Merasa Tertinggal: Cara Menemukan Kecepatan Hidupmu Sendiri

You are currently viewing Merasa Tertinggal: Cara Menemukan Kecepatan Hidupmu Sendiri

Terbangun di pagi hari dengan perasaan aneh? Bukan karena mimpi dikejar debt collector atau lupa bayar tagihan Wi-Fi, tapi karena timeline media sosial. Rasanya seperti baru saja ikut balapan lari maraton, tapi anehnya, garis finish itu ada di feed Instagram temanmu. Si A baru saja resign untuk traveling keliling dunia, Si B pamer sertifikat properti kedua, sementara kita? Kita baru saja sukses memenangkan pertarungan batin antara harus mandi sekarang atau lima menit lagi. Merasa tertinggal?

Fenomena ini punya nama jadul “bagi Gen Z”, tapi menggelikan bagi “Perintis”: FOMO (Fear of Missing Out) berjamaah, tapi levelnya sudah naik kasta. Ini bukan sekadar takut ketinggalan event, tapi takut ketinggalan “kehidupan ideal.”

Seolah-olah ada draft standar hidup yang dikeluarkan oleh semesta, dan entah kenapa, draft kita tercecer. Lucunya, mayoritas dari kita tahu bahwa semua itu cuma permukaan, highlight reel yang diedit sedemikian rupa, tapi tetap saja, kenapa ya melihat rumput tetangga yang baru dicat rasanya lebih hijau dari halaman kita sendiri?

Ini bukan masalah rumput, ini masalah kecepatan loading hidup kita yang terasa lambat.

Merasa Tertinggal?

 

Mengapa Kita Merasa Tertinggal? Memahami The Comparison Trap

Mari kita bahas akar masalah ini dengan sedikit bumbu kejutan.

Selama ini kita menyalahkan media sosial, kita menyalahkan quarter-life crisis, padahal ada satu faktor fundamental yang jarang dibahas dan mungkin akan membuatmu tertawa: Teori Kebutuhan Prestige Manusia Purba (Modifikasi).

Zaman dahulu kala, nenek moyang kita harus pamer hasil buruan terbesar agar dianggap layak oleh suku. Itu adalah survival skill. Nah, di zaman digital ini, naluri itu berevolusi jadi “pamer achievement terbesar.”

Setiap update di LinkedIn, setiap foto pre-wedding di Bali, atau story lagi WFA (Work From Anywhere) di vila adalah setara dengan pamer hasil buruan mammoth terbesar. Kita semua terprogram secara genetik untuk memastikan kita “masuk klan” yang sukses.

Ironisnya, klan itu kini ada di dunia maya dan populasinya 7 miliar orang.

The Comparison Trap atau Jebakan Perbandingan bukan hanya tentang iri, tapi tentang disorientasi tujuan. Kita terlalu sibuk melihat GPS orang lain sampai lupa mengecek tujuan akhir kita sendiri.

Itu sebabnya saat melihat teman yang punya bisnis sukses, kita tidak hanya ingin punya bisnis, tapi juga ingin punya bisnis seperti dia, di niche yang sama, dengan omzet yang sama. Kita secara tidak sadar mengimpor blueprint hidup orang lain, yang jelas-jelas tidak cocok dengan pondasi diri kita.

Mendang-mending banget gak sih ini?

Jadi, poin-nya gini:

Bukan memblokir semua akun media sosial, melainkan menyadari bahwa setiap post kesuksesan yang kita lihat itu sebenarnya bukan real-time. Itu adalah hasil dari ribuan jam kerja keras, kegagalan yang tidak pernah di-posting, dan mungkin juga tangisan di malam hari yang tersembunyi.

Mereka yang terlihat “cepat” mungkin hanya berhasil dalam marketing diri, bukan berarti mereka lebih baik. Jangan biarkan ilusi timeline mereka merusak ritme soundtrack kehidupanmu sendiri.

Masih: Merasa Tertinggal?

 

Latihan Berhenti Sejenak: Kunci Meredakan Kecemasan

Sebelum kamu memutuskan untuk resign besok pagi, menjual semua barang, dan membuka nasi uduk di pelosok (yang juga tren dan bisa bikin kamu FOMO lagi), mari kita tarik rem tangan sejenak. Jika kamu merasa terdesak oleh waktu, justru itulah sinyal untuk berhenti dan mengatur napas.

Kecepatan hidup orang lain tidak akan pernah jadi benchmark yang adil untuk perjalananmu. Kita perlu kembali membumi dan menjalankan latihan yang disebut “Latihan Berhenti Sejenak.” Latihan ini fokus pada slow living, self-reflection, dan tentu saja, mengurangi kecemasan akan masa depan yang terasa begitu mengancam.

Beberapa tips praktis yang bisa kamu coba:

 

1. Digital Detox Tipe “Sok Sibuk”

Ini bukan tentang mematikan ponsel selama seminggu penuh (kita tahu itu mustahil). Ini tentang membuat setting baru yang disengaja. Anggap saja kamu adalah CEO dari perusahaan paling penting di dunia: dirimu sendiri. Kamu tidak bisa diganggu oleh notifikasi yang tidak relevan.

Lakukan “Sesi Blokir”: Tentukan satu jam setiap hari di mana semua aplikasi media sosial ditutup, notifikasi dimatikan, dan handphone ditaruh jauh.

