Bayangkan dunia di mana setiap biji-bijian, buah, dan sayuran yang kita makan adalah hasil rekayasa genetika atau mereka sebut dengan GMO. Kedengarannya seperti skenario film fiksi ilmiah, yaa gak sih? Tapi, dengan laju perkembangan teknologi saat ini, bukan tidak mungkin itu terjadi, dan tidak ada yang bisa menolak untuk menghadapi realitas tersebut.
Buah-buahan seperti pisang, apel misalnya, terlihat semakin cantik dengan rasa yang manis sempurna. Siapa yang suka makan ayam ‘tiga bulan potong’? Salmon apa lagi. Tapi, tetap saja orang ngantri di Mall untuk mendapatkannya. Hallo! 🙄…
Pertanyaan demi pertanyaan, masih mencari jawaban yang tepat:
Jika, semua makanan kita adalah GMO, lantas apa yang akan kita makan? Jika pun itu kita makan, apa yang bakal terjadi dengan kita? Jadi monster kah? Apakah separah itu kompetisi teknologi diciptakan, sehingga harus menekan proses alami dan bergantung sepenuhnya pada produk rekayasa genetika.
Yang kita lakukan ini bukanlah main-main.
GMO Sebuah Loncatan Besar dalam Bioteknologi
Genetically Modified Organism (GMO) atau Organisme Hasil Rekayasa Genetika merupakan organisme yang genomnya telah diubah melalui teknik rekayasa genetika. Perubahan ini memungkinkan organisme memiliki sifat baru yang peniliti inginkan, misal: ketahanan terhadap hama, peningkatan produksi, atau kandungan nutrisi yang lebih tinggi.
Kapan dan Dimana Dimulai?
Proses coba-coba untuk memodifikasi genetik, sebenarnya telah dilakukan manusia sejak zaman dahulu. Dari dulu kita sangat suka dengan percobaan. Seleksi buatan pada tanaman dan hewan, misalnya, adalah bentuk awal dari modifikasi genetika.
Namun, revolusi genetika modern yang kita kenal saat ini, dimulai pada pertengahan abad ke-20. Nah, Tahun 1970-an menjadi titik balik dengan ditemukannya ‘enzim restriksi’ yang memungkinkan para ilmuwan untuk memotong dan menyambungkan DNA. Penemuan ini membuka jalan bagi teknik rekayasa genetika yang lebih canggih.
Tanaman GMO Pertama, seperti apa?
Tanaman GMO komersial pertama yang di perkenalkan adalah tomat Flavr Savr pada tahun 1994. Tomat ini mereka rekayasa secara genetik, agar memiliki umur simpan yang lebih lama. Para ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu, seperti biologi molekuler, genetika, dan pertanian, terlibat dalam pengembangan teknologi GMO. Perusahaan-perusahaan bioteknologi besar juga memainkan peran penting dalam komersialisasi tanaman GMO.
Apa yang Memicu Penemuan GMO?
Beberapa faktor utama yang mendorong pengembangan teknologi GMO, seperti meningkatnya populasi dunia, perubahan iklim, permintaan konsumen, dan juga karena ingin meningkatkan kualitas hidup.
Pertumbuhan populasi yang pesat, kebutuhan pangan semakin meningkat.
GMO di harapkan dapat meningkatkan produksi pangan dan mengatasi masalah kelangkaan pangan. Ketika terjadi perubahan iklim menyebabkan berbagai tantangan dalam pertanian, seperti kekeringan, hama, dan penyakit tanaman. GMO dapat menghasilkan tanaman yang lebih tahan terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim.
Konsumen mulai sadar akan pentingnya nutrisi dan kesehatan.
GMO dapat di gunakan untuk meningkatkan kandungan nutrisi pada makanan atau menghasilkan tanaman yang bebas alergen. GMO juga dapat digunakan untuk menghasilkan bahan baku industri, seperti bahan bakar nabati dan bahan kimia.
Sampai disini, beberapa orang mulai berpikiran,
Apa yang bakal terjadi dengan kita, Jika Makanan kita hasil dari Proses GMO. Jadi monster kah?
Banyak orang bertanya-tanya tentang dampak jangka panjang dari mengonsumsi makanan hasil rekayasa genetika (GMO). Sejauh ini sih, “Tidak ada!”, kita tidak akan berubah menjadi monster jika mengonsumsi makanan GMO. Kata ‘mereka’, kekhawatiran terhadap GMO lebih dari sekadar mitos belaka.
