Noob to Pro: Belajar Menjadi Follower Menuju Leader

You are currently viewing Noob to Pro: Belajar Menjadi Follower Menuju Leader

Dalam dunia yang seringkali mengagungkan figur Leader, kita sering lupa akan pentingnya peran seorang Follower, “orang-orang yang berada di belakang.” Padahal, perjalanan menjadi pemimpin seringkali dimulai dari kemampuan untuk menjadi pengikut terlebih dahulu.

Tidak ada yang namanya: ujug-ujug, jadi!

Konsep “Noob to Pro” sebenarnya sangat relevan dalam praktik pengembangan kepemimpinan. Ini bukan tentang menjadi “noob” yang pasif, tetapi tentang menjadi pengikut yang aktif untuk setia, belajar, dan berkembang.

Menjadi pengikut yang baik bukanlah sekadar mengikuti perintah tanpa berpikir. Bukan seperti robot. Ini adalah tentang mengamati, belajar, dan memahami dinamika kepemimpinan dari dekat. Di depan mata kita sendiri.

Setiap interaksi yang kita lakukan dengan pemimpin kita, adalah satu kesempatan dan sarana kita untuk menyerap pengetahuan, etika, kebiasaan, kesalahan serta keterampilan dari nya. Dan itu kepastian yang berharga!

Ketika kita menjadi pengikut yang ‘cerdas’, kita dapat mengidentifikasi kualitas kepemimpinan “ini baik, yang ini tidak baik, dsb”, juga kita bisa menghindari kesalahan yang mungkin di lakukan oleh pemimpin tersebut. Ya, kesalahan-kesalahan atas kebiasaan bodoh atau kekonyolan mereka sendiri, misalnya.

Dan, itu artinya kita harus bisa ‘menyaring’.

 

Mengapa Menjadi Follower Itu Penting?

Menjadi pengikut memungkinkan kita untuk memahami berbagai gaya kepemimpinan. Setiap pemimpin memiliki pendekatan yang berbeda, dan dengan mengamati mereka, kita dapat menemukan gaya yang paling sesuai dengan kepribadian dan nilai-nilai kita.

Menjadi pengikut juga membantu kita mengembangkan keterampilan penting seperti komunikasi, kolaborasi, dan pemecahan masalah. Keterampilan ini sangat penting untuk menjadi pemimpin yang sukses.

Selain itu,

Menjadi pengikut memberi kita kesempatan untuk membangun hubungan yang kuat dengan orang lain. Ini penting karena kepemimpinan bukan hanya tentang memimpin, tetapi juga tentang membangun tim yang solid dan saling mendukung. Dengan menjadi pengikut yang baik, kita dapat membangun kepercayaan dan rasa hormat dari rekan kerja dan pemimpin kita.

Taukah kamu:

 

Kepemimpinan Itu Tidak Bisa Diwariskan. Mengapa?

Kepemimpinan bukanlah tentang posisi atau jabatan yang dapat diwariskan seperti harta benda. Lebih dari itu, kepemimpinan adalah tentang karakter, visi, dan kemampuan untuk menginspirasi orang lain. Ini adalah kombinasi unik dari sikap, tingkah laku, pembawaan diri seseorang dan serangkaian keterampilan yang dikembangkan melalui pengalaman dan pembelajaran.

Kepemimpinan sejati tumbuh dari dalam diri seseorang yang terasah, dari kemampuan untuk berempati, mengambil keputusan, dan memotivasi orang untuk mencapai tujuan bersama. Sifat-sifat ini tidak dapat diturunkan secara otomatis, melainkan harus dipupuk dan dikembangkan secara aktif. Dan salah satu cara ialah ‘Menjadi Follower Menuju Leader’.

Contoh yang bisa kita lihat, seperti di Konoha:

Lucu dan menyedihkan, “seperti main-main saja”, di mana jabatan publik diwariskan kepada anak, sering kali berakhir dengan ‘kekecewaan’. Anak yang mewarisi posisi satu jabatan dalam pemerintahan, misalnya, mungkin memiliki niat baik, tetapi tanpa pengalaman dan kualitas kepemimpinan yang matang, mereka cenderung kewalahan. Bagai orang yang gak pernah mandi. Kucel!

