Literasi Emosi: Memahami, Mengelola, dan Mengekspresikan

  • Post author:
  • Post category:Did You Know
  • Post last modified:Desember 4, 2024
  • Reading time:8 mins read
You are currently viewing Literasi Emosi: Memahami, Mengelola, dan Mengekspresikan

Apa yang membuat kita bisa TikTok-an dengan orang lain? Mengapa beberapa orang mampu menghadapi tekanan dengan tenang, sementara yang lain mudah terbakar emosi? Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini terletak pada literasi emosi. Kuncen untuk membuka pintu dalam memahami diri dan menjalin koneksi yang lebih berarti.

Dengan literasi emosi, kita dapat mengelola ketakutan, merasa tidak sendiri, percaya bahwa semua baik-baik saja dan bisa jadi, mendukung beberapa keputusan yang lebih baik. Selain itu juga, memungkinkan untuk membangun empati kepada orang lain, sehingga dapat berkomunikasi dan memecahkan konflik pada jalur damai.

Fun Fact-nya: Bukan hanya tentang mengendalikan emosi negatif, tetapi juga tentang menghargai dan merayakan emosi positif.

 

Literasi Emosi

Sama seperti kita dulu, saat mulai belajar membaca dan menulis. Literasi emosi mengajarkan kita untuk juga “membaca” dan “menulis” bahasa perasaan. Mendekodekan sinyal-sinyal yang dikirimkan oleh tubuh dan pikiran kita, untuk segera kita pahami, kontrol, baik diri sendiri maupun orang lain.

Bayangkan jika kita punya semacam: ‘kamus emosi’ 🤔, di mana kita dapat mencari arti dari setiap gestur, dan juga perasaan. Tentunya, kita dapat merespons emosi dengan cara yang lebih adaptif. Dan, boleh jadi itu bisa sebagai investasi jangka panjang dengan manfaat besar bagi kehidupan optimal.

Lalu bagaimana memiliki:

 

Kemampuan Memahami Emosi

Kemampuan memahami ‘literasi emosi’ bisa kita lakukan dengan menjalin hubungan yang baik pada diri sendiri ataupun orang lain. Ini bukan sekadar menempelkan satu label, seperti “Gue lagi senang nih” atau “sedih, kasihan deh aku”, tetapi melibatkan pemahaman tentang penyebab, intensitas, dan nuansa emosi yang bisa saja itu ribetnya bukan main 😯.

Misalnya, ketika merasa sedih, kita tidak hanya berhenti pada “sedih”-nya doang. Kita harus berusaha menggali lebih dalam: “Apa yang sebenarnya membuat kita sedih?”, “Seberapa dalamkah kesedihan ini?”, “Apa yang bisa aku lakukan untuk mengatasi-nya?”.

Dengan pemahaman yang lebih, kita dapat memberikan respons yang lebih tepat terhadap emosi tersebut. Bisa saja dengan mencari dukungan dari orang lain, melakukan aktivitas yang menyenangkan hati, atau sekadar meluangkan waktu untuk “Me-time” gitu sembari merenung.

 

Bagaimana mengenali emosi orang lain?

Mengamati bagaimana bahasa tubuh, ekspresi wajah, dan nada suara seseorang untuk menebak perasaan mereka. Misalnya, ketika melihat seorang teman yang terlihat murung, kita mungkin akan bertanya, “Ada apa gerangan?”. Satu kalimat singkat yang membuka ruang berbagi.

Maksud dari bahasa tubuh, ekspresi wajah, dan nada suara?

 

Bahasa tubuh

Satu gerakan layaknya bahasa tubuh, postur, gestur, dan kontak mata dapat menjadi jendela bagi pikiran dan perasaan seseorang. Setiap gerakan, baik yang disadari maupun tidak, dapat memberikan petunjuk tentang apa yang sedang mereka alami.

Misalnya saja:

  1. Gugup

Selain menggoyangkan kaki atau tangan, seseorang yang gugup mungkin juga menghindari kontak mata, sering menelan ludah, atau meremas-remas benda di tangannya. Postur tubuhnya cenderung bungkuk dan kaku.

  1. Percaya diri

Selain berdiri tegak dengan bahu terbuka, orang yang percaya diri seringkali memiliki gestur yang tegas dan jelas. Mereka mungkin akan menggunakan tangan mereka untuk menggarisbawahi poin penting saat berbicara, atau menjaga kontak mata yang stabil.

