Life’s Little Moments: Capturing thoughts, Healthy habits, and Connections. Embrace the moment, Join me on this journey.

Anak Akhirnya Menjadi Apa Yang Mulut Kita Ucapkan

Share:

Orang tua pastinya baik. Tidak ada satupun orang tua di dunia ini yang mau menghancurkan masa depan anaknya. Jujur saja, kadang kala kita bersikap berlebihan. Menginginkan mereka menjadi anak di mulut kita ucapkan yaitu anak yang bernilai di mata orang lain.

Anak yang terlihat keren di mata orang lain.

Anak yang berprestasi misalnya. Jika anak memiliki prestasi membuat orang tua merasa bahwa itu adalah hasil dari didikan mereka. “Ini baru anak papah. Itu baru anak mamah”. Dengan segala cara kita mendidik mereka untuk sempurna dan tanpa sadar akan perubahan yang terjadi di dalam diri si anak.

 

Hancurnya Menjadi Anak karena Dibentuk Sempurna di Mulut Kita

Ini hal yang serius. Sikap kita nyatanya dengan mudah bisa menghancurkan seorang anak, walaupun anak tersebut sempurna tapi hal itu hanya di mulut yang kita ucapkan ke tetangga dan kolega. Padahal di balik sosok yang manis tersebut, anak kita adalah seorang yang penakut, rendah diri, introvert, pemberontak, kesal dengan pelajaran dan kurang fokus.

Menurut Profesor Luar Negeri yang mengatakan bahwa dirinya ahli dalam mendidik anak, Dyarinotescom rangkum sikap dan kelakuan para orang tua yang katanya ‘berlebihan’ dan mungkin tidak kita sadari dapat ‘menghancurkan’ anak, di antaranya:


#Anak Merasa Rendah Diri – Pukul Ia Secara Fisik dan Mental

Ada banyak alasan mengapa anak menjadi rendah diri. Bisa kita bayangkan penindasan yang kita lakukan dengan cara memukul baik secara fisik maupun mental. “Begini saja kok tidak bisa”. “Lihat tuh si Budi dapat juara, mengapa kamu tidak”. Atau terkadang kita sering kali berkata “Jika tidak belajar uang jajan kamu di stop”.

Anak menjadi rendah diri jika di hujam dengan ‘buangan sampah serapah’ kita. Kritik, serangan verbal dan pukulan ‘mencubit’ yang berlebihan membuat anak merasa rendah. Apalagi jika anak tersebut tumbuh di keluarga yang kasar secara emosional.

 

#Anak Menjadi Introvert – Bicaralah Lebih Banyak

Kita para orang tua merasa suara kita harus dan patut di dengar. Kita yang benar dan ia yang salah. Padahal, tidak ada yang salah dengan anak. Faktanya bahwa tidak seorang pun di nyatakan bersalah jika ia tidak mengetahui bahwa itu salah.

Beberapa dari kita, berbicara lebih banyak dan tidak memberikan ruang yang cukup pada anak untuk berpendapat tentang apa yang mereka pikirkan, rasakan dan alami sesuai dengan batas mereka.

Memang tidak ada yang salah dengan introvert. Tapi ya namanya juga anak-anak, terkadang celotehan mereka bukan karena ingin menyindir atau mengkritik. Meraka hanya ingin tahu lebih banyak “mengapa begini, mengapa bisa begitu”dan mengutarakan kata demi kata demi eksistensi.


#Anak Menjadi Penakut – Intimidasi Berlebihan

Rasa takut dan kecemasan pada anak adalah hal yang wajar. Tetapi jika hal tersebut berlebihan tentu itu tidak baik. Intimidasi berlebihan membuat anak menjadi takut untuk melakukan hal yang sebenarnya harus mereka pelajari, lakukan dan amati.

Orang tua sangat bisa menjadi pelaku intimidasi terdekat anak. “Ihh.. ngeri, banyak momok” misalnya. Intimidasi itu seperti kejahatan yang terselubung. Apa lagi itu di lakukan oleh orang terdekat.

 

#Anak Menjadi Pemberontak – Omelan Lebih Banyak

Tidak mudah menjadi orang tua. Lebih tidak mudah lagi menjadi seorang anak. Anak yang terbelenggu dengan aturan yang tidak logis akan mencari jalan untuk keluar. Pastinya dengan cara memberontak. Ada fase di mana sang anak mencari jati dirinya.

Kata anak: “mengapa aku tidak boleh melakukan ini?”. Jika kita terus membiasakan ‘Ngomel’ terus menerus secara berulang dan berlebihan, 100 persen anak akan berontak karena ia berotak. Mereka hanya menunggu waktu yang tepat.


#Anak Bosan Belajar – Lebih Banyak Pertanyaan dan Persoalan

Seorang anak akan sangat kesal dan bosan dalam belajar, bukan karena mereka tidak pintar dan malas. Tapi karena kita memberikan ‘lebih banyak’ pertanyaan dan persoalan yang nyata-nyata itu meneruskan ambisi kita menjadikan mereka anak dimulut kita.

Pola pengajaran dari sistim Pendidikan yang kita anut memberikan standart nilai berdasarkan pada seberapa banyak mereka benar dalam mengerjakan soal. Pemahaman materi secara ‘mendalam’ jauh lebih penting dari pada memberikan mereka lebih banyak pertanyaan dan persoalan.

 

#Anak Kurang Fokus – Berikan Anak Banyak Gangguan

Anak menjadi tidak atau susah fokus boleh jadi karena ia kurang memahami atau banyak gangguan yang mereka dapatkan. Gangguan kadang kala datang dari kita para orang tua. Belum selesai mengerjakan ini, malahan di suruh mengerjakan itu. Saat makan pun orang tua sering sekali memarahi si anak.

Gangguan bisa juga di sebabkan oleh kebisingan, kurang istirahat, kurang nutrisi, dan trauma. Kebiasaan yang berulang dapat membentuk anak kurang fokus dan sikap kita hanya sebatas melepaskan sesuatu yang kita mau.

 

Perkataanmu adalah Doa mu

Pernah menjadi anak? Jadi, sudah merasa hebat menjadi orang tua? Apakah mereka sudah menjadi anak di mulutmu? Apakah kamu merasa sikap kita kepada anak sudah mencerminkan dan sesuai dengan ijazah kamu, atau malahan yang kamu lakukan, ‘menghancurkan’ meraka.

Ini bukan tentang menjadi guru untuk para suhu. Menghancurkan juga bukan berarti menjerumuskan anak ke lorong yang gelap. Ini tentang kebiasaan kita dan boleh jadi adalah suatu budaya.

Beruntungnya kita, anak-anak itu mudah memaafkan dan tidak dendam. Mereka kesal karena di marahi tetapi mereka paham bahwa suara keras kita kepada mereka, pertanda rasa sayang. Mereka memahami itu Ketika dewasa nantinya.

Anak-anak kita pada akhirnya akan menjadi apa yang di mulut kita terucap.

Salam Dyarinotescom


Related Posts:

Jangan Lewatkan

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Join Us

Bergabung Bersama Kami Menjadi Bagian Dari Komunitas Dyarinotescom

Life’s Little Moments: Capturing Thoughts, Healthy Habits, and Connections. Embrace the Moment.

Join Me On This Journey.