Yang ada, si Bapak tidurnya jadi tak nyenyak, takut anaknya “direndam” orang.

Masyarakat yang mengharapkan perubahan, justru merasa frustrasi karena kurangnya kapabilitas dari ini orang. “Kita kok di pimpin bocah tengil, gak ada yang lain kah?” Hal yang menunjukkan bahwa kepemimpinan memerlukan lebih dari sekadar garis keturunan atau warisan formal.

Di butuhkan kemampuan untuk membangun kepercayaan, mengambil tanggung jawab, dan memimpin dengan integritas, hal-hal yang tidak dapat diwariskan begitu saja.

Lalu, bagaimana?

 

Langkah Menuju Kepemimpinan

Taukah kamu, seberapa besar “Sacrifice” yang dibutuhkan untuk menjadi seorang follower?

Tidak ada yang suka jadi anak bawang atau selalu berada di bawah perintah. Terlebih lagi, terkadang kita harus menelan pil pahit saat ‘si boss besar’ teriak kosong, memberikan kritik pedas, bahkan mungkin untuk sesuatu hal yang sepele ‘menurut kita’.

Namun, inilah ‘the real deal’ dalam perjalanan menuju kepemimpinan.

Setiap pengorbanan yang kita lakukan sebagai follower adalah investasi untuk menjadi leader yang lebih baik di masa depan. Ini bukan tentang menjadi “yes man!” atau “people pleaser”, tetapi tentang belajar dari setiap situasi, baik yang menyenangkan maupun untuk sesuatu hal yang menantang.

Untuk menjadi pemimpin yang anti-mainstream dan ‘impactful’, kita perlu melewati fase di mana kita harus memiliki sikap growth mindset. Amati bagaimana mereka mengambil keputusan, berkomunikasi dengan tim, dan mengatasi masalah. Jadikan setiap pengalaman sebagai: lesson learned.

Jangan ragu untuk memberikan feedback yang konstruktif, tetapi selalu lakukan dengan cara yang profesional dan mengedepankan respect. Ingatlah, kepemimpinan itu bukan tentang kekuasaan, tetapi tentang ‘influence’ dan kemampuan untuk membawa perubahan positif.

Nah agar lebih menarik, berikut langkah-langkah “Upgrade Diri” menuju kepemimpinan, beberapa di antaranya:

 

1. ‘Level Up’ Keterampilan Komunikasi

Meningkatkan level keterampilan komunikasi adalah sebuah keharusan bagi siapa pun yang ingin menjadi pemimpin yang berpengaruh. Bayangkan, ide-ide brilianmu bagai ‘auto-pilot’ yang bisa kita gunakan saat menyampaikannya dengan sangat jelas hingga ke point-poin penting.

Bukan cuma soal speak up, tapi juga soal peak smart.

Pelajari cara ‘storytelling‘ yang bikin orang merasa relate dengan kita, gunakan bahasa yang kekinian, dan jangan lupa untuk ‘active listening’ saat orang lain berbicara. Dengan komunikasi yang ‘on point’, kamu bukan cuma ngomong, tapi juga connect dengan orang lain, dan itu adalah keahlian yang membuat kamu ‘stand out’ sebagai calon pemimpin masa depan.

Karena itu bisa membantu kita,

 

2. Membangun Networking

Dalam perjalanan dari follower menuju leader, membangun “networking” adalah keahlian tingkat tinggi yang gak penting-penting amat, tapi harus. Jangan cuma jadi kaum rebahan yang kerjaannya cuma scroll sosmed. Cobalah untuk aktif menjalin hubungan dengan orang-orang di sekitar.

Networking itu ibarat “golden ticket” yang bisa membuka pintu peluang dan memperluas wawasan kita. Bayangkan, dengan networking yang kuat, kita bisa dapat insight baru, support system yang solid, dan bahkan mentor yang bisa bantu kita naik level.

