The Art of Letting Go: Ketika Less is Truly More.

You are currently viewing The Art of Letting Go: Ketika Less is Truly More.

Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern yang serba cepat dan penuh notifikasi, seringkali kita merasa overwhelmed. Ibaratnya, inbox email yang tak pernah kosong, feed media sosial yang terus bergulir tanpa henti, hingga tumpukan barang di rumah yang rasanya semakin menggunung. The Art of Letting Go, Less is Truly More.

Kita terjebak dalam siklus “harus punya lebih banyak”, padahal tanpa disadari, justru beban inilah yang membuat kita sulit bergerak bebas dan menikmati apa yang sebenarnya esensial. Fenomena ini seolah menjadi ironi di era digital, di mana konektivitas tanpa batas justru seringkali berujung pada dis-koneksi dengan diri sendiri dan lingkungan sekitar.

Seberapa menarik:

 

Less is More

Konsep “Less is More” bukanlah sekadar tren minimalis yang sedang hype. Lebih dari itu, ini adalah sebuah filosofi pegangan, sebuah seni untuk melepaskan (the art of letting go) segala sesuatu yang tidak lagi memberikan nilai positif dalam hidup kita.

Cabut bulu ayam sebelum dimakan 😀

Ini bukan hanya soal mengurangi jumlah barang, tetapi juga tentang memilah prioritas, menyaring informasi, dan bahkan melepaskan beban pikiran serta ikatan-ikatan yang toxic. Ketika kita berani “mengurangi”, kita justru membuka ruang untuk “lebih” banyak hal yang benar-benar penting: waktu berkualitas, ketenangan pikiran, dan kebahagiaan yang lebih autentik.

 

Dalam Konteks Ekonomi Global.

Salah satu area di mana prinsip “less is more” terasa sangat relevan saat ini adalah dalam konteks ekonomi global. Kita bisa melihat bagaimana kebijakan proteksionisme, seperti tarif impor yang diterapkan oleh Presiden AS Donald Trump, misalnya, dalam perang dagangnya dengan berbagai negara, justru menimbulkan dampak negatif yang meluas.

Alih-alih menciptakan kemakmuran, kebijakan yang berfokus pada “lebih banyak” proteksi dan pembatasan perdagangan seringkali berujung pada kenaikan biaya, gangguan rantai pasok, dan pada akhirnya, konsumen juga yang ikut menanggung bebannya.

Curi cari perhatian?

Harga barang-barang kebutuhan sehari-hari bisa ikut terkerek naik, membuat budget rumah tangga semakin tertekan. Ini menjadi contoh nyata bagaimana “lebih banyak” pembatasan justru menghasilkan “lebih sedikit” keuntungan dan stabilitas ekonomi secara keseluruhan, misalnya.

Bisa juga sebaliknya.

 

Dalam skala personal

Nah, seni melepaskan ini juga krusial untuk mental dan emosional kita. Berapa banyak dari kita yang masih menyimpan dendam, kekecewaan masa lalu, atau ekspektasi yang tidak realistis?

Beban-beban “genangan air” ini, layaknya malware dalam sistem operasi, memperlambat kinerja kita dan menghabiskan energi yang seharusnya bisa kita gunakan untuk hal-hal yang lebih produktif dan membahagiakan.

PoV-Nya: Melepaskan bukan berarti melupakan.

Tetapi lebih kepada menerima masa lalu sebagai bagian dari perjalanan hidup dan memilih untuk fokus pada masa kini dan masa depan. Ini adalah proses self-care yang esensial di tengah tekanan hidup yang serba sikut-sikutan, ikut-ikutan, dan kompetitif ketat.

 

The Art of Letting Go

Menerapkan “the art of letting go” dan mengadopsi filosofi “Less is Truly More” memang membutuhkan keberanian, “stop! dan mau berubah” berikut dengan latihan-latihan. Kita perlu berani keluar dari zona nyaman konsumerisme dan keluar dari rasa “takut di bilang gak bisa nyambung”.

Langkah awalnya bisa di mulai dari hal-hal kecil, misal saja: membersihkan feed media sosial dari akun-akun yang membuat kita merasa insecure, positif saja melihat suatu hal, mendonasikan pakaian atau barang yang sudah lama tidak terpakai, hingga meluangkan waktu untuk digital detox setiap harinya.

Proses ini mungkin tidak instan, namun setiap langkah kecil menuju kesederhanaan akan membawa kita pada pemahaman yang lebih dalam tentang apa yang benar-benar berharga dalam hidup. Dan itu kamu.

Yaa betul, kamu.

Kebenaran yang ada, “less is more” mengajak kita untuk lebih mindful dalam setiap aspek kehidupan. Bukan tentang hidup serba kekurangan, melainkan tentang hidup dengan intensionalitas. Memilih dengan bijak apa yang kita konsumsi, apa yang kita simpan, dan apa yang kita fokuskan.

 

Simplify Your Life, Amplify Your Joy, Esensi Less is More

Melepaskan “lebih banyak” hal yang tidak penting, kita memberikan ruang bagi “lebih banyak” kedamaian, kebahagiaan, dan makna yang sesungguhnya. Ini adalah seni hidup yang relevan di segala zaman, termasuk di tengah kompleksitas isu global seperti perang dagang yang mengingatkan kita bahwa seringkali, solusi terbaik justru terletak pada kesederhanaan dan kolaborasi, bukan pada akumulasi dan konfrontasi.

Ketika ‘kurang’ menjadi ‘cukup’, di sanalah kegembiraan menemukan rumah besar yang sesungguhnya. Buang jauh-jauh beban yang tak perlu, rengkuh ringan langkah menuju sukacita yang berlipat ganda di luar kotak khawatir kita.

Kita bukan squidward tapi spongebob.

Tahu-Nya: Dalam kesederhanaan di temukan kekuatan, dalam kekurangan di temukan kecukupan. Dan jika pun kamu di kasih banyak, jangan menolak.

 

Dyarinotescom.

 

Tinggalkan Balasan