Life’s Little Moments: Capturing thoughts, Healthy habits, and Connections. Embrace the moment, Join me on this journey.

Apakah Masih Ada Sila Kelima?

Share:

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, begitu bunyi sila kelima Pancasila. Sebuah cita-cita luhur yang terpatri dalam dasar negara kita. Namun, seiring berjalannya waktu, hal tersebut sulit kita temukan. Pun mulai tersadar, apakah sila kelima masih ada, dan bisa relevankah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara?

Standing kita, ketimpangan sosial kini semakin mencolok mata, akses sumber daya yang tidak merata, tindak ketidakadilan yang semakin nyata, seolah menjadi tanda tanya besar atas komitmen kita dalam mewujudkan keadilan. Dan kesalnya, keadilan hanya bisa didapatkan kepada siapa yang dekat dengan akses pemerintah.

Ooh yaa, artikel ini disusun bagi yang suka baca saja, yaa ^_____^ 😁… Jika ada kesamaan: “Jangan marah, bagimu surga.”

 

Apakah Masih Ada dan Relevan?

Apakah menurut kamu, sila kelima pancasila masih ada dan relevan?

Menurut kami sih, jika ditanya apakah itu masih relevan, tentu jawabannya “Iya, masih sangat relevan!”. Tapi jika dilanjutkan pertanyaan, apakah itu masih ada? Jawabnya sih, ada untuk sebatas sebutan, ada kepada siapa yang punya kuasa. Sila kelima ini masih ada pada list pancasila, tapi sulit untuk terlihat nyata di depan mata.

Penulis sebagai Gen Z *ceritanya* ingin mendalami ini sebagai berikut:

 

Memaknai Sebuah Sila

Makna sebenarnya?

Sila kelima Pancasila adalah lebih dari sekadar satu kalimat sempurna. ini adalah janji dan komitmen bangsa Indonesia untuk menciptakan masyarakat yang adil dan sejahtera. Coba sebut, siapa yang melaksanakan janji tersebut?

Betul 💯. Tentu saja seluruh rakyat Indonesia, melalui pengelola Negara sebagai pelaksana, dan Perwakilan Rakyat sebagai pengawasan atau perangkum aspirasi masyarakat. Menurut beberapa tokoh, Ini adalah keadilan yang sifatnya mampu menangkap atau menerima dengan baik.

Paman, Bibi, Ini bukanlah sekadar keadilan dalam konteks hukum semata, melainkan mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat. Artinya mendapatkan keadilan untuk seluruh aspek, baik itu dalam hal ekonomi, sosial, politik, dan budaya.

Fun Fact-nya:

Semua warga negara, memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, pendapatan yang cukup, dan akses terhadap sumber daya ekonomi. Setiap orang diperlakukan sama di hadapan hukum, tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, atau golongan (SARA). Seluruh warga negara memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi dalam proses politik, seperti memilih dan dipilih. Dan juga setiap budaya dan tradisi harus dihargai dan dilindungi.

Oleh sebab itu,

Lucu, ketika: tidakadilan itu viral di media sosial, lantas! orang berbondong-bondong mengatakan “Itu salah, dan ini benar, ayoo… tegakkan keadilan!” dan akhirnya, semua dari mereka, mulai terlihat mengakui, memahami, dan menindaklanjuti hal tersebut.

Buruk sekali generasi kalian menjalani Negara semacam itu, yaa kan 🥲.

 

Kenyataan Pahit

Kenyataan yang paling pahit di Negeri ini menurut kamu apa?

Taukah kamu, kenyataan pahit di Negeri ini yang sulit untuk kita ‘mengerti’ adalah ketika orang-orang mengamini sesuatu yang salah secara bersama-masa. Mereka melakukan tindakan itu secara masiv.

Apa itu:

“Koreksi jika keliru” Orang Indonesia tidak tahu bahwa korupsi itu salah. Mereka tahu bahwa korupsi itu tidak benar, apabila ketahuan, dan sedang apes doang! Seperti orang bangun kesiangan yaa, jika membahas hal-hal yang semacam ini 😀.

Kita pun berpikir,

“Apa hubungan, antara: korupsi yang di biasakan, dengan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia?” Bukankah, korupsi dan keadilan sosial kan dua konsep yang bertolak belakang? Secara, korupsi adalah tindakan penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi, sementara keadilan sosial adalah prinsip yang menjamin setiap individu memiliki akses yang sama terhadap sumber daya dan kesempatan.

Nah, Ini dia

 

Agenda Cocoklogi

Jika di hubung-hubungkan dengan agenda cocoklogi, tentu ada, dan sangat-sangatlah bisa. Hubungan erat, antara: korupsi dan keadilan sosial itu, karena bisa menghambat pencapaian keadilan sosial, mendorong pertumbuhan ketimpangan, dan melemahkan demokrasi.

