Di sebuah Desa kecil yang damai, teduh lagi menyejukkan terdapat sebuah masjid tua yang menjadi tempat berkumpulnya masyarakat setempat untuk melaksanakan ibadah dan berbagi hikmah. Di sana, anak-anak terlalu bersemangat untuk bermain, walaupun itu dilakukan setelah waktu shalat selesai dilaksanakan. Namun, tindakan mereka sering kali menarik perhatian dan juga kritik dari para jamaah dewasa. “Padahal Negera kita sudah merdeka, lalu mengapa kami tak boleh bermain” kata mereka. Kami hanya ingin bermain.
[INSERT_ELEMENTOR id=”18561″]
Kami Bermain
Anak-anak dari balita hingga remaja senang bermain dengan hati gembira. Mereka memiliki semangat yang tinggi, berbagi, dan rasa ingin tahu yang besar tentang lingkungan sekitar. Setiap kali shalat berakhir, mereka berkumpul di halaman masjid untuk bermain, tertawa, dan bercerita. “Kamu kena, kejar-kejaran yuk” Namun, sayangnya, para jamaah dewasa di masjid merasa terganggu oleh kegaduhan dari suara keceriaan anak-anak ini.
Mereka sering marah-marah dengan bentakan, dan meminta anak-anak tersebut untuk pergi dan bermain di tempat lain. “Hey, bocah! Sono main yang jauh. Jangan main disini. Ini tempat ibadah” Kata para Bapak bernada mengusir. Beberapa jamaah bahkan menganggap perilaku anak-anak ini sebagai penghinaan terhadap masjid.
Apa Daya Kami Hanya Anak-Anak
Meskipun sering kali di marahi dan di usir dari halaman masjid, anak-anak tersebut tetap memiliki hati yang baik, pikiran yang jernih. Anak-anak tidak marah apalagi dendam terhadap perilaku tersebut. Mereka dengan lapang dada menerima dan mengerti untuk mencoba memahami. Mereka merasa bahwa mereka harus mencari cara agar bisa bermain tanpa mengganggu. Tanpa merusak kekhusyukan berlangsungnya ibadah.
Suatu hari, Agung, Rafi, Nico serta Jona memiliki ide brilian. “Ini baru keren” Mereka bersama teman-teman lainnya berencana membuat zona bermain yang khusus di salah satu sudut halaman masjid. Di sudut paling belakang halaman masjid. Mereka bersepakat “Kita harus menyusun tempat bermain yang ramah lingkungan” dan “tempat ini kita buat lebih sederhana tanpa menimbulkan kebisingan”.
Semua Dimulai
“Ayo kita bersemangat” Agung CS bekerja giat bersama-sama, bergotong royong merapikan zona bermain. Mereka mengecat batu-batu besar dengan warna-warna cerah, tanaman herbal, dan membuat papan aturan yang menyerukan bahwa tempat ini adalah arena bermain yang aman dan harus tertib.
Ketika para jamaah dewasa melihat usaha keras anak-anak ini, mereka merasa terharu dan sadar. Mereka mulai memahami bahwa anak-anak ini hanya ingin bermain dan mengeksplorasi dunia mereka. Yaitu dunia anak-anak. Mereka yakin, anak-anak tidak bermaksud merusak suasana ibadah di masjid.
Indah Pada Waktunya
Melihat halaman belakang yang indah dan rapi, para jamaah dewasa menjadi mendukung inisiatif anak-anak tersebut. Alhamdulillah, anak-anak tidak lagi di marahi dan tidak di usir lagi dari masjid oleh Pak Kumis. Zona bermain yang mereka rancang (menjadi tempat bermain) di sukai oleh anak-anak dari kampung lainnya juga. Keren banget.
Tempat yang dulunya biasa-biasa saja, kini memberi kesan berbeda. Lebih rapi, lebih teduh dan jadi teringat masa di mana semua pernah menjadi anak kecil. Anak-anak senang sekali karena di berikan kesempatan untuk beraktifitas dengan bebas pantas tanpa berisik dan mengganggu. Semua indah pada waktunya.
Hikmah Dibalik Hati yang Baik
Kisah ini mengajarkan kita betapa pentingnya memahami, mendukung kreatifitas anak-anak dalam menjalani fase perkembangan dan pertumbuhan. Agung, Rafi, Nico dan Jona menunjukkan bahwa dengan kebaikan hati dan kesabaran, “Kami mampu merubah pandangan orang dewasa” dan mengubah lingkungan yang lebih baik bagi semua orang.
Mereka akan selalu berdoa untuk meminta kebebasan dalam berkreasi, terlindungi hak-hak untuk bermain. Semoga, kebebasan yang mereka rasakan di saat-saat gembira membuat kita semua semakin siap dalam menjalani kebebasan. Walaupun kita sadar bahwa “Freedom isn’t free”.
Salam untuk Pak Kumis yang galak.
Salam Dyarinotescom.