Mendidik Jagoan Kecil dengan Puasa. Validate and Verify!

  • Post author:
  • Post category:Parenting
  • Post last modified:Maret 18, 2025
  • Reading time:5 mins read
You are currently viewing Mendidik Jagoan Kecil dengan Puasa. Validate and Verify!

Puasa, bagi sebagian orang tua, mungkin terkesan sebagai “momok” yang menakutkan anak-anak. Bagaimana tidak, menahan lapar dan haus seharian penuh, tentu bukan perkara mudah, apalagi bagi si kecil yang sedang aktif-aktifnya. “Kasihan masih kecil tidak minum susu”, misalnya. Namun, tahukah kamu bahwa di balik tantangan tersebut, tersimpan segudang manfaat yang luar biasa bagi tumbuh kembang “jagoan kecil” kita?

Lebih dari sekadar menahan lapar dan haus, puasa dapat menjadi sarana yang paling baik dalam melatih kedisiplinan dan kejujuran, menumbuhkan nilai-nilai empati, dan memperkuat karakter anak. Dengan ‘pendekatan dan timing’ yang tepat, puasa dapat menjadi pengalaman yang menyenangkan, memori yang penuh pesan dan kesan, serta menjadi bekal berharga untuk masa depan mereka, kelak.

Yakinkan dan Buktikan!

 

Puasa Mendidik Anak Lebih Baik

Sudah saatnya bangsa ini berubah dan meninggalkan kebiasaan buruk dari warisan generasi sebelumnya. Misal, kejujuran tampaknya sulit ditemukan, terutama di kalangan pengelola negara. Generasi seperti itu wajib segera di ‘cut loss’.

“Generasi yang mewariskan beban negara kepada rakyat adalah generasi yang tidak bertanggung jawab. Bacul!” Untuk itu, kita perlu membangun generasi baru yang menjunjung tinggi nilai kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab.

Generasi baru yang palung tidak memiliki Akhlakul Karimah (أخلاق كريمة) “akhlak yang mulia”, dan Fathanah (فطانة) “cerdas, paham dan pandai. Bisa saja salah satunya anak kita! dan puasa adalah waktu yang tepat.

 

Mengapa Puasa Ramadan Adalah Waktu yang Tepat Mendidik Anak?

Sebenarnya tidak masalah juga melakukan di hari-hari biasa, “mendidik anak bisa kapan dan dimana saja”, tapi pada bulan Ramadan tentu lebih spesial karena semua orang melakukan (puasa). Satu bukti nyata di depan mata “di lihat si anak” bahwa semua muslim yang benar, melakukannya.

Puasa Ramadan adalah momentum emas untuk menanamkan nilai-nilai luhur pada ‘jagoan kecil kita’. Di bulan Ramadan, mereka belajar menahan diri dari godaan duniawi “nyolong makanan”, melatih empati terhadap sesama yang kurang beruntung “tidak cuek dan bodoh amat”, dan mengasah kesabaran dalam menghadapi tantangan “haus, lapar, dan tidak cengeng”.

Konsep self-regulation atau pengaturan diri, misalnya, menjadi semacam wejangan, di mana anak-anak belajar mengendalikan keinginan, “perilaku manja” dan emosi mereka. Lebih dari sekadar menahan lapar dan haus, puasa menjadi “character building” yang cepat, tepat, dan akurat, membentuk pribadi yang tangguh, jujur, dan peduli.

PoV-nya: Butuh bimbingan dari kita si orang tua, anak-anak akan memahami esensi puasa sebagai sarana “spiritual cleansing” atau pembersihan jiwa, menjauhkan diri dari perilaku buruk dan mendekatkan diri pada nilai-nilai kebaikan.

 

Bentuk Nyata ‘Self-Regulation’ Bisa Tertanam Saat Puasa

Puasa, lebih dari sekadar menahan lapar dan dahaga, adalah laboratorium kehidupan untuk melatih “self-regulation”. Istilah kerennya, kita sedang mengasah “executive functions” otak kita, yaitu kemampuan untuk mengendalikan “hal buruk”, merencanakan, dan mengambil keputusan yang bijak.

