Life’s Little Moments: Capturing thoughts, Healthy habits, and Connections. Embrace the moment, Join me on this journey.

Logical Fallacy: Kesalahan Penalaran yang Tampaknya Masuk Akal

Share:

Pernahkah kamu merasa yakin akan suatu argumen 🤔, padahal setelah kita pikir ulang 100x, ternyata ada yang janggal? “Waah, salah ini!” Itulah yang sering terjadi ketika kita terjebak dalam Logical Fallacy atau kesesatan berfikir. Tersesat dalam penalaran seringkali datang dengan ‘begitu halus’, tampak masuk akal, namun sebenarnya mengandung celah logis yang mengarah pada kesimpulan keliru.

Di era informasi yang serba cepat, benar, kita dibanjiri oleh beragam opini nyentrik dan argumen nyeleneh. Sayangnya, tidak semua informasi yang kita terima akurat dan logis. Banyak di antaranya mengandung kesesatan berpikir (logical fallacy) yang membuat kita sulit membedakan “mana yang fakta, mana yang fiksi, dan mana pula yang menipu”

Kita sebagai kosumen informasi aktif, harus memahami kesesatan berfikir tersebut. Dan ini penting! Btw, artikel ini kami susun teruntuk kamu yang pintar tapi bodoh. Tenang! Bodoh itu bisa dimaafkan kok.

 

Logical Fallacy Itu Buruk

Bayangkan kamu sedang mengikuti petunjuk dalam sebuah peta yang ternyata salah. Kamu terus dan teruss berjalan ke arah yang salah pula, meskipun yakin bahwa kita sedang menuju ke arah yang benar. Kesalahan dalam penalaran, seperti peta yang salah, membawa kita pada kesimpulan yang membagongkan, meskipun kita merasa “Aku pikir, aku benar!”

Ternyata tidak!

 

Ketahuilah Jebakan Penalaran Itu

Langkah pertama adalah mengenali jebakan-jebakan berpikir yang sering kita alami. Kesesatan berpikir (logical fallacy), begitulah para ahli menyebutnya, merupakan salah satu jenis jebakan manipulasi. Dengan memahami berbagai jenis kesesatan berpikir, seperti ad hominem, misalnya, kita dapat lebih waspada terhadap informasi yang kita terima dan membuat keputusan yang lebih baik.

Langsung saja, Open The Door, please:

 

1. Ad Hominem: Serang Orang, Bukan Argumennya

Pernah debat di media sosial terus malah nyerang pribadi lawan? Itu dia contoh klasik ad hominem. Jadi, daripada kita ribet-ribet bahas isi argumennya “yang kitanya kurang paham juga”, mending kita sibuk ngomongin kekurangan atau latar belakang orangnya.

Misalkan:

“Jangan percaya sama dia, dia kan tukang bohong. Lihat saja mukanya kaya begitu, jelek”, Atau “Kamu gak akan bisa mengerti, kamu kan belum pernah ngalamin itu.”, bisa juga, “Dia mah gitu, sotoy, orangnya tidak bisa diajak kerja sama.”

 

2. Straw Man: Ngarang Versi Jelek dari Argumen Lawan

Mendistorsi Argumen Lawan.

Sebuah taktik dalam berargumen di mana seseorang sengaja menyimpang dari argumen asli lawan dan menggantinya dengan argumen yang lebih mudah diserang. Ini seperti membangun patung jerami (straw man) yang lemah, lalu membantingnya dengan mudah. Tujuannya adalah untuk membuat argumen lawan terlihat tidak masuk akal atau konyol.

Misalkan:

“Vaksinasi penting untuk membentuk kekebalan komunitas dan melindungi kelompok rentan.” Straw man berkata: “Jadi, kamu mau pemerintah menanamkan chip ke dalam tubuh kita lewat vaksin?”, atau

Satu argumen tentang: “Kita perlu mengurangi penggunaan bahan bakar fosil untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.” Straw man: “Jadi, kamu mau kita kembali ke zaman batu dan hidup tanpa listrik?”

“Kita perlu meningkatkan pengawasan terhadap media sosial untuk mencegah penyebaran hoaks.” Tegas Straw man: “Jadi, kamu mau pemerintah membungkam kebebasan berbicara?”

