Momen buka bersama (bukber) di bulan Ramadan seharusnya menjadi ajang silaturahmi yang penuh berkah. Namun, sayangnya, tradisi baik ini seringkali ternoda oleh perilaku sebagian orang yang kurang bertanggung jawab. Usai menyantap hidangan lezat dan melepas dahaga, pemandangan memprihatinkan pun muncul: sampah berserakan di mana-mana.
Tak jarang, para “jamet” yang nongkrong dengan gaya swag andalan mereka, seolah tak peduli dengan lingkungan sekitar. Vibes kebersamaan yang awalnya terasa hangat, seketika berubah menjadi pemandangan yang bikin geleng-geleng kepala.
Pemandangan ini bukan hal baru.
Setiap tahun, masalah sampah pascabukber selalu menjadi sorotan. Padahal, di era yang serba aware dengan isu lingkungan ini, seharusnya kesadaran masyarakat akan kebersihan semakin meningkat. Sayangnya, masih banyak yang memilih untuk bersikap cuek bebek, seolah kebersihan bukan urusan mereka.
Alih-alih menunjukkan aksi nyata dengan membuang sampah pada tempatnya, mereka justru asyik nongki-nongki sambil meninggalkan jejak sampah yang memalukan. Healing boleh, tapi jangan sampai merusak lingkungan, dong!
Boleh Bukber, Tapi Sampahnya…
Dulu, bukber itu ya sederhana saja. Kumpul dengan teman-teman, makan nasi bungkus di masjid, terus langsung beres-beres. Tidak ada yang namanya sampah berserakan seperti saat ini. Sekarang, yang kita lihat, bukber itu sudah jadi ajang “pantang tak eksis”. Restoran penuh sesak, makanan mewah berlimpah, tapi sayang, otak dan kesadaran lingkungannya minim sekali.
Habis makan, ya sudah, tinggal pergi saja.
Sampah ditinggalkan begitu saja, seperti tidak ada yang punya. Bukan fitnah, kita sering lihat sendiri, anak-anak muda, yang katanya generasi milenial, generasi Z, itu ya sama saja. Jorok, tolol! Mereka asyik sendiri dengan ponselnya, tidak peduli dengan sampah di sekitar mereka.
Cukup miris memang, melihat petugas kebersihan yang harus bersusah payah membersihkan sampah-sampah itu. Padahal, jikalau semua orang punya kesadaran plus kepedulian, bukber bisa jadi momen yang baik.
Lingkungan ku Bersih, Lingkungan Sehat
Gak mau tinggal di lingkungan yang bersih dan sehat? Pasti semua auto-pengen, kan?
Benar, lingkungan yang bersih bukan cuma membuat mata adem, tapi juga menjadikan badan sehat dan pikiran fresh. Bangun pagi terus bisa hirup udara segar tanpa polusi, pasti mood langsung on fire!
Ingat-nya: Menjaga lingkungan itu tanggung jawab kita bersama. Nah, ada banyak hal yang bisa dikatakan kecil, tapi membuat bumi ini makin glowing! Tips anti-mainstream membuat lingkungan makin kece, misal:
1. Tantang Dirimu dengan Eco-Challenge Mingguan
Bukan cuma challenge muroja’ah yang lagi viral, tapi coba deh bikin tantangan buat diri sendiri setiap pekan. Misalnya, minggu ini tantang diri buat tidak menggunakan plastik sekali pakai, atau minggu depan coba buat kompos dari sisa makanan.
Jika setiap orang memiliki kesadaran seperti ini, momen bukber tidak akan lagi diwarnai pemandangan sampah. Mulai dari hal kecil, dengan membawa wadah makanan sendiri saat bukber, atau memastikan sampah bekas makanan dibuang pada tempatnya.
2. Bikin Green Corner di Tempat Ibadah
Masjid-masjid yang seharusnya menjadi tempat suci dan teduh, seringkali berubah menjadi lautan sampah setelah acara bukber, akibat perilaku sebagian orang yang cuek bebek dan membuang sampah sembarangan.
