Stop! Jangan Biarkan Hedonic Treadmill Merampas ‘Happiness’ mu

  • Post author:
  • Post category:Lifestyle
  • Post last modified:Februari 12, 2025
  • Reading time:6 mins read
You are currently viewing Stop! Jangan Biarkan Hedonic Treadmill Merampas ‘Happiness’ mu

Pernahkah kamu merasa setelah mendapatkan barang impian atau mencapai tujuan tertentu, kebahagiaan yang dirasakan hanya bertahan sesaat? Setelahnya, kamu kembali merasa “B saja” biasa saja, bahkan hampa. Jangan-jangan, kamu sedang berada di atas Hedonic Treadmill.

Nah, lho😧

Hedonic Treadmill adalah istilah yang menggambarkan kecenderungan manusia untuk selalu kembali ke tingkat kebahagiaan awal mereka, meskipun telah mendapatkan hal-hal yang diinginkan. Ibarat berjalan di atas treadmill, kita terus berlari dan berlari demi mengejar kebahagiaan, namun sebenarnya tidak pernah benar-benar sampai.

Jadi gini,

 

Gambaran Kehidupan dalam Hedonic Treadmill

Coba perhatikan sekelilingmu “Alay-alay gak karuan” Berapa banyak orang yang berlomba-lomba mengejar materi, jabatan, atau popularitas?

Mereka percaya bahwa semua itu akan membawa kebahagiaan abadi. Namun, kenyataannya, “Kosong!” Kebahagiaan yang mereka dapatkan hanya bersifat sementara. Setelah mendapatkan apa yang mereka inginkan, mereka akan merasa hampa dan mulai mencari hal baru lainnya untuk dikejar.

Begitu seterusnya, tanpa henti.

Fenomena ini tidak hanya terjadi pada orang dewasa. Anak muda pun sama, ikut terjebak dalam Hedonic Treadmill. Mereka berlomba-lomba mengikuti tren terbaru, memiliki gadget canggih, atau hangout di tempat-tempat kekinian. Mereka ingin sekali terlihat keren seraya katawa ketiwi, mengikuti jejak seniornya.

Namun, seringkali lupa untuk menikmati momen saat ini.

 

Mengapa Bisa Terjadi?

Hedonic Treadmill terjadi karena manusia memiliki kemampuan beradaptasi dengan segala sesuatu yang baru. Ketika kita mendapatkan sesuatu yang kita inginkan, kita akan merasa senang. “Wah hebat gue!” Namun, seiring waktu, kita akan terbiasa dengan hal tersebut dan tingkat kebahagiaan kita akan kembali ke level semula.

Balik lagi ke tangga awal. Begitu seterusnya.

Selain itu, tekanan sosial dan budaya juga turut memicu Hedonic Treadmill. Kita hidup di masyarakat yang konsumtif, di mana orang-orang terus-menerus dijejali dengan Jualannya orang “iklan dan promosi” baik itu barang, pelayanan, maupun gaya hidup. Dan itu membuat kita merasa “Aku harus memiliki sesuatu yang baru” mencapai status: ‘bahagia’, sama seperti yang iklan gambarkan.

Jadi alay kan. Nah, mau tau jalan keluar dari Hedonic Treadmill?

 

5 Langkah Keluar dari Hedonic Treadmill

Kebahagiaan itu bukan sesuatu yang bisa dibeli atau dikejar. Kebahagiaan itu ada di dalam diri kita sendiri. Dengan fokus ke hal-hal berikut, kita bisa keluar dari Hedonic Treadmill dan hidup lebih seperti manusia.

Yuk, simak 5 langkah anti boncos buat lepas dari Hedonic Treadmill, diantaranya:

 

1. Fokus ke inner peace, bukan cuma followers

Di era media sosial ini, validasi dari luar seringkali menjadi fokus utama. Keinginan untuk terlihat keren, kaya, dan sukses dengan “jutaan likes” mendorong banyak orang untuk mengabaikan kebahagiaan sejati yang bersumber dari dalam diri. Oleh karena itu, penting untuk mulai fokus pada ‘inner peace’ atau kedamaian batin. Carilah hal-hal yang memberikan kenyamanan dan kebahagiaan tanpa harus bergantung pada penilaian orang lain.

 

2. Gak harus relate sama semua tren, yang penting meaningful

Tren itu cepat sekali berubah. Apa yang hype hari ini, bisa jadi ketinggalan esok hari. Kita tidak akan pernah sampai di garis akhir jika terus mengejar tren. Lebih baik fokus pada hal-hal yang bermakna bagi hidup kita, sesuatu yang bernilai bagi diri sendiri, bukan hanya sekadar ingin terlihat kekinian untuk dikatakan “up to date”.

 

3. Quality time itu priceless, bukan cuma check in di tempat hits

Kita seringkali terlalu sibuk hunting foto di tempat-tempat instagramable, buat di unggah ke media sosial. Bahkan, hal-hal yang kurang pantas pun di anggap keren demi konten. Padahal, yang lebih penting itu quality time sama orang-orang tersayang. Ngobrol, ketawa bareng, saling curhat, itu jauh lebih berharga daripada sekadar eksistensi di media sosial.

 

4. Self-care itu self-love, bukan cuma selfie

Penting, tapi jangan salah kaprah. Self-care itu bukan cuma perawatan wajah atau belanja barang-barang mahal. Self-care yang berlebihan, apalagi yang sampai membuat seseorang terlihat berbeda dari dirinya sendiri, justru bisa jadi tanda bahwa ada hal yang perlu di terima dan di sayangi dari diri sendiri. Ini tentang mencintai diri sendiri, menerima kekurangan, dan menghargai apa yang kita punya.

 

5. Gratitude is a must, bukan cuma hastag

Syukuri apa yang ada, hidup adalah anugerah. Hal-hal kecil, seperti masih bisa bangun pagi, nikmatnya iman dan islam, dan mempunyai keluarga yang sayang, itu juga patut di syukuri. Gratitude itu bukan cuma hastag di media sosial, tapi kunci kebahagiaan yang sebenernya.

 

Berhenti Berlari di Tempat: Keluar dari Hedonic Treadmill Sekarang!

Hedonic Treadmill adalah ilusi yang membuat kita terus mengejar fatamorgana ‘Happiness’. Kita berlari, berkeringat hingga terengah-engah, namun tak pernah sampai, hingga akhirnya lelah dan kosong, tanpa tahu apakah yang kita cari itu benar-benar ada.

Berhenti! Saatnya keluar dari lingkaran sesat ini. Kebahagiaan sejati tidak terletak pada materi atau pencapaian dunia, melainkan pada rasa syukur atas apa yang di berikan, dan mampu mencintai serta memberi.

Jangan biarkan kebahagiaanmu di gantungkan pada orang lain atau keadaan. Kebahagiaan adalah pilihan, dan pilihan itu ada di tangan sendiri. Kebahagiaan bukanlah sesuatu yang sudah jadi. Ia datang dari tindakanmu sendiri.

 

Salam Dyarinotescom.

 

Tinggalkan Balasan