 

3. False Dilemma: Dibuat-buat Pilihan yang Serba Salah

Dilema Palsu itu fokus Membatasi Pilihan Kita.

Trik manipulatif yang membuat kita berpikir bahwa kita hanya memiliki dua pilihan yang saling bertentangan, padahal sebenarnya ada banyak opsi lain yang mungkin lebih baik. Dengan membatasi pilihan kita, kita dipaksa untuk memilih salah satu dari dua opsi yang tidak ideal.

Biasanya, pilihan yang disajikan selalu dikotomiskan menjadi dua kutub yang berlawanan. Tidak ada pilihan tengah dan tidak ada opsi ketiga atau solusi kompromi yang ditawarkan. Pilihan yang disajikan pun seringkali ekstrem dan tidak realistis.

Misalkan:

“Kamu harus memilih antara ekonomi yang kuat atau lingkungan yang bersih.” Padahal, banyak kebijakan yang bisa menyeimbangkan keduanya. Atau bisa juga “Kamu harus pintar atau cantik.” Padahal, kecerdasan dan kecantikan bukan satu-satunya ukuran keberhasilan seseorang.

 

4. Appeal to Authority: Karena Kata Pakar, Jadi Bener

Membenarkan sesuatu hanya karena itu kata ahli? OMG. “Kebodohan yang menjadi”.

Ketika kita menerima suatu pernyataan sebagai kebenaran mutlak hanya karena disampaikan oleh seseorang yang dianggap berwenang atau ahli dalam bidang tersebut. Kita cenderung percaya begitu saja tanpa mempertanyakan lebih lanjut bukti-bukti yang mendukung pernyataan tersebut.

Misalkan:

“Karena dokter bilang, obat ini pasti bagus.”, bisa juga dengan “Herbalife digunakan oleh banyak atlet profesional.” atau “Buku ini ditulis oleh seorang profesor, jadi pasti isinya benar.”

 

5. Slippery Slope: Satu Langkah Jadi Jurang

“Satu langkah tapi arahnya ke jurang neraka!”.

Jenis kesesatan logika di mana kita berasumsi bahwa jika kita mengambil satu langkah kecil, maka kita akan tergelincir ke dalam serangkaian peristiwa yang tak terkendali dan berakhir pada konsekuensi yang sangat buruk. Ini seperti bola salju yang menggelinding semakin besar dan akhirnya menjadi longsoran salju yang dahsyat.

Misalnya:

“Jika kita melegalkan ganja, maka selanjutnya kita akan melegalkan semua jenis narkoba.” atau dalam pendidikan: “Jika kita mengizinkan siswa membawa ponsel ke sekolah, maka mereka akan kecanduan gadget dan tidak akan belajar lagi.” atau bisa juga: “Jika kita mengembangkan kecerdasan buatan, maka robot akan mengambil alih pekerjaan kita dan menguasai dunia.”

 

6. Hasty Generalization: Kesimpulan Terburu-buru

Ini seperti langsung melompat ke kesimpulan.

Kesalahan dalam berpikir di mana kita membuat kesimpulan yang terlalu luas berdasarkan sedikit contoh atau bukti yang tidak representatif. Ini seperti mengambil satu potong kue dan langsung menyimpulkan bahwa seluruh kue itu rasanya sama.

Misalkan:

“Saya melihat wasit yang tidak jujur dari negara X, berarti semua orang dari negara X pasti gak jujur.” Atau bisa juga katika kita memprediksi: “Saham perusahaan ini naik kemarin, berarti akan terus naik.”

 

7. Circular Argument: Muter-muter di Tempat

Argumen ini seperti ular yang lagi makan ekor sendiri.

Berputar-putar di tempat. Jenis kesalahan logika di mana kesimpulan yang ingin dibuktikan justru digunakan sebagai premis untuk membuktikan kesimpulan itu sendiri. Ini seperti mencoba membuktikan bahwa langit berwarna biru dengan mengatakan, “Langit berwarna biru karena langit itu berwarna biru.” Argumen ini tidak memberikan bukti baru atau informasi tambahan, melainkan hanya mengulangi pernyataan yang sama dalam bentuk yang berbeda.