 

Menghambat Tercapainya Keadilan Sosial

Menghambat pencapaian keadilan sosial di maksudkan:

Menghasilan alokasi sumber daya yang tidak merata, melemahkan kepercayaan publik, dan menciptakan ketidakadilan hukum. “Ini buruk!” Korupsi seringkali menyebabkan dana yang seharusnya di gunakan untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat justru di alihkan ke kantong pribadi para koruptor.

Uang muka proyek diawal!

Ketika kepercayaan publik hilang, partisipasi masyarakat dalam pembangunan menjadi berkurang, dan menciptakan pola “bodoh amat, yang penting gue aman”. Pun, korupsi seringkali melibatkan penegak hukum, sehingga sulit bagi masyarakat kecil untuk mendapatkan keadilan.

Amit-amit 😧…

 

Mendorong pertumbuhan ketimpangan

Mendorong lahirnya ketimpangan di maksudkan:

Berkaitan dengan terkonsentrasinya uang haram, dan menciptakan oligarki. Korupsi memperkaya segelintir orang, sementara mayoritas masyarakat tetap hidup dalam kemiskinan. Hal ini memperparah ketimpangan sosial dan ekonomi. ‘Koruptor’ seringkali membentuk jaringan yang kuat dan menguasai sumber daya ekonomi. Hal ini menciptakan oligarki yang sulit di tembus oleh orang biasa, seperti kami-kami ini.

Dan pada maksud akhir, tak lain

 

Melemahkan demokrasi

“Mana semangat demokrasimu!” Kami tahu, korupsi dan demokrasi tidak bisa sejalan. Korupsi merusak prinsip-prinsip demokrasi, seperti kedaulatan rakyat, transparansi, dan akuntabilitas. Ketika kekuasaan di salahgunakan untuk kepentingan pribadi, suara rakyat tidak lagi di dengar dan kepentingan umum menjadi “kotoran kuku yang mudah di pangkas.”

Jadi,

 

Kita Bisa Apa?

Kita bisa apa, jika hampir seluruh ‘komponen’, mulai dari tingkat terendah hingga tertinggi, terindikasi terlibat dalam praktik-praktik korupsi. Bagaimana kita bisa berharap generasi berikutnya tumbuh menjadi individu yang berintegritas, ketika mereka melihat para pemimpin dan tokoh publik yang seharusnya menjadi panutan, justru terlibat dalam tindakan yang melanggar hukum, misalnya.

Sulit bagi kami “generasi muda yang katanya beban” untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Korupsi telah menciptakan siklus setan yang sulit di putus, di mana generasi muda khususnya, tumbuh dalam lingkungan yang korup dan kemudian terjebak dalam sistem yang sama.

Jadi, keadilan sosial bagi seluruh rakyat itu terletak di mana? Untuk generasi tua saja?

 

Sila Kelima

Kesimpulan yang menyedihkan, bahwa meskipun cita-cita keadilan sosial tertuang indah dalam dasar negara, realitas di lapangan menunjukkan adanya kesenjangan yang semakin lebar dan ketidakadilan yang merajalela. So, salah satu faktor utama yang menghambat terwujudnya keadilan sosial, kami yakini karena ‘korupsi yang sudah menjadi budaya’.

Praktik korupsi yang telah menjadi penyakit kronis di tubuh bangsa ini telah merusak tatanan sosial dan menggerogoti sendi-sendi keadilan. Korupsi bisa kami pahami sebagai pengkhianatan terhadap amanat rakyat dan pengingkaran terhadap nilai-nilai kemanusiaan.

Ini menyebabkan sakitnya anggaran, alokasi sumber daya tidak merata, dan melahirkan mental-mental pecundang. Sebagai akibatnya, segelintir kelompok menikmati hasil pembangunan, sementara mayoritas masyarakat lainnya, hidup dalam kemiskinan dan keterbelakangan.

POV-nya:

Korupsi juga telah merusak kepercayaan sehingga sulit bagi tumbuhnya rasa memiliki bangsa. Benar, ini bukan hanya tugas sebagian orang, tetapi mereka memiliki kemampuan menghapus jejak “beban negara”. Demi terus berjuang untuk menciptakan Indonesia yang lebih baik, di mana keadilan sosial benar-benar terwujud bagi seluruh rakyat Indonesia.

 

Salam Dyarinotescom.

 

Related Posts:

Jangan Lewatkan

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Life’s Little Moments: Capturing Thoughts, Healthy Habits, and Connections. Embrace the Moment.

Join Me On This Journey.