Indonesia merupakan Negara yang kaya akan potensi baik di darat, laut, maupun di udara. Namun, masih banyak potensi-potensi tersembunyi atau “disembunyikan” yang pastinya belum dikembangkan secara optimal. “Terlihat Cuek, tapi butuh”. Dalam hitungan kasarnya saja, lebih dari ratusan potensi yang diabaikan “sekarang malah diperjuangkan di Indonesia”. Terhitung sejak jaman dahulu kala. Apakah itu?
Eits… Rahasia. Informasi itu tidak murah paman. Dan bukanlah Indonesia jika tidak kaya. Kaya akan cerita kosong, kritik-kritik tanpa bukti autentik, “budaya cuek, diam, dan bodoh”, dengan kandungan harta di dalamnya. Okey, kita belum pandai dan lupa memanfaatkannya. Atau bisa juga tidak tahu untuk apa itu dikembangkan.
Kebanyakan dari kita mengatakan bahwa “Hal ini di sebabkan oleh berbagai faktor, antara lain: anggaran, keterbatasan infrastruktur, kurangnya akses permodalan, dan rendahnya minat investor”. Daftar list alasan yang bisa dilaporkan. Alasan klasik agar tidak di bully dan terlihat sama dengan pendapat ekonom yang asal bunyi. Akademisi yang kaya dan populer karena hidup dari celotehan di media sosial.
Belajar Dari Cerita. Dulu!
Lucu melihat bangsa ini mengabaikan potensi-potensi yang didepan mata. Terbiasa hanya memperebutkan sesuatu yang sedang trend di permukaan. Mempertengkarkan sesuatu yang ramai orang perbincangkan dan perdagangkan. Gamang dan latah dalam prioritas, sedikit angkuh untuk mengangkat sektor-sektor yang tidak populer, dan bingung bila diberikan tanggungjawab. “Bagaimana ini bro, bisa dicubitkah?”
Padahal komoditas yang saat ini melambung tinggi harganya, belum tentu akan terus berada di posisi puncak. Sebut saja Konversi Minyak Tanah ke LPG yang notabene sebagai cambukan atas pergerakan ekonomi dan penghematan energi, “kala dulu”, misalnya.
Meski awalnya banyak yang menyangsikan akan sukses dan berhasil, konversi Minyak Tanah ke LPG menjadi fenomena penting program konversi energi di Indonesia. Apalagi, keberhasilan mengubah kebiasaan masyarakat yang turun termurun “dari generasi ke generasi”. Menggunakan Minyak Tanah beralih ke LPG bukan sekadar ‘persoalan harian emak-emak saja’, namun juga sarat akan budaya, kebiasaan, sosial dan rasa.
Walaupun simpanan gas alam kita cukup besar, sebenarnya, tujuan utama konversi Minyak Tanah ke LPG hanya untuk sekedar mengurangi subsidi. Itu saja yang perlu di ketahui. Maklum, minyak tanah biaya produksinya setara dengan Avtur, selama itu di konsumsi oleh sebagian besar masyarakat berpenghasilan rendah yang terkonsentrasi di perdesaan.
Sehingga pemerintah kala itu menyumbangkan atau memberikan subsidi harga yang lumayan menggerus kantong celana negara. Kebijakan yang sudah berlangsung bertahun-tahun ini cukup membebani keuangan negara. Dan itu telah kita lewati.
Artinya potensi sumber gas alam yang memiliki cadangan cukup bagi kebutuhan domestik, di manfaatkan dengan baik. Lalu bagaimana dengan sekarang?
Potensi Yang Diabaikan di Indonesia
Banyak potensi yang bisa kita gali di tanah air Indonesia. Sebut secara acak saja, Sumber Daya Manusia Indonesia, misalnya. Betul sekali. Penduduk yang tinggal di Indonesia. Kita memiliki modal yang sangat besar untuk membangun kinerja perekonomian ke arah jauh lebih baik. Jangan hanya bisanya jual TKI dan TKW saja.
“Demografi bagian dari Bonus kita” dan itu bisa menjadi efek multiplier yang sangat besar terhadap kinerja perekonomi. Salah satu Negara yang sedang berada dalam “Fase Demographic Dividend”, seharusnya kita mengambil kesempatan yang cukup besar untuk menjadikan penduduk usia produktif sebagai Mesin Pertumbuhan.
Jumlah penduduk Indonesia usia produktif pada tahun 2023 di perkirakan menembus angka 147,71 juta. Jumlah ini dua kali lipat lebih besar dari jumlah total penduduk Thailand plus dengan para wanita berbuntut di sana.
Ini potensi kawan. Maaf kata, Jika orang sebanyak itu di suruh bersih-bersih lingkungan, Indonesia akan menjadi tempat yang paling bersih di Dunia. Sebenarnya juga, dengan jumlah penduduk usia produktif sebanyak itu, Indonesia bisa menggerakkan perekonomian jauh melampaui seluruh negara anggota ASEAN. Modal tenaga kerja bisa kita peroleh dengan mudah.