Jangan takut untuk satu ring dengan orang-orang yang influence-nya besar di bidang kita. Ingat, networking bukan cuma soal “tukar kartu doang!”, tapi tentang membangun hubungan yang “genuine” dan saling menguntungkan. Jadi, jangan sia-siakan kesempatan untuk connect dengan orang-orang hebat di sekitar kita.

 

3. Proaktif

Jangan seperti ‘kerbau’ menunggu perintah datang. Jadilah problem solver yang proaktif, yang berani mengambil inisiatif untuk menyelesaikan masalah dan mencari solusi. Ketika kita melihat ada gap atau peluang untuk perbaikan, jangan ragu untuk bersuara dan menawarkan ide-ide kreatif.

Tunjukkan bahwa kita bukan hanya “kacung!” yang patuh, tetapi juga pemimpin muda yang mampu berpikir kritis dan memberikan kontribusi nyata. Dengan mengambil inisiatif, kita tidak hanya membantu tim mencapai tujuan, tetapi juga menunjukkan potensi kepemimpinan kita kepada orang lain.

 

4. Stay Humble

Poin dari kepemimpinan bukanlah tentang kekuasaan atau dominasi, melainkan tentang pelayanan. Seorang pemimpin sejati adalah mereka yang mampu mengesampingkan ego dan fokus pada kebutuhan timnya. Istilah “servant leadership” atau kepemimpinan pelayan, mungkin terdengar klise, tetapi esensinya sangat dalam.

Benar, sangat mudah bagi kita untuk terjebak dalam “personal branding” dan mengejar pengakuan.

Namun, pemimpin yang rendah hati selalu menyadari bahwa kesuksesan tim adalah hasil dari kolaborasi dan kerja keras bersama. Mereka tidak ragu untuk mengakui kesalahan, meminta maaf, dan belajar dari orang lain, bahkan dari mereka yang lebih muda atau kurang berpengalaman.

 

5. Belajar dari yang Terbaik

Dalam perjalanan “noob to pro” menuju kepemimpinan, salah satu langkah krusial adalah belajar dari yang terbaik. Amati dengan seksama layaknya seorang “silent observer” yang sedang mengumpulkan data. Perhatikan bagaimana mereka membangun chemistry dengan tim melalui komunikasi, baik dalam rapat formal maupun obrolan santai di pantry.

Telusuri logika di balik setiap keputusan yang mereka ambil, terutama dalam situasi yang penuh tekanan. Pelajari bagaimana mereka memotivasi tim untuk mencapai tujuan bersama, bukan dengan paksaan, tetapi dengan inspirasi dan empati.

Funfact-Nya: Ketika kita mengamati, menganalisis gaya kepemimpinan mereka, kita dapat menemukan ‘role model’ yang sesuai dengan nilai-nilai kita, serta mengadopsi praktik-praktik terbaik yang dapat kita terapkan dalam perjalanan kepemimpinan kita sendiri, nantinya.

 

Noob to Pro: Saatnya Memimpin

Menjadi Follower Menuju Leader.

Setelah menguasai seni menjadi pengikut, ini saatnya untuk “naik level” dan mengambil peran sebagai pemimpin. Pengalaman yang di dapatkan saat menjadi pengikut akan menjadi modal ilmu untuk kepemimpinan selanjutnya. Kepemimpinan sejati bukanlah tentang “power trip”, melainkan tentang melayani dan memberdayakan tim.

Dengan menggabungkan pengalaman sebagai pengikut, visi yang jelas, dan integritas yang tak tergoyahkan, kita dapat menjadi pemimpin yang membawa perubahan positif. Perjalanan “noob to pro” dalam kepemimpinan adalah sebuah perjalanan yang berkelanjutan, di mana setiap pengalaman adalah kesempatan emas untuk belajar, berkembang, dan mencapai puncak potensi diri.

 

Salam Dyarinotescom.

 

Tinggalkan Balasan