Siapa coba yang gak suka self-reward setelah berjibaku dengan rutinitas sehari-hari? Beli kopi kekinian, langganan streaming film, atau sesekali makan enak di luar jadi oase di tengah penatnya hidup. Awalnya sih “kecil ini mah”, sebagai bentuk apresiasi diri. Tapi, sadar gak sadar, kebiasaan ini bisa jadi C4 yang siap meledakkan isi dompet. Inilah yang namanya lifestyle creep, sebuah fenomena di mana pengeluaran kita perlahan tapi pasti jadi meningkat, seiring dengan kenaikan pendapatan.
Fenomena lifestyle creep ini ibarat air bah yang datangnya perlahan, namun dampaknya bisa menghanyutkan.
Benar 💯persen, kita mungkin merasa berhak menikmati hasil kerja keras, dan memang tidak ada yang salah dengan itu. Namun, tanpa kontrol diri yang kuat, self-reward yang awalnya bertujuan memanjakan diri justru bisa menjerat kita dalam gaya hidup yang sebenarnya belum sepenuhnya mampu kita tanggung. Alhasil, alih-alih merasa lebih bahagia, kita malah dihantui kekhawatiran soal kondisi keuangan di masa depan.
Affordable Jadi Affluent (Semu): Waspadai Lifestyle Creep!
Bagaimana sih lifestyle creep ini bisa terjadi?
Biasanya, semuanya berawal dari peningkatan kecil dalam kemampuan finansial. Misalnya, ketika gaji naik atau mendapatkan bonus, kita cenderung berpikir, “Ah, sekali-kali nggak apa-apa lah.” Yang tadinya cuma beli kopi sachet di rumah, jadi langganan kopi kekinian setiap hari. Yang dulunya nonton di laptop, jadi upgrade TV layar lebar dan langganan berbagai platform streaming. Awalnya terasa affordable, masih dalam batas kemampuan.
Hihi ada yang related gak sih?
Lanjut…
Dan ternyata tanpa disadari, akumulasi dari pengeluaran-pengeluaran kecil ini lama-kelamaan membentuk gaya hidup yang lebih mewah. Kita jadi terbiasa dengan comfort zone baru ini. Ketika ada sedikit rezeki lebih, bukannya dialokasikan untuk investasi atau tabungan masa depan, justru digunakan untuk meningkatkan lagi standar gaya hidup.
Inilah jebakan affluent (kaya) semu.
Kita merasa sudah mapan layaknya “Sultan!” karena bisa menikmati berbagai fasilitas dan hiburan, padahal sebenarnya peningkatan pengeluaran ini tidak sebanding dengan pertumbuhan aset atau investasi jangka panjang.
Terjebak dalam ilusi kemakmuran sesaat.
Biar Gak Jadi Korban Lifestyle Creep: Kenali Cirinya!
Pernahkah kamu merasa ada yang aneh dengan pengeluaran bulananmu, padahal gajimu terasa “gitu-gitu aja”? Di sinilah letak uniknya fenomena lifestyle creep di Indonesia. Ia hadir begitu dekat, membaur dalam rutinitas sehari-hari, sampai-sampai kita seringkali miss the memo.
Ibarat air tenang yang menghanyutkan, tanpa disadari kebiasaan-kebiasaan kecil yang awalnya tampak sepele, diam-diam mengikis stabilitas finansial kita. Coba deh, kenali lebih dekat “teman dekat” lifestyle creep yang mungkin sedang kamu pelihara.
Dulu, nongkrong asyik itu cukup di warung kopi pinggir jalan, sekarang agenda rutinnya pindah ke kafe instagramable dengan menu dan suasana yang bikin dompet menjerit. Baru saja menggenggam smartphone keluaran terbaru, godaan upgrade model berikutnya sudah melambai-lambai, padahal yang lama masih oke banget.
Belanja online?
Jangan tanya! Notifikasi promo dan kemudahan paylater sukses membuat keranjang belanja virtual tak pernah sepi, paket pun datang silih berganti. Liburan pun berevolusi, dari sekadar staycation di kota sendiri, kini jadi agenda wajib ke destinasi eksotis.