Yang pasti,
Benar, belum ada bukti ilmiah yang kuat yang menunjukkan bahwa mengonsumsi makanan GMO akan menyebabkan dampak negatif yang signifikan pada kesehatan manusia, namun penting bagi kita untuk tetap kritis, memahami lebih dalam, dan mengikuti perkembangan penelitian terbaru.
Mengonsumsi atau tidak mengonsumsi GMO adalah Pilihan dan hak setiap orang.
Meskipun banyak penelitian menunjukkan keamanan GMO, tentu saja harus tetap waspada mengenai potensi alergi, resistensi antibiotik, dan dampak pada mikrobioma usus. Di sisi lain, dari sudut pandang lingkungan, penggunaan GMO yang berlebihan dapat mengganggu keseimbangan ekosistem. Misalnya, munculnya superweed atau gulma super yang kebal terhadap herbisida.
Pertanyaan berikutnya:
Jika semua makanan kita adalah GMO, lantas apa yang kita makan?
Jika seluruh makanan kita adalah hasil rekayasa genetika (GMO), kita akan hidup dalam dunia yang sangat berbeda dari sekarang. Keanekaragaman hayati pangan yang selama ini kita nikmati akan terancam. Bayangkan, jika semua beras, jagung, dan kedelai memiliki gen yang hampir identik.
Hal ini tidak hanya membatasi pilihan makanan kita, tetapi juga meningkatkan risiko gagal panen massal jika terjadi serangan hama atau penyakit baru yang kebal terhadap modifikasi genetik yang ada. Selain itu, kita akan semakin bergantung pada segelintir perusahaan besar yang menguasai teknologi GMO. Tentu saja, memicu monopoli dan mengurangi daya tawar kita sebagai konsumen.
Separah itukah teknologi di ciptakan, sehingga Kita bergantung pada GMO?
Ini bukan salahnya dari teknologi. Tapi kitanya yang ‘puber’ terhadap penemuan baru tersebut. Lagian, belum ada korban juga 😁. Jadi, yaa.. di teruskan saja hingga nanti ketemu mentoknya di mana. Dan benar sekali, pertanyaan mengenai ketergantungan kita pada GMO seringkali di iringi dengan kekhawatiran akan dampak negatif teknologi terhadap alam dan kesehatan.
Namun, perlu kita ingat bahwa pengembangan GMO ini adalah respons karena permintaan pasar secara global yang semakin naik. Jadi, bukan semata-mata salah mereka yang menjual, tapi karena banyak orang yang butuh. Pertumbuhan populasi yang pesat, perubahan iklim, dan degradasi lahan pertanian mendorong kita untuk mencari solusi inovatif guna memenuhi pasokan kebutuhan pangan.
Dalam konteks ini, GMO hadir sebagai salah satu opsi terbaik menghasilkan produk dengan kualitas bagus, dari mereka sebagai penjual, untuk mengatasi masalah kelangkaan pangan dan meningkatkan kualitas hidup si pembeli yang membutuhkan.
Jika Semua GMO, Lantas Kita Makan Apa?
Pada akhirnya, pertanyaan “Jika Semua GMO, Lantas Kita Makan Apa?” mengundang kita untuk merenungkan pentingnya keanekaragaman hayati dalam sistem pangan. Sejatinya, di dalam satu urusan yang riweuh, cari kesederhanaan. Jika kita berada di tengah kekacauan, cari keteraturan. Dan ketika kita di tengah kesulitan, cari kesempatan.
Ketergantungan semata pada GMO mungkin tampak sebagai solusi sederhana, namun pada kenyataannya, ini ternyata menciptakan masalah baru yang lebih jelimet. Keseimbangan antara inovasi teknologi dan pelestarian alam adalah kunci untuk membangun sistem pangan yang berlanjut. Pilihan makanan yang kita buat setiap hari adalah sebuah ‘surat pernyataan’ tentang nilai-nilai yang kita anut.
Dengan mendukung petani lokal, memilih produk organik, dan mencari tahu asal-usul makanan yang kita konsumsi, kita bisa memahami bagaimana mendorong perubahan yang lebih baik dalam sistem pangan. Dan sebenarnya, tulisan ini mengajak kita untuk membayangkan masa depan pangan dunia kedepan. Untuk itu, jadilah perubahan seperti yang ingin kamu lihat di satu hari kelak.
Salam Dyarinotescom.