Sejak dahulu kala, peradaban manusia telah menjadi panggung bagi ‘drama epik’ berkelas yang tak pernah usai. Di atas panggung, berbagai peradaban muncul, berkembang, mencapai puncak kejayaannya, lalu meredup dan menghilang, meninggalkan jejak-jejak monumental, yang menjadi saksi bisu perjalanan panjang umat manusia. Namun, di antara sekian banyak peradaban yang pernah hadir di muka bumi, terdapat sebuah benang merah yang menghubungkan mereka, yaitu nilai-nilai agama yang menjadi tuntunan bagi kemajuan peradaban.
Agama, telah menjadi sumber inspirasi, motivasi, dan pedoman bagi manusia dalam membangun peradaban yang maju. Nilai-nilai seperti keadilan, komitmen, kasih sayang, kejujuran, kerja keras, dan tanggung jawab yang diajarkan oleh agama, telah menjadi landasan etika yang kuat dalam masyarakat. Lebih dari sekadar ritual, agama menjelma menjadi kekuatan yang mendorong manusia untuk berinovasi, berkreasi, dan berkontribusi pada kemajuan peradaban.
Nilai-Nilai Agama Menjadi Pedoman Kemajuan
Menolak Stereotip: Agama Sebagai Pemandu, Bukan Penjara Pikiran
“Kurus, tua, dan banyak mau,” sebuah stereotip usang yang kerap dilontarkan kepada mereka yang dianggap terlalu menggantungkan diri pada agama. Tak hanya itu, anggapan bahwa agama mengekang pikiran dan kreativitas juga menjadi narasi yang terus bergaung, bahkan di era modern ini.
Beberapa orang ateis yang kami temui, misalnya, berpendapat bahwa agama “memenjarakan pikiran kita dari berbagai bentuk ekspresi dan kreativitas.” Mereka bahkan menambahkan, “Agama melarang kita untuk melakukan sesuatu yang orang dulu lakukan,” seolah-olah agama adalah sebuah tembok penghalang yang menghalangi kemajuan.
Tentu saja, Anggapan Tersebut Adalah Sebuah Kekeliruan.
Sejarah mencatat banyak sekali contoh bagaimana agama justru menjadi spiritus movens (penggerak utama) kemajuan peradaban.
Bagaimana mungkin kita melupakan sumbangan besar ilmuwan-ilmuwan Muslim di era kejayaan Islam, seperti Ibnu Sina dengan karyanya di bidang kedokteran, atau Al-Khwarizmi yang mengembangkan aljabar? Mereka adalah contoh nyata bagaimana agama dapat menjadi sumber inspirasi dan motivasi untuk berkarya dan berinovasi.
Lebih jauh, agama tidak pernah menghalangi manusia untuk berpikir kritis dan kreatif. Justru sebaliknya, agama mendorong manusia untuk menggunakan akal budi, nalar, untuk memahami ciptaan Tuhan yang maha luas ini.
Ayat-ayat dalam Al quran seringkali mengajak kita manusia untuk merenungkan fenomena alam, mempelajari sejarah, dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Semua ini adalah bentuk-bentuk ekspresi dan kreativitas yang sangat dihargai oleh agama itu sendiri.
Tuduhan Bahwa Agama Melarang Sesuatu Yang “Orang Dulu Lakukan” Juga Tidak Berdasar.
Agama memang memiliki nilai-nilai moral dan etika yang menjadi pedoman bagi manusia dalam bertindak. Namun, nilai-nilai ini tidak bersifat kaku dan dogmatis. Agama memberikan ruang besar bagi interpretasi dan adaptasi sesuai dengan perkembangan zaman. Sebut saja: nilai-nilai kejujuran.
Kejujuran adalah nilai fundamental yang diajarkan oleh agama.
Namun,
Bagaimana nilai ini diimplementasikan dalam konteks yang berbeda?
Dulu, kejujuran mungkin lebih terkait dengan transaksi jual beli atau interaksi sosial yang sederhana. Namun, di era modern, kejujuran juga menyentuh ranah yang lebih ‘tematik’, seperti transparansi dalam pemerintahan, akuntabilitas dalam bisnis, atau etika dalam penggunaan teknologi.
Sayangnya, kita seringkali melihat nilai kejujuran terkikis di negeri ini.
Para pejabat yang seharusnya menjadi pelayan rakyat justru terjerat kasus korupsi, ngakal-ngakali masyarakat, dan memaksakan anak untuk jadi pejabat. Mereka jauh dari kata “amanah” dalam mengemban jabatan publik, tidak jujur dalam menggunakan anggaran negara, dan tidak bertanggung jawab atas kebijakan yang mereka buat.
Akibatnya, kepercayaan publik terhadap pemerintah runtuh.
Lebih ironis lagi,
Masyarakat juga seolah-olah hanya bergantung pada pemerintah dalam mencari rezeki. Ketika terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) demi penghematan anggaran, misalnya, banyak orang yang panik, ketakutan, dan putus asa. Mereka lupa bahwa rezeki itu tidak datang dari pemerintah, tetapi dari Allah SWT, Sang Pemberi Rezeki.
Mereka hanya malas untuk berpikir keras, terlalu dimanja dengan fasilitas dan tunjangan negara.
Tentu saja, agama tidak membenarkan perilaku korup para pejabat atau sikap pasrah masyarakat.