Ada, Tapi Di Lupakan
Kultur masyarakat kita ini cukup unik, beraneka ragam dengan gaya tersendiri. Kita ketahui bersama, Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau sekitar 13.466 (koreksi jika salah).
Perbandingan luas perairan dengan daratan Indonesia dengan besar daratan sebesar: 1.922.570 km persegi dan perairan sebanyak 3.257.483 km persegi. Dari situ saja kita bisa menerka apa yang hendak kami sampaikan. Negara maritim yang kaya akan hasil laut dengan batasan luar biasa.
Wilayah Nusantara dipisahkan oleh laut di sekelilingnya. Dengan penghitungan wilayah Nusantara yakni sejauh 3 mil dari garis pantai masing-masing pulau. Sehingga di antara pulau-pulau yang ada di nusantara ini terdapat kantong-kantong laut bebas. Yang artinya kapal-kapal asing boleh dengan bebas melintasi laut yang memisahkan pulau-pulau di Nusantara.
Data dua tahun sebelumnya, “Didapatkan dari beberapa sumber”, dari Kementerian KKP “Potensi kekayaan laut Indonesia sebesar dari berbagai segmen hampir mencapai 20.000 triliun Rupiah per tahunnya”. Ada sekitar 11 segmen yang nilainya cukup besar. Seperti raksasa uang yang sedang tidur dan tidak pernah dibangunkan.
11 segmen potensi keekonomian bidang kelautan tertinggi pada budidaya ikan dan pertambangan yang masing masing sebesar 16 persen dengan nilai US$210 miliar. Potensi sumber daya non konvensional juga setara dengan indutri jasa maritim sebesar 15 persen atau sekitar US$200 miliar per tahunnya.
Industri bioteknologi menyumbang potensi sebesar 14 persen dari total, kemudian sumber daya pulau-pulau kecil dengan potensi 9 persen. Potensi lainnya terdapat pada industri pengolahan ikan (7 persen), wisata bahari (4 persen), transportasi laut (2 persen), serta hutan mangrove dan perikanan tangkap yang menyumbang 1 persen.
Budaya Yang Tidak Dibudidaya. Akan?
Indonesia merupakan negara dengan kekayaan alam dan budaya yang luar biasa. Budaya yang bisa dikomersilkan menjadi satu potensi. Sektor pariwisata misalnya. Namun sayangnya, lagi-lagi potensi pariwisata belum bisa di maksimalkan menjadi pendapatan secara maksimal.
Pastinya kamu suka pantai? Dan banyak wisatawan luar menyukai tempat-tempat ini. Alasannya sederhana. “Untuk tempat berjemur bagai ikan asin di panggang matahari”. Simple saja yaa kan. Sebagai batas antara darat dan laut, banyak orang berpendapat ini merupakan ciptaan Tuhan yang paling indah. Mengapa tidak kita berikan mereka ruang untuk itu.
Kami Menanam Tetapi Mereka Pilih Impor?
Indonesia merupakan negara agraris dengan luas lahan pertanian yang tidaklah kecil, tidak pula besar karena masih impor. Namun, tetap saja produksi pertanian Indonesia masih belum di optimalkan. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor (katanya).
Alasannya: “Minimnya penggunaan teknologi, rendahnya produktivitas lahan, dan keaadaan dunia”. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki luas daratan sebesar 1,9 juta km2 “Indonesia memiliki potensi”.
Kita juga memiliki luas lahan sekitar 69 juta hektar. Lahan seluas 27 juta hektar merupakan lahan sawah yang subur dan dapat di manfaatkan sebagai sumber pertanian. Lahan sawah yang subur juga dapat di gunakan oleh para petani untuk tanam tanaman pangan, seperti: beras, jagung, kedelai, kacang-kacangan, dan lain-lain.
Jikalah memang benar beras adalah kebutuhan pokok dari masyarakat, mengapa pemerintah tidak berinvestasi besar-besaran di sektor ini. Komoditas langkah, tanam sendiri dan bukan malah beli. Pendapat kami, satu alasan yang paling ‘modis’ yang di publikasikan kala mereka tidak berpihak kepada petani, yakni: “Menjaga cadangan beras agar tidak naik”.
Sekali Lagi
Sekali lagi dan sekali lagi kita bersama-sama saling mengingatkan bahwa masih banyak potensi yang harus di kembangkan di negeri ini. Ini hanya kulit luarnya saja. Sumber Daya Mineral, masih belum sanggup kita jamah. Menjamah saja kita tidak sanggup apalagi memanfaatkannya.
Sampah yang harusnya di buang pun bisa menjadi emas berbau yang mendatangkan profit. Jadi Untuk pertama kali dan yang kedua kalinya kami berharap akan ada perubahan, walaupun perubahan itu hanya ada di tulisan, seperti Proyek-proyek Kajian demi menumpuk buku-buku di berbagai kementerian.
Salam Dyarinotescom.