Belum lagi langganan berbagai layanan digital yang menumpuk, dari musik, film, game, hingga penyimpanan awan, padahal seringkali hanya jadi pajangan di layar. Dan yang tak kalah sering terjadi, kebiasaan memesan makanan online atau makan di restoran kini lebih dominan ketimbang repot memasak di rumah.
Jika beberapa “teman dekat” ini terasa familiar, hati-hati! Bisa jadi kamu sedang tanpa sadar menjadi “korban” manis dari lifestyle creep.
Kena Lifestyle Creep? Ini Jurus Biar Gak Boncos!
Memang, nasi sudah menjadi bubur jika kita baru menyadari jebakan lifestyle creep setelah semuanya terlanjur. Namun, jangan khawatir! Jika kamu merasa sudah terindikasi. Kabar baiknya adalah belum terlambat untuk melakukan reboot finansial. Berikut beberapa jurus ala Dyarinotescom yang bisa kita gunakan agar dompetmu tidak terus-terusan boncos.
Seperti:
1. Lakukan Financial Check-Up
Mulailah dengan mengevaluasi seluruh pengeluaranmu. Buat catatan detail ke mana saja uangmu pergi setiap bulan. Dengan begini, kamu bisa mengidentifikasi pos-pos pengeluaran yang tidak esensial atau terlalu besar.
2. Buat Budgeting yang Ketat
Setelah tahu ke mana uangmu mengalir, susun anggaran bulanan yang realistis. Alokasikan dana untuk kebutuhan pokok, tabungan, investasi, dan self-reward dengan porsi yang bijak. Disiplin dalam mengikuti anggaran adalah kunci.
3. Bedakan Needs dan Wants
Ini adalah critical thinking dalam pengelolaan keuangan. Tanyakan pada diri sendiri, apakah pengeluaran ini benar-benar kebutuhan atau hanya sekadar keinginan sesaat karena FOMO (fear of missing out) atau pengaruh social media.
4. Prioritaskan Financial Goals
Ingatlah tujuan keuangan jangka panjangmu, seperti membeli rumah, mempersiapkan dana pensiun, atau bebas dari utang. Jadikan tujuan ini sebagai motivasi untuk menahan diri dari pengeluaran konsumtif yang berlebihan.
5. Terapkan Prinsip Mindful Spending
Sebelum membeli sesuatu, tanyakan pada diri sendiri: “Apakah saya benar-benar membutuhkan ini?”, “Apakah ada alternatif yang lebih terjangkau?”, dan “Apakah pembelian ini sesuai dengan value yang saya anut?”.
Utamanya: Downsizing Lifestyle Jika Perlu.
Jika memang pengeluaran sudah terlanjur membengkak, jangan ragu untuk melakukan downsizing gaya hidup. Misalnya, mengurangi frekuensi makan di luar, memilih platform streaming yang paling sering digunakan, atau menunda upgrade gadget.
Self-Care Gak Harus Mahal!
Ingat-nya: Self-care dan memberikan apresiasi pada diri sendiri itu penting, tapi tidak harus selalu identik dengan pengeluaran yang mahal. Menikmati waktu luang bisa dilakukan dengan cara sederhana dan tetap menyenangkan, seperti berolahraga, membaca buku, atau menghabiskan waktu bersama orang-orang terdekat.
Benar kata mereka: “Saeutik ge cukup, asal berkah. Loba ge mun teu berkah mah moal matak tenang.” – Sedikit juga cukup, asalkan berkah. Banyak juga kalau tidak berkah tidak akan membuat tenang.
Dan kami pun setuju untuk: “Ojo gumedhe yen lagi nduweni, ojo nglokro yen lagi ora nduwe.” – Jangan besar kepala ketika sedang punya, jangan bersedih hati ketika sedang tidak punya.
PoV-nya: Jangan sampai self-reward yang awalnya bertujuan membahagiakan “diri, orang tua, dsb” justru menjerumuskan kita pada masalah finansial, atau malah amit-amit membuat kesehatan menjadi buruk. Kendalikan diri, prioritaskan kebutuhan, dan bijaklah dalam mengelola keuangan. Dengan begitu, kita bisa menikmati hidup tanpa harus khawatir dompet jadi awut-awutan.
Salam Dyarinotescom.