Gunakan waktu itu untuk kegiatan nyata seperti baca buku fisik, olahraga, atau sekadar menatap langit. Trik ini membantu otakmu menyadari bahwa ada kehidupan yang jauh lebih kaya di luar layar kaca.

 

2. Jurnalistik Tandingan (Counter Journaling)

Kebanyakan orang menulis jurnal tentang tujuan masa depan atau masalah yang dihadapi. Coba lakukan hal yang sebaliknya: Tulis 5 hal yang kamu syukuri karena kamu belum mencapainya. Contoh: “Aku bersyukur belum jadi entrepreneur sukses karena aku jadi punya waktu tidur 8 jam,” atau “Aku bersyukur belum menikah karena aku bisa fokus eksplorasi hobiku yang aneh ini.”

Ini adalah reframing yang kuat. Teknik ini memaksa otakmu untuk mencari nilai positif dari posisi “tertunda” atau “terlambat” yang kamu rasakan, sehingga kecemasan berubah menjadi apresiasi terhadap waktu yang kamu miliki sekarang.

 

3. Teknik Two-Day Rule untuk Keputusan Besar

Saat kamu melihat seseorang sukses dengan cepat dan kamu tergoda untuk pivot karier secara drastis, terapkan Aturan Dua Hari. Jangan pernah mengambil keputusan besar (resign, investasi, pindah) dalam euforia sesaat. Beri jeda 48 jam.

Pada hari pertama, izinkan dirimu berfantasi liar tentang ide baru itu. Pada hari kedua, paksa dirimu untuk menuliskan risiko terburuk dan persiapan nyata yang dibutuhkan. Seringkali, emosi akan mereda, dan kamu akan melihat bahwa jalan yang kamu lalui saat ini mungkin jauh lebih bijak.

 

Bukan Ras Cepat, Tapi Maraton? Mengenal Kecepatan Alami Diri

Sering kita bertanya, “Kok aku nggak seperti mereka, ya?”

Pertanyaan ini wajar, dan iya ini manusiawi. Ada perasaan mengganjal saat melihat teman seangkatan sudah melesat jauh. Kita merasa seperti sedang mengendarai sepeda tua, sementara mereka sudah naik Ferrari. Padahal, kita tahu kita juga bekerja keras, bahkan mungkin lebih keras, tapi kenapa hasil loading-nya lebih lambat?

Jawabannya adalah: Genetika Kehidupan.

Setiap orang punya preset bawaan yang berbeda. Ada yang punya privilege koneksi, ada yang punya modal dari awal, ada yang memang terlahir dengan skill komunikasi yang luar biasa. Saat kamu membandingkan prosesmu dengan hasil mereka, itu sama saja membandingkan sebuah laptop high-end yang baru dibeli dengan laptop lama milikmu yang sudah setia menemanimu sejak kuliah. Waktu booting-nya pasti beda, Sob!

Kecepatan alami dirimu bukan ditentukan oleh seberapa cepat kamu mencapai tujuan, tapi seberapa konsisten kamu bergerak maju sesuai dengan kemampuan dan sumber daya yang kamu miliki.

Mereka yang meledak di usia 25, misalnya, mungkin akan menghadapi krisis eksistensial di usia 35. Sebaliknya, mereka yang berjalan pelan dan konsisten seringkali membangun fondasi yang jauh lebih kokoh dan bertahan lama.

Ini bukan soal “Maraton vs Sprint”, ini soal jalan setapak unikmu.

Mungkin kamu sedang menghabiskan waktu lebih banyak di “pos istirahat” untuk mengembangkan skill yang tidak terlihat di media sosial, misalnya kemampuan mengelola emosi atau membangun hubungan yang sehat. Hal-hal ini adalah investasi jangka panjang yang tidak ada di list pencapaian flashy.

Percayalah, lambat bukan berarti salah. Lambat berarti hati-hati.

 

Antara: Aku dan Hidupku Sendiri

Peperangan terbesar dalam hidup ini bukanlah melawan pesaing di kantor atau teman yang lebih sukses, melainkan melawan mindset yang menuntut kita untuk menjadi orang lain. Rasa tertinggal itu hanyalah alarm false yang dibunyikan oleh ego kita, yang haus akan pengakuan dan validasi eksternal. Tugas kita adalah mematikan alarm itu dan menyetel ulang jam internal diri kita.

Ingat, setiap timeline memiliki keindahan.

Ada bunga yang mekar di musim semi, ada pula yang mekar di musim gugur. Tidak ada satu pun bunga yang membandingkan diri dengan yang lain. Jadi, janganlah biarkan template keberhasilan orang lain menjadi penjara bagi potensi unikmu. Fokus pada apa yang ada di depan mata: langkah kecil yang bisa kamu ambil hari ini, skill baru yang bisa kamu pelajari, atau kebaikan kecil yang bisa kamu sebarkan.

Ambil napas dalam-dalam, senyum tanpa gigi, dan yakinkan dirimu bahwa kamu sedang berada di tempat yang seharusnya. Kamu tidak terlambat, kamu hanya sedang dalam fase kalibrasi untuk meluncur ke Kecepatan Hidupmu Sendiri.

Pahami ini bro n sis:

Merasa Tertinggal?

Jangan terlalu khawatir kalau hidupmu terasa lambat. Ingat, buffer yang lama itu biasanya untuk video kualitas HD. Terang dan pastinya keren, bukan video buram 144p!

 

Salam Dyarinotescom.

 

Leave a Reply