Misalkan:

Ketika itu di pakai pada pembenaran kebiasaan: “Saya malas berolahraga karena saya tidak punya energi, dan saya tidak punya energi karena saya malas berolahraga.” Atau ketika itu soal Etika: “Tindakan itu benar karena sesuai dengan moralitas, dan moralitas itu benar karena tindakan itu sesuai dengannya.”

 

8. Post Hoc Ergo Propter Hoc: Karena Setelah, Berarti Karena

“Kesalahan dalam menarik kesimpulan sebab-akibat.”

Post Hoc adalah kesalahan logika yang sering kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Kesalahan ini terjadi ketika kita secara otomatis menyimpulkan bahwa suatu peristiwa yang terjadi setelah peristiwa lain pasti di sebabkan oleh peristiwa pertama. Padahal, korelasi (hubungan) belum tentu berarti kausalitas (sebab akibat).

Misalkan:

Kepercayaan masyarakat terhadap jimat: “Setiap kali saya memakai kalung ini, saya selalu mendapatkan nilai bagus. Jadi, kalung ini membawa keberuntungan.” Atau superstisi tentang angka: “Saya selalu menghindari angka 13 karena setiap kali ada peristiwa buruk, tanggalnya selalu mengandung angka 13.”

 

9. Bandwagon Fallacy: Ikutan Aja, Biar Gak Ketinggalan

Bandwagon fallacy adalah kesalahan dalam berpikir di mana kita melakukan sesuatu atau percaya pada sesuatu hanya karena banyak orang lain melakukannya. Kita terbawa oleh arus popularitas tanpa mempertimbangkan kebenaran atau manfaat dari tindakan atau keyakinan tersebut. Ibarat naik kereta band, kita ikut naik karena semua orang naik, tanpa peduli ke mana kereta itu akan membawa kita.

Misalkan:

“Semua teman-teman saya memakai sepatu merek itu, jadi saya harus beli juga.” Atau ketika itu terkait satu produk: “Produk ini pasti bagus karena banyak iklannya di TV.”. Bisa juga karena Opini: “Semua orang bilang politikus A itu korup, jadi dia pasti korup.”

 

10. Red Herring: Mengalihkan Perhatian

Mengalihkan perhatian dari masalah utama.

Sebuah trik atau taktik yang digunakan dalam argumen untuk mengalihkan perhatian dari isu utama yang sedang dibahas. Ibarat pesulap yang mengalihkan perhatian penonton dari tangannya yang melakukan trik utama, red herring menyajikan informasi yang tidak relevan untuk mengaburkan fokus diskusi. Tujuannya bisa untuk menghindari pertanyaan sulit, memenangkan argumen, atau sekadar membingungkan lawan bicara.

Misalnya:

“Kamu bilang saya salah, tapi kamu juga pernah melakukan hal yang sama.” Atau ketika itu terdapat pada iklan: “Produk kami terbuat dari bahan alami. Jadi, Anda tidak perlu khawatir tentang efek sampingnya, meskipun rasanya agak pahit.”

 

Masuk Akal Tapi Salah

Sudah gila sih, ya? Sekarang ini, ada banyak iklan ngelabui kita dengan cara-cara yang gak etis banget. “menurut kami.” Mereka menggunakan trik-trik aneh untuk membuat kita ingin membeli barang yang sebenarnya tidak kita butuhkan. Terus, ada lagi tuh teori konspirasi yang seperti virus, menyebar dengan cepat, karena kita mudah sekali sekali percaya dan di pengaruhi.

Intinya, kita harus lebih waspada agar tidak gampang mereka kibuli.

Coba perhatikan klaim iklan yang terlalu mutlak, kata-kata seperti “selalu”, “pasti”, “tidak pernah”, seringkali menandakan adanya generalisasi yang berlebihan. Mereka juga mencoba dengan mencari bukti yang mendukung, dan kadang memicu emosi, seperti rasa takut, keinginan, atau kebanggaan.

Lihat juga,

Teori Konspirasi tentang Pendaratan di Bulan.

