Dia melihat kita sakit sebagai cuan di mana ia bisa menghemat waktu dan tenaga. Kita sampai harus menahan tawa (sambil pura-pura batuk di telepon) untuk menolaknya dengan halus. Pengalaman ini benar-benar mengajarkan kita bahwa support system itu ada batasnya, terutama jika sudah menyangkut deadline kantor.

Tidak berhenti di situ, ada lagi teman yang merespons dengan pertanyaan, “Serius sakit? Sakit apa? Spill dong, aku penasaran. Udah kasih tau si X (mantanmu) belum? Aku mau share ke dia biar dia sadar.”

“Ya Allah Tolonglah Hamba-mu ini”.

Alih-alih mendoakan, dia melihat penyakit kita sebagai drama yang bisa dijual dan dijadikan bahan gosip. Dia ingin menjadi jurnalis pertama yang mendapatkan breaking news dari drama kesehatan kita. Tingkat kepo yang beyond the limit ini benar-benar bikin kita bertanya, apakah kita ini teman atau hanya content creator untuk kehidupan mereka?

Ada-ada saja memang.

Pengalaman-pengalaman seperti ini membuat kita sadar bahwa social dynamic itu rumit, ngacak, tapi juga sangat lucu. Dari situ, kita bisa tahu, orang yang paling panik belum tentu yang paling tulus, dan orang yang low effort belum tentu yang paling cuek.

Kadang, mereka hanya burnout dan tidak punya energi untuk drama tambahan.

 

Circle Pertemanan Zaman Now

Dari uji coba prank konyol ini, kita mendapatkan gambaran real-time mengenai circle pertemanan zaman now.

Loyalitas tidak selalu ditunjukkan dengan kata-kata manis atau voice note penuh tangisan, melainkan dengan effort dan sense of crisis yang tulus “sekalipun ujung-ujungnya hanya beli bubur.”😂 Di sisi lain, kita juga belajar mengenali para opportunist yang melihat kesusahan sebagai peluang emas.

Hasil tes ini mungkin ngacak dan tidak sempurna, sama seperti kehidupan.

Tapi yang jelas, kita jadi tahu siapa yang layak mendapat predikat Bestie Goals dan siapa yang sebaiknya kita mute notifikasinya sesekali. Drama pertemanan di era digital ini memang penuh plot twist dan aesthetic yang aneh, tapi justru itu yang membuatnya menarik.

Sejadi-jadinya: setelah semua ke-anehan dan kepanikan yang terjadi, satu hal yang bisa kita simpulkan: Tes Loyalitas paling jujur bukan diuji saat kamu punya segalanya, tapi saat kamu pura-pura nggak punya apa-apa “termasuk gue-sakit”

Tetap jaga kesehatan ya, guys. Tapi, kalau ada yang mau coba-coba prank, jangan lupa ajak kita!

 

Saya Tina (Cimoy) – Team Wara-Wiri

Salam Dyarinotescom.

 

Leave a Reply