PMI atau kami sebut Palang Merah Indonesia ataupun Internasional, telah lama dikenal sebagai organisasi kemanusiaan terdepan. Selalu sigap (siap, sedia, dan semangat) membantu: korban bencana alam, konflik, dan berbagai situasi darurat lainnya. Namun, belakangan ini muncul renungan dan kekhawatiran tentang masa depan si Paling Merah. Keresahan tentang redupnya semangat bersatu padu demi kemanusiaan di sepanjang mata memandang.
Saat ini manusia di seluruh dunia, berbondong-bondong tampil memperbaiki muka “secara individu” untuk menyatakan bahwa “Kamilah yang paling relawan dari kalian”. Semangat yang tergerus oleh keinginan untuk: Tampil bijak di mata sosial demi satu nama besar, yaitu: “Terkenal”. Padahal satu bendera yang bernama Palang Merah, sudah cukup untuk mengkoordinir semua kegiatan relawan.
Kemanusiaan yang Mulai Meredup?
Banyak orang pertanyakan tentang: “Apakah semangat kemanusiaan kita mulai meredup?”. Pertanyaan ini sangat lumrah terjadi. Karena sangat terlihat sekali, orang sudah tidak banyak peduli dengan apa yang terjadi. Dan lebih memilih berjalan sendiri-sendiri menghadapi krisis kemanusiaan dengan menggandeng nama bawaan “Inilah KAMI si paling dermawan”.
Sebenarnya ini ‘bukanlah satu masalah’ dalam status kemanusiaan. Ini lebih sekedar catatan bahwa jika bersatu untuk urusan kemanusiaan semua akan lebih mudah. Tahu kah kamu, mengapa kami menilai bahwa “semangat kemanusiaan mulai meredup?”.
Ada beberapa indikasi yang menunjukkan bahwa semangat kemanusiaan si paling merah mulai memudar, berikut diantaranya:
1. Penurunan Minat
Menurunnya minat dalam urusan kemanusiaan merupakan ‘Problem Jadul’ dengan berbagai faktor yang saling berkaitan. Budaya individualisme dan materialisme yang berkembang pesat mendorong orang untuk fokus pada kebutuhan dan kepentingan pribadi, sehingga urusan sosial lewat saja.
Orang lebih terobsesi dengan mengejar kekayaan dan kesuksesan pribadi, sehingga tidak ada setitik biji zarah pun untuk melihat sekeliling mereka. Ditambah banyaknya kasus korupsi dan penipuan dalam organisasi kemanusiaan telah merusak kepercayaan publik tentang “Apakah semua bisa tersalurkan?”.
Masyarakat menjadi apatis dan tidak percaya bahwa: “Apa yang mereka lakukan untuk membantu orang lain akan memberikan dampak yang nyata”. Dan pada gilirannya terjadi yang namanya penurunan jumlah relawan yang aktif. Hal ini sungguh mengkhawatirkan dan bisa saja berakibat pada kekurangan tenaga untuk menangani berbagai operasi dan misi-misi kemanusiaan.
2. Ketegangan Internal & Dukungan
Ketegangan yang terjadi baik itu di internal, dan kurangnya dukungan dapat menjadi karet penahan dan hambatan yang signifikan dalam kegiatan kemanusiaan. Kegentingan internal tentu menyebabkan: miskomunikasi, perselisihan, dan pengambilan keputusan yang asal bunyi. Hal ini dapat menghambat koordinasi, strategi, dan kelancaran dalam menjalankan misi-misi kemanusiaan.
Kurangnya dukungan baik itu dari pemerintah, swasta, dalam hal: pendanaan, regulasi, dan akses terhadap informasi dan sumber daya, dapat mempersulit organisasi kemanusiaan dalam mencapai target, tujuan, dan sasaran. Dan masalah ini harus kita carikan solusi bersama-sama, jika kita mau.
3. Adaptasi Perkembangan
Adaptasi dengan perkembangan zaman pada kegiatan kemanusiaan tidak selalu menjadi masalah, namun tentu saja menjadi tantangan tersendiri. Maklum, zaman yang terus berkembang menuntut perubahan cepat dalam metode dan pendekatan kegiatan kemanusiaan.
Misalnya, bantuan pada daerah-daerah terpencil: “mungkin dulu mengandalkan transportasi darat”, “sekarang perlu kita pertimbangkan penggunaan: drone atau teknologi komunikasi terkini”. Organisasi yang angkuh, kaku, dan slow respon bisa di pastikan tertinggal.
Menyesuaikan diri dengan teknologi dan metode baru, membutuhkan SDM terlatih dan semua itu memakan biaya. Organisasi kemanusiaan perlu mencari cara agar tetap efisien sembari bertransformasi.
Tidak semua daerah memiliki akses yang sama terhadap teknologi. Perlunya kita memastikan metode lawas yang masih bisa efektif di gunakan bersamaan dengan pendekatan baru.
Catatan Bawah
Ada banyak sekali catatan yang bisa kita gali tentang bagaimana meningkatkan nilai-nilai kemanusiaan agar tidak meredup. Boleh saja jika kita lakukan itu dengan meningkatkan komunikasi dan transparansi internal dalam organisasi kemanusiaan untuk membangun rasa saling percaya dan kerjasama.
Perlu kita perbaiki juga tentang bagaimana Meningkatkan advokasi dan komunikasi publik untuk membangun kembali kepercayaan dan meningkatkan partisipasi masyarakat. Tentunya melalui perkuatan akuntabilitas dan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan dan program organisasi kemanusiaan.
Penting untuk diingat bahwa PMI masih memiliki potensi dan kontribusi positif bagi seluruh masyarakat di dunia. Masih banyak dari kita dan beberapa komunitas yang berdedikasi tinggi dalam menjalankan misi kemanusiaan secara tulus.
Bantulah, setidaknya minimal satu orang saja sudah baik kok. Dan itu sebenar-benarnya bagian dari kemanusiaan, terutama ketika kita bertemu dengan: yang paling miskin, yang paling lemah, yang paling tidak penting.
Karena sejatinya kemanusiaan itu seperti air laut. Jika beberapa tetes lautan kotor, lautan tidak menjadi kotor. Dan jika air mata kita tidak menuntun kita untuk bertindak, maka kita telah kehilangan alasan “Apakah aku ini manusia?”.
Lantas, berapa banyak bencana yang kita butuhkan untuk menyatukan kita sebagai manusia? Mulailah dari sana. Gaza.
Salam Dyarinotescom.