  1. Bosan

Seseorang yang merasa bosan mungkin akan menguap, menggeliat, atau memainkan benda-benda di sekitarnya. Kontak matanya akan sering beralih, dan postur tubuhnya akan cenderung santai atau bahkan sedikit lunglai.

  1. Marah

Ekspresi marah seringkali disertai dengan alis yang mengerut, rahang yang mengeras, dan tangan yang mengepal. Postur tubuhnya mungkin akan condong ke depan, seolah-olah siap untuk menyerang.

  1. Sedih

Orang yang sedih cenderung memiliki postur tubuh yang membungkuk, bahu yang terkulai, dan kepala yang menunduk. Mereka mungkin juga menghindari kontak mata dan tampak kurang berenergi.

  1. Tertarik

Ketika seseorang tertarik pada pembicaraan atau orang lain, mereka cenderung akan memiringkan tubuh ke arah orang tersebut, menjaga kontak mata yang baik, dan mungkin akan mengangguk-angguk sebagai tanda persetujuan.

Ini sih sebenarnya garis haluan umum saja. Okey, kemudian: ekspresi wajah.

 

Ekspresi wajah

Ekspresi wajah merupakan jendela terbuka dari jiwa seseorang. Setiap gerakan otot wajah, mulai dari senyum yang merekah hingga kerutan kecil di antara alis, dapat mengungkap emosi yang sedang dirasakan.

Senyuman tulus, misalnya, tidak hanya melibatkan lipatan bibir ke atas, tetapi juga disertai dengan kerutan di sudut mata (disebut “kaki gagak”) dan sering kali diikuti oleh relaksasi otot-otot wajah lainnya. Ini menunjukkan kegembiraan yang autentik.

Sebaliknya, senyuman palsu cenderung lebih kaku, hanya melibatkan gerakan bibir tanpa melibatkan otot-otot di sekitar mata. Selain senyum, ekspresi seperti mengerutkan kening dapat mengindikasikan kebingungan atau ketidaksetujuan, sementara cemberut seringkali terkait dengan kesedihan atau kemarahan.

Dengan mengamati perubahan halus pada ekspresi wajah, kita dapat memperoleh pemahaman tentang emosi seseorang dan mencari cara menyambungkan frekuensi yang lebih empatik.

Nah, bagaimana dengan nada suara?

 

Nada suara

Tinggi rendahnya suara, kecepatan berbicara, dan intonasi merupakan elemen penting dalam komunikasi non-verbal yang dapat memberikan petunjuk kuat tentang: Bagimana emosi seseorang.

Suara yang bergetar atau terbata-bata, misalnya, seringkali mengindikasikan perasaan cemas, gugup, atau takut. Sebaliknya, suara yang tegas dan jelas cenderung mencerminkan kepercayaan diri dan dominasi.

Kecepatan berbicara juga bisa menjadi petunjuk.

Seseorang yang berbicara sangat cepat mungkin merasa gugup atau ingin segera menyelesaikan pembicaraan, sementara orang yang berbicara lambat mungkin sedang berpikir keras atau mencoba mengendalikan emosi.

Lalu, bagaimana dengan Intonasi?

Intonasi, yaitu naik turunnya nada suara, juga sangat informatif. Intonasi yang naik-turun secara dramatis dapat menunjukkan keterkejutan atau kegembiraan, sedangkan intonasi yang datar bisa mengindikasikan kebosanan atau depresi.

Selain itu, nada suara yang monoton atau terlalu tinggi dapat mengindikasikan ketidakjujuran atau manipulasi. Dengan memperhatikan kombinasi dari ketiga elemen ini, kita dapat memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang emosi dan niat seseorang.

 

Jadi,

Mengamati bahasa tubuh, ekspresi wajah, dan nada suara seseorang adalah keterampilan yang berguna untuk meningkatkan pemahaman tentang orang lain. Ketika kita memahami emosi yang mendasari perilaku, kita dapat membuat keputusan yang jauh-jauh lebih baik.

Tapi, ingat!

Tidak semua tanda non-verbal memiliki makna yang sama bagi setiap orang. Orang Sumatera, misalnya, kebanyakan memiliki suara agak keras, berbanding terbalik dengan orang Jawa. Ini misalnya yaa.