Agama justru mendorong kita untuk menjadi pribadi yang jujur, amanah, dan bertanggung jawab. Agama juga mengajarkan kita untuk tidak bergantung pada manusia, tetapi hanya kepada Allah SWT. Dengan demikian, kita memiliki mental yang kuat, dan tidak mudah menyerah dalam menghadapi tantangan perubahan.
Dengan hashtag: #SiapaSuruhPilihPemimpinBodoh.
Agama dan Pembangunan Ekonomi
Tahukah kamu, pembangunan ekonomi dapat ditumbuhkan dengan menerapkan nilai-nilai agama?
Nah, terdengar seperti sesuatu yang abstrak kan, banyak omon-omon doang!😁, namun fakta-nya: nilai-nilai agama memiliki peran yang signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan bisa berlanjut. Salah satu contohnya adalah melalui praktik filantropi.
Filantropi, yang bersumber dari ajaran agama seperti zakat, infak, dan sedekah, bukan hanya sekadar memberikan sumbangan uang kepada mereka yang membutuhkan. Lebih dari itu, filantropi adalah manifestasi kepedulian sosial yang mendalam, yang mendorong kita untuk berbagi rezeki dengan sesama, terutama mereka yang kurang mampu.
Agama Mengajarkan
“Setiap rezeki yang kita peroleh memiliki hak orang lain di dalamnya.” Oleh karena itu, dengan berbagi, kita tidak hanya membantu meringankan beban mereka yang membutuhkan, tetapi juga membersihkan harta kita dari hak-hak yang bukan milik kita sepenuhnya.
Namun, filantropi modern tidak lagi terbatas pada pemberian uang tunai.
“Bagi-bagi uang, eee rupanya lagi nyaleg”. Bukan itu Man! Filantropi berkembang menjadi berbagai bentuk inisiatif yang lebih berdaya guna.
Misalnya, pinjaman tanpa bunga, yang memungkinkan masyarakat kecil untuk mengembangkan usaha mereka tanpa terbebani oleh riba. Atau, penyediaan tempat tinggal yang layak bagi mereka yang tidak memiliki tempat tinggal, sehingga mereka dapat hidup dengan lebih nyaman dan aman.
Tak Hanya Itu Saja,
Filantropi juga dapat berupa pelatihan keterampilan atau training, yang membekali masyarakat dengan pengetahuan dan kemampuan yang di butuhkan untuk bersaing di pasar kerja. Dengan demikian, mereka tidak hanya bergantung pada bantuan semata, tetapi juga memiliki bekal untuk mandiri dan meningkatkan taraf hidup sendiri.
Filantropi modern juga dapat di wujudkan melalui pemberian beasiswa pendidikan, yang membuka kesempatan bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu untuk meraih pendidikan yang lebih okay. Dengan pendidikan, mereka memiliki peluang lebih besar untuk mendapatkan pekerjaan yang baik dan mencapai kesuksesan yang orang katakan.
Semua bentuk filantropi ini bertujuan untuk memberdayakan masyarakat, bukan hanya memberikan bantuan sesaat.
Dengan membangun masyarakat berdaya, kita menciptakan siklus kebaikan yang terus berputar. Masyarakat yang berdaya akan mampu berkontribusi lebih besar bagi perekonomian, menciptakan lapangan kerja, dan pada akhirnya, menjadi loyalis-loyalis bangsa.
Bukan seperti generasi saat ini. Negara sedang dilanda banyak masalah, eeh malah kabur😂 dengan judul tiket: #KaburAjaDulu. Benih-benih penghianat yang nyata didepan mata. Ibarat kata: Bukannya memperbaiki rumah yang rusak, malah kabur mencari perlindungan di rumah tetangga.
#GenerasiAlay #GenerasiPengecut #GenerasiTakutLapar #IjazahTanpaSkill
Bukan Omon-Omon Doang! Agama lah Yang membuat Kita Maju Sebagai Manusia
Sebagai penutup,
Mari kita nalarkan kesadaran kita kembali tentang perjalanan panjang peradaban manusia. “Bukan dari penalaran Rockey Dungu😁”.
Dari zaman kuno hingga era modern, agama telah menjadi kekuatan yang tak tergantikan dalam membentuk peradaban yang maju dan bermartabat. Agama bukan hanya sekadar ritual atau dogma, tetapi juga nilai-nilai luhur yang menjadi daftar isi perjalanan bagi manusia dalam menjalani kehidupan.
Adab lebih tinggi daripada ilmu.
Ini mengingatkan kita bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi akan sia-sia jika tidak di iringi dengan adab atau moral. Agama hadir untuk menyempurnakan ilmu dan teknologi dengan nilai-nilai luhur, sehingga kemajuan yang di capai tidak hanya bersifat materi, tetapi juga kemampuan dalam memahami dan memiliki mental humanis.
Oleh karena itu, jangan pernah meremehkan peran agama dalam kemajuan manusia. Agama adalah sumber inspirasi, motivasi, dan pedoman bagi kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik, masyarakat yang lebih harmonis, dan bangsa yang lebih maju.
Ingat-Nya: Jadikan nilai-nilai agama sebagai landasan dalam membangun peradaban yang kita banggakan untuk generasi setelahnya, peradaban yang adil jika kamu menjadi pemimpin, makmur atas kedaulatan rakyat, dan berkeadilan sebagai batu pijakan.
Salam Dyarinotescom.