Benar ada kesalahan, Post hoc ergo propter hoc (karena setelah, berarti karena) dan Ad hoc (alasan tambahan yang di buat-buat). Yang heboh saat ini, Rekaman video pendaratan di bulan terlihat aneh, bayangannya tidak konsisten. Pasti itu semua direkayasa di studio. Karena ada beberapa hal yang di anggap aneh dalam rekaman, maka langsung di simpulkan bahwa: “seluruh peristiwa pendaratan adalah rekayasa.” Padahal, banyak penjelasan ilmiah yang masuk akal untuk fenomena tersebut.

Seberapa jelas itu kita katakan fakta atau hanya manipulasi yang mereka goreng, bagaimana cara melindungi diri dari Kesesatan berpikir (logical fallacy)?

 

Melindungi Diri dari Logical fallacy

Kita semua pernah kan mengalami kepo dengan sesuatu, terus percaya begitu saja dengan informasi yang kita dapetkan. Nah, itu dia yang namanya terjebak dalam asmara kesesatan berpikir. Tapi tenang, ada beberapa cara agar kita bisa lebih kritis dan tidak mudah tertipu. Apa itu?

 

1. Jangan langsung percaya dan Cek faktanya

Sebelum kamu langsung percaya begitu aja dengan berita yang lagi viral, mendingan cek dulu kebenarannya deh! Zaman sekarang kan gampang banget buat cari tahu. Banyak aplikasi dan website yang bisa bantu kita membedakan mana fakta, mana hoaks. Jadi, jangan jadi korban berita bohong.

 

2. Jangan terbawa emosi dan Perhatikan bahasa yang dipakai

Lagi baper atau lagi kesel? Tahan dulu dong sebelum langsung percaya dengan semua statement yang ada. Jika lagi emosi, kita jadi gampang kebablasan dan percaya sama hal-hal yang sebenarnya tidak-tidak masuk akal. Jadi, mendingan tenangkan diri dulu, ambil afas, minum segelas air putih, baru deh cari tahu yang bener.

 

3. Jangan takut untuk bertanya dan Cari tahu siapa yang menyebarkan informasi

Di balik setiap celotehan, seringkali mengandung makna dengan menitipkan kepentingan tertentu. Jangan sampai kamu di manfaatkan dan di permalukan untuk menyebarkan berita bohong. Selalu kritis terhadap sumber informasi dan jangan ragu untuk mencari tahu siapa yang di untungkan dari penyebaran informasi tersebut.

 

POV: Latih kemampuan berpikir kritis

Sama seperti kita belajar berenang dengan berlatih terus-menerus, kemampuan berpikir kritis juga perlu di asah setiap hari. Semakin sering kita berlatih, semakin mahir kita membedakan mana informasi yang layak di percaya dan mana yang hanya sekadar bualan. Bayangkan, jika kita tidak pernah belajar berenang, tentu kita akan kesulitan berenang di lautan informasi yang luas ini.

 

Logical Fallacy, Kesalahan Penalaran yang Diaminkan

Mengenali kesalahan penalaran adalah langkah awal yang baik terutama bagi kamu kamu muda yang giat-giatnya mencari. “Untuk apa, bagaimana, dan kemana arahnya?” Namun, pemahaman semata tidaklah cukup. Kita perlu menerjemahkan pemahaman tersebut menjadi tindakan nyata.

Tapi sayangnya kesalahan penalaran yang ada di masyarakat, di aminkan berpuluh-puluh tahun. “Makin bodoh, makin mudah di tipu”

Sebenarnya, dengan aktif mencari berbagai sumber informasi yang kredibel, mempertanyakan bukti dan asumsi, serta berani menyatakan pendapat yang berbeda, kita turut serta dalam membangun daya nalar yang lebih cerdas dan kritis. “Tularkan itu kepada masyarakat!”

Ingatlah, kebenaran tidak selalu populer, tetapi kebenaranlah yang akan membebaskan kita dari kebodohan.

 

Salam Dyarinotescom.

Related Posts:

Jangan Lewatkan

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Join Us

Bergabung Bersama Kami Menjadi Bagian Dari Komunitas Dyarinotescom

Life’s Little Moments: Capturing Thoughts, Healthy Habits, and Connections. Embrace the Moment.

Join Me On This Journey.