Jadi, budaya, pengalaman pribadi, dan situasi sosial, dapat mempengaruhi cara seseorang mengekspresikan emosi. Sejatinya, mengamati tanda-tanda non-verbal hanya memberikan petunjuk, bukan kepastian.

 

Kemampuan Mengelola Emosi

Setelah kita mengenal dan memahami berbagai jenis emosi yang kita rasakan, langkah selanjutnya adalah mengelola emosi. Jika mengenali emosi ibarat mengetahui nama-nama warna, maka mengelola emosi adalah seperti mewarnai sebuah lukisan dengan tepat.

Apa itu Mengelola Emosi?

Mengelola emosi itu, yaa seperti kemampuan untuk mengendalikan intensitas dan durasi emosi yang kita rasakan. Ini bukan berarti kita harus menekan atau menghilangkan semua emosi negatif, melainkan lebih kepada menemukan cara yang sehat untuk merespons dan mengatasi emosi tersebut.

Misalnya, ketika merasa marah membara, alih-alih melampiaskan kemarahan kepada orang lain, kita bisa mencoba untuk tenang atau relaksasi seperti bernapas dalam atau pergi ke suatu tempat yang tenang. Atau lakukan dengan cara mengubah posisi, dari yang awalnya berdiri, menjadi duduk, atau bisa juga dengan berbaring.

Lakukan itu secara konsisten.

Ketika kita sedang senang pun sama. Kita tidak harus tertawa terpingkal-pingkal hingga air mata keluar seperti menangis. Lakukan tertawa secukupnya. Mirip-mirip senyum dua jari. Nadanya pun tidak wkwkw, tapi hahaha… 😂

 

Kemampuan Mengekspresikan Emosi

Setelah memahami dan mengelola emosi, langkah penting berikutnya adalah kemampuan untuk mengekspresikan emosi. Ini adalah keterampilan yang memungkinkan kita untuk berkomunikasi secara efektif tentang perasaan kita kepada orang lain.

Jika kita membandingkan emosi dengan sebuah lukisan, maka mengekspresikan emosi adalah seperti melukiskan perasaan kita dengan kata-kata atau tindakan.

Apa itu Mengekspresikan Emosi?

Mengekspresikan emosi adalah kemampuan untuk menyampaikan perasaan kita dengan jelas, jujur, dan tepat kepada orang lain. Ini bukan hanya sekadar mengeluarkan kata-kata, tetapi juga melibatkan bahasa tubuh, nada suara, dan pilihan kata yang tepat.

Tujuan utama dari ekspresi emosi adalah untuk membangun pemahaman yang lebih baik dengan orang lain, menjalin keakraban yang erat, dan mencari dukungan jika diperlukan.

Mengekspresikan emosi itu positif dan juga bisa negatif.

Mengekspresikan emosi Positif, misalnya: “Aku merasa sangat senang hari ini karena tulisanku disukai banyak orang” atau “Aku sangat berterima kasih atas dukungan kalian selama ini.”

Atau,

Jika terkait dengan emosi Negatif, seperti: “Aku merasa sedih karena teman baikku saat ini pindah.” atau “Aku merasa marah sekali, karena janji yang sudah kami matangkan, kok malah dilanggar.”

 

Memahami, Mengelola, dan Mengekspresikan Emosi

Memahami, mengelola, dan mengekspresikan emosi itu seperti nge-charge baterai Gadget  kita. Jika kita tidak pernah nge-charge, maka gawai tersebut bakal lowbat dan tidak bisa digunakan. Jadi tidak bisa ngapa-apa dong.

Nah, sama saja seperti emosi. Jika kamu tidak pernah mengerti, merasakan, dan mengeluarkan apa yang kita atau orang lain rasakan, lama-lama kita bisa ‘error’ dan pastinya itu tidak baik. Bakal meledak jika terlalu penuh.

Poin-nya: literasi emosi itu penyeimbang kehidupan. ‘Kenali dirimu sendiri, maka kamu dapat mengenal seluruh alam semesta.’ Jadi, mulai sekarang kita belajar lebih peka untuk terus mengulik: perasaan kita, orang lain, dan lingkungan sekitar.

Remember, it’s okay to not be okay.

 

Salam Dyarinotescom.

 

Tinggalkan Balasan