Setiap butir nasi yang kita makan, setiap tetes air yang kita minum, mengandung keberkahan. Sayangnya, banyak generasi muda saat ini, kurang menyadari hal itu. Mereka sering membuang-buang makanan, terutama nasi, saat makan siang. Tanpa berpikir panjang, mereka memperlakukan makanan bagai ‘mainan’. Padahal, di luar sana masih banyak anak-anak yang kelaparan dan menderita. Satu butir nasi saja dapat membuat dunia menangis karena sangat bersyukur, apalagi bagi mereka yang kekurangan.
Sebuah ironi pahit melanda dunia.
Meskipun lebih dari 1 miliar metrik ton makanan terbuang sia-sia setiap hari, hampir 800 juta orang masih hidup dalam kelaparan. Laporan PBB menunjukkan bahwa sekitar seperlima dari total produksi makanan dunia berakhir di tempat sampah, terutama berasal dari rumah tangga, restoran, dan sektor ritel. Sungguh menyedihkan kelakukan manusia.
Apa yang terjadi dengan kebiasaan kita saat ini?
Apakah setiap suapanmu terasa begitu sepele sehingga tidak ada nilai sama sekali? Atau kamu benar-benar tidak peduli “bodoh amat!” dengan jutaan orang yang kelaparan di luaran sana?
Untuk kamu yang merasa berkecukupan,
Table of Contents
Toggle
Mari Bercerita 😁
Pernahkah kamu melihat betapa bersyukurnya anak kecil saat menikmati makanannya? Bahkan anak sekecil itu memahami betapa berharganya setiap suapan. Sebagai orang dewasa yang mampu memahami “mana yang baik dan tidak!”, seharusnya kita bisa lebih menghargai rezeki yang kita miliki dan mencontohkan sikap tersebut kepada orang lain.
Dengan basa-basi secukupnya, berikut ini adalah sebuah kisah singkat yang dapat menginspirasi kita semua:
Nasi Sebiji, Dunia Bersedih
Dina (Nama teman SMP ku kala itu, yang jika dipanjangkan menjadi Diana) sedang duduk termenung di meja makan, menatap sisa nasi di piringnya yang masih cukup banyak. Ia menghela napas panjang “Huuuu…“ Tiba-tiba, ia teringat dengan satu berita di televisi beberapa waktu lalu. Sepenggal video tentang anak-anak kecil dengan perut buncit membesar karena kekurangan gizi, membuatnya merasa bersalah dan bersedih.
Bagaimana bisa aku menyia-nyiakan makanan sebanyak ini, sementara di luar sana masih banyak orang kelaparan?
“Sayang, kenapa nasi kamu tidak habis?” tanya Ibu dengan lembut.
Dina menggeleng pelan. “Maaf, Bu. Aku kenyang.”
“Jangan dibiarkan ya, sayang. Buang-buang makanan itu adalah dosa.”
Dina mengangguk patuh, namun rasa bersalah tetap menghantuinya. Kebiasaan buruknya membuang makanan memang sudah sering diingatkan oleh orang tuanya, namun ia selalu saja mengulanginya.
Di sekolah,
Dina melihat banyak teman-temannya yang melakukan hal yang sama. Mereka seringkali hanya mengambil makanan dalam porsi besar, lalu menyisakannya dan dibuang begitu saja. Seperti tidak ada nilai makanan dari makanan tersebut. Padahal, mereka harus memiliki tubuh yang sehat dan tidak kekurangan makanan.
“Kenapa ya, banyak banget orang yang nggak menghargai makanan?” gumam Dina dalam hati.
Suatu hari, seorang guru mengajak kelas Dina untuk melakukan kegiatan sosial. “Btw, kapan terakhir kamu ke panti asuhan?”.
Lanjut 😁
Mereka mengunjungi sebuah panti asuhan di pinggiran kota. Di sana, Dina alias Diana, melihat betapa anak-anak panti asuhan, begitu antusias menyantap makanan yang diberikan. Mereka makan dengan lahap, seolah-olah makanan itu adalah harta yang sangat berharga.
Melihat pemandangan itu, hati Dina semakin terenyuh. Ia merasa sangat bersalah atas perbuatannya selama ini. “Sudah pernah melihat anak kecil menyesal! 😥” Sejak saat itu, Dina bertekad untuk mengubah kebiasaan buruknya. Ia mulai membiasakan diri untuk mengambil makanan secukupnya dan menghabiskan semuanya.
Tentu, Dina juga mengajak teman-temannya untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan sosial. Mereka menyisihkan makanan dari kantin sekolah dan membagikannya kepada orang-orang yang membutuhkan.
“Jika kita semua di dunia ini, bisa mengurangi pemborosan makanan, pasti banyak orang yang bisa kita bantu,” kata Dina kepada teman-temannya.
“Menyalaaa Dina!” Teman-temannya pun setuju dengan ide Dina. Mereka mulai menyadari betapa pentingnya menghargai makanan.
Untuk Setiap anak muda di Indonesia
Bayangkan jika setiap anak muda di Indonesia, yang jumlahnya jutaan, hanya membuang satu butir nasi saja setiap kali makan. Angka satu butir mungkin terlihat sepele, namun jika dikali dengan jumlah anak muda dan frekuensi makan sehari-hari, maka jumlah nasi yang terbuang akan sangat mencengangkan.
Tapi yang kita lihat, tumpukan nasi terbuang sia-sia didepan mata.
Padahal, setiap butir nasi yang kita sia-siakan adalah rezeki yang sangat berarti bagi saudara-saudara kita yang kelaparan. Dengan satu butir nasi saja, kita bisa membantu mereka bertahan hidup. Apalagi jika itu setengah porsi jatah makan siang kita.
Bisa makin baik👍
Jika semua berkomitmen, dan merasa menjadi manusia yang yakin bahwa “aku akan mati suatu hari nanti”, kurangi pemborosan makanan, jangan menipu atau mencurangi teman, berbagilah dengan sesama, dan jangan jadi beban.
Jika kamu lakukan hal tersebut, maka kita telah berkontribusi dalam menciptakan dunia yang lebih baik.
Kebiasaan Membuang Makanan, Ancaman Besar bagi Dunia
Setiap butir nasi yang terbuang adalah sebuah suara yang terabaikan, sebuah jeritan dari mereka yang kelaparan. Kebiasaan membuang makanan bukanlah masalah sepele, melainkan ancaman serius bagi keberlangsungan hidup manusia. Kita semua memiliki peran dalam mengatasi masalah ini.
😎 Mulai dari kamu sendiri!
Kita bisa mengurangi porsi makan, membagi makanan kepada yang membutuhkan, dan lebih bijak dalam memilih makanan. Selain itu, kita juga bisa mengajak keluarga, teman, dan circle kita, untuk bersama-sama mengurangi pemborosan makanan.
Sadar-nya:
Setiap butir nasi berharga, bukan sekadar sampah yang sia-sia. Dengan kesadaran dan tindakan, kita dapat menciptakan dunia dengan berbagi, di mana setiap orang memiliki akses terhadap makanan yang cukup dan bergizi.
Salam Dyarinotescom.