Dalam konteks puasa, “self-regulation” ini teruji dalam berbagai aspek, terutama kejujuran dan empati. Poin penting “Self-Regulation” dalam puasa yang dimaksud, seperti:

 

1. Mindful Eating – Kejujuran pada Diri Sendiri

Puasa melatih kita untuk “mindful eating”, yaitu makan dengan penuh kesadaran. Bukan sekadar menahan diri dari makanan dan minuman, tetapi juga jujur pada diri sendiri tentang apa yang benar-benar kita butuhkan. “Tidak serakah atau tamak”.

Saat berbuka, kita belajar mengendalikan nafsu dan menghindari balas dendam makan. Kejujuran pada diri sendiri ini meluas ke aspek lain dalam hidup, seperti mengakui kesalahan dan bertanggung jawab atas tindakan.

 

2. Emotional Agility – Mengelola Emosi Negatif

Saat berpuasa, emosi seperti marah, kesal, atau iri bisa lebih mudah muncul. Di sinilah kita melatih “emotional agility”, yaitu kemampuan untuk mengenali, menerima, dan mengelola emosi tersebut tanpa bertindak tiba-tiba aneh.

Kita belajar menahan diri dari ucapan kasar atau tindakan yang merugikan orang lain. “Emotional agility” ini sangat penting untuk membangun hubungan yang sehat dan harmonis.

 

3. Compassionate Communication – Empati dalam Berbicara

Puasa mengajarkan kita untuk lebih berempati pada orang lain, terutama mereka yang kurang beruntung. Rasa lapar dan dahaga yang kita alami mengingatkan kita pada penderitaan mereka.

Empati ini tercermin dalam “compassionate communication”, yaitu cara bagaimana berbicara yang penuh kasih sayang dan pengertian. Kita belajar mendengarkan dengan penuh perhatian, menghindari gosip atau fitnah, dan menggunakan kata-kata yang baik.

 

4. Delayed Gratification – Menunda Kesenangan

Salah satu esensi puasa adalah “delayed gratification”, yaitu kemampuan untuk menunda kesenangan demi tujuan yang lebih besar. Kita belajar menahan diri dari godaan duniawi, seperti belanja berlebihan atau menghamburkan uang untuk hal-hal yang tidak penting.

“Delayed gratification” ini melatih kita untuk lebih bijak dalam mengelola sumber daya dan fokus pada prioritas yang sebenarnya.

 

5. Prosocial Behavior – Meningkatkan Kepedulian Sosial

Puasa mendorong kita terutama pada anak untuk meningkatkan “prosocial behavior”, yaitu tindakan yang bermanfaat bagi orang lain. Kita lebih terdorong untuk berbagi, bersedekah, dan membantu mereka yang membutuhkan.

“Prosocial behavior” ini tidak hanya memberikan manfaat bagi orang lain, tetapi juga bagi diri kita sendiri. Banyak ahli mengatakan bahwa jika: seseorang gemar membantu orang lain, cenderung lebih bahagia dan sehat secara mental.

 

Jagoan Kecil Berpuasa, Dahsyatnya Perubahan Luar Biasa!

Dengan berpuasa, para jagoan kecil kita tidak hanya melatih kesabaran dan pengendalian diri, tetapi juga menumbuhkan rasa empati dan simpati, kejujuran yang terarah, dan kepedulian terhadap sesama. Semoga melalui tarbiyah Ramadan ini, mereka menjadi generasi ulul albab yang cerdas secara intelektual dan emosional.

Ingat-nya: Barang siapa yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir, hendaklah ia jujur dan berkata baik. Bimbing mereka (generasi muda) untuk selalu berkata dan berbuat yang baik, menebar manfaat, dan berani berbuat, karena bisa jadi ia orang yang terpilih untuk membawa perubahan di Negeri ini.

 

Salam Dyarinotescom.

 

Tinggalkan Balasan