Padahal, masjid bisa menjadi contoh nyata dalam menjaga lingkungan.
Tidak perlu punya lahan luas buat bikin taman, cukup sediakan satu sudut di masjid buat jadi green corner. Bisa diisi dengan tanaman hias, tanaman hidroponik, atau bahkan kebun mini rempah-rempah.
Selain membuat masjid kamu makin asri, juga bisa jadi tempat healing yang oke punya, dan yang terpenting, bisa menjadi pengingat bagi para jamaah untuk selalu menjaga kebersihan, tidak hanya di masjid, tetapi juga di lingkungan sekitar.
3. Upcycle Barang Bekas Jadi Barang Estetik
Jangan buru-buru buang barang bekas, apalagi setelah bukber, coba dong upcycle jadi barang yang lebih berguna dan estetik, seperti botol bekas yang bisa di ubah jadi pot tanaman atau kardus bekas menjadi tempat penyimpanan unik.
Daripada langsung di buang begitu saja, yang seringkali terjadi setelah bukber di mana sampah berserakan akibat kurangnya kesadaran, kita bisa mengubah kebiasaan tersebut dengan lebih kreatif dan bertanggung jawab, sehingga selain mengurangi sampah dan dampaknya pada lingkungan.
4. Beri Paham Kepada Si Pembuang Sampah
Terkadang, ‘oknum’ atau pelaku pembuangan sampah sembarangan bersikap ngeyel saat di tegur, seolah tak ada beban moral. Padahal, penting untuk menanamkan pemahaman bahwa sampah yang di hasilkan adalah tanggung jawab pribadi, termasuk saat kita berkumpul untuk buka bersama.
Bangun kesadaran bahwa lingkungan yang kita gunakan bersama adalah cerminan dari diri kita sendiri.
Setelah bukber, jangan biarkan bekas makanan dan kemasan berserakan. Jika setiap orang memiliki kesadaran ini, lingkungan kita pasti akan terjaga kebersihannya. Bukan hanya tentang menghindari penyakit, tetapi juga tentang menciptakan ruang yang nyaman dan sehat.
5. Support Local Eco-Friendly Products
Sekarang ini banyak banget produk lokal yang ramah lingkungan, mulai dari plastik pembungkus makanan yang biodegradable, wadah makanan dari serat bambu, hingga sedotan dari stainless steel atau bambu yang bisa di pakai berulang kali.
Beralihlah ke produk-produk tersebut, apalagi setelah melihat fenomena “habis bukber sampah di buang sembarangan”. Menggunakan produk ramah lingkungan, kita tidak hanya mendukung produk lokal yang berkualitas, tapi juga ikut serta dalam menjaga kebersihan lingkungan dan mengurangi sampah plastik.
Bukber Berkah, Sampah Musibah: ‘Jamet’ Beraksi, Bumi Menangis, Miris!
Sebenarnya, kurang adil jika hanya “jamet” yang di salahkan atas tumpukan sampah pascabukber. Memang, penampilan mereka yang seringkali mencolok dan berbeda dari kebanyakan orang membuat mereka lebih mudah di identifikasi. Namun, bukan berarti hanya mereka yang bertanggung jawab atas masalah ini.
Lagipula, bukankah kebersihan lingkungan adalah tanggung jawab bersama? Semua orang yang hadir di acara bukber, tanpa terkecuali, seharusnya memiliki kesadaran untuk menjaga kebersihan. Mungkin, penampilan “jamet” yang di anggap kurang sesuai dengan suasana Ramadan juga menjadi salah satu faktor mengapa mereka lebih di sorot.
Namun, bukankah esensi Ramadan adalah tentang introspeksi diri dan peningkatan kualitas spiritual? Penampilan luar bukanlah tolok ukur utama dalam menilai seseorang. Daripada fokus pada penampilan, lebih baik kita fokus pada tindakan nyata dalam menjaga kebersihan lingkungan.
Jadi-kan: Momen bukber sebagai kompetisi amal untuk meningkatkan kesadaran lingkungan, bukan malah menambah masalah dan dosa baru.
Salam Dyarinotescom.