Life’s Little Moments: Capturing thoughts, Healthy habits, and Connections. Embrace the moment, Join me on this journey.

Watermelon Effect: Ketika Output dan Outcome Memilih Berbeda

Share:

Pernahkah kamu melihat semangka yang tampak sempurna dari luar, namun ketika dibelah, 🤔 Boom! Isinya tak seperti yang kita harapkan? “Akuuu tertipu…”. Begitu pula dengan apa yang terjadi di luaran sana. Di balik ‘frame’ yang gemerlap, tersembunyi problem serius yang sebenarnya bisa kita katakan “tidak baik-baik saja”. Mereka sebut itu sebagai Watermelon Effect.

Watermelon effect, atau sering disebut juga sebagai “core-shell model”, adalah sebuah metafora yang menggambarkan suatu sistem, bisa itu: senyawa kimia, entitas bisnis, proyek, atau apalah, luarnya terlihat baik, namun isi dalamnya berbeda. Penampilan luar yang menawan menyembunyikan realitas berbeda di dalam. Terlalu berfokus kepada output dan bukan pada outcome.

Mereka memilih jalan yang Berbeda.

 

Watermelon Effect

Ketika itu kita kaitkan dengan satu entitas usaha, Metafora ‘Watermelon Effect’ dapat merusak kinerja organisasi secara signifikan, lho. Masalah internal yang tersembunyi dapat menghambat pertumbuhan, inovasi, menurunkan produktivitas dan manfaat, serta pada akhirnya meruntuhkan kepercayaan. EndGame.

Secara sederhana kita misalkan metafora ini, seperti:

Satu tim, mengembangkan satu blog seperti dyarinotescom, misalnya. Website terlihat menarik, desainnya modern, dan kontennya banyak. Namun, ketika pengguna mulai menjelajahi lebih dalam, mereka tidak menemukan manfaat, loadingnya lama bet, fitur tidak berfungsi, dan informasi yang mereka keluarkan di luar dari konteks “akurat”. Ini sama seperti semangka yang tampak sempurna dari kulit “hijau’, tetapi ketika dibelah, isinya agak lain “merah”.

Atau begini,

Sebuah proyek pembangunan kota yang ambisius, sebut saja: “pembangunan pusat bisnis baru atau revitalisasi kawasan kumuh”, misalnya. Dari luar, proyek ini terlihat sangat menjanjikan. Dengan: desain arsitektur megah dan modern, fasilitasnya lengkap, banner iklan sudah terpasang dengan janji ‘akan’ meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Namun, di balik balutan yang menggiurkan, ternyata tidak ada manfaat. Kualitas bangunannya buruk, anggaran di korupsi, atau ketidaksesuaian perencanaan dengan kondisi di lapangan.

 

Ketika Output dan Outcome Memilih Jalan Berbeda

Biasanya ‘Watermelon Effect’ terjadi karena kita terlalu fokus pada Output, dan melupakan Outcome. “Sepertinya mereka memilih jalan yang berbeda”. Output adalah hasil dari sebuah aktivitas. Sedangkan Outcome adalah manfaat yang dapat dicapai dalam sebuah Output.

  • Website terlihat menarik itu output, pengguna merasa nyaman dan mendapatkan manfaat itu Outcome;
  • Desain arsitektur megah dan modern serta fasilitasnya lengkap itu Output, kualitas hidup masyarakat meningkat itu Outcome.

 

Outcome diukur dari seberapa besar manfaat yang kita dapat atas hasil usaha yang kita lakukan. Tidak hanya fokus pada hasil akhir saja, tetapi juga pada proses yang dilalui dan dampak yang dihasilkan.

Terlalu mengejar Output tanpa mempertimbangkan Outcome dapat berujung pada hasil yang kontraproduktif. Kita mungkin berhasil mencapai target, namun kehilangan makna dan tujuan sebenarnya dari kegiatan tersebut. Dan anehnya lagi, kadang kala dengan sengaja di biarkan.

Hanya sebatas serapan anggaran belaka.

Mereka seringkali acuh dan merasa “bodoh amat” atas Outcome yang akan dicapai. Sikap ini mencerminkan kurangnya kesadaran akan pentingnya manfaat. Padahal, outcome yang baik adalah bukti nyata bahwa “kita ini kerja, kerja”.

 

 

Apa Sebab?

‘Watermelon Effect’ disebabkan banyak faktor. Tekanan yang tinggi untuk mencapai target kinerja yang ditetapkan, misalnya, dapat mendorong anggota tim untuk cuek terhadap Outcome. Belum lagi kurangnya komunikasi terbuka dan kejujuran antar devisi, dapat menyebabkan masalah terlalu lama muncul ke permukaan.

Memang benar, kultur organisasi menjadi akar masalah.

Kultur organisasi yang terlalu fokus pada pencapaian target Output, dan tidak menghargai kerja dapat memperparah masalah. Sistem pengukuran kinerja yang hanya fokus pada hasil akhir dan tidak mempertimbangkan proses dan manfaat, dapat mendorong perilaku yang kurang baik. “Kepura-puraan menjadi jalannya”, ala Drama Korea.

 

Bagaimana nanti Jadinya?

Akan banyak hal yang terjadi ketika ‘Watermelon Effect’ kita biarkan. Fokus pada penampilan luar dapat menghambat organisasi dalam mengembangkan strategi jangka panjang yang berkelanjutan. “Sudah lelah bekerja, tapi Outcome-nya Zero!” Manfaatnya kecil sekali.

Ketika ini terungkap, kepercayaan, pelanggan, dan komponen lainnya pasti jebol dan terkikis. “Dibuang tuh ke tong sampah, semua yang kita bangun bersama”. Personil yang berbakat cenderung meninggalkan organisasi yang tidak transparan atas masalah internal yang serius.

 

Jalan baiknya Bagaimana?

Bagaimana mencari jalan baik agar dapat mencegah ‘Watermelon Effect’ ini?

Sebenarnya, dengan kita membangun budaya organisasi yang terbuka dan jujur, setiap anggota tim akan merasa aman untuk mengungkapkan ‘unek-unek’ yang dihadapi. “Ooh ini toh masalahnya”, sehingga memungkinkan kita untuk mengidentifikasi, mempercepat proses pemecahan masalah, dan meningkatkan efisiensi dalam bekerja.

Dengan menggunakan Performance Management System (PMS) yang tidak hanya melihat hasil akhir, tetapi juga melihat proses dan perilaku, kita dapat lebih memahami kontribusi setiap anggota tim terhadap keberhasilan. Tolak ukurnya bisa dengan: Key Performance Indicators (KPIs), Leading, Lagging, dan Qualitative Indicators.

Ini memungkinkan kita untuk mengukur hasil atau output dari suatu proses, tingkat kepuasan, profitabilitas, memberikan umpan balik atau “apresiasi yang pantas”, serta membangun rencana pengembangan skill yang lebih dalam.

Alih-alih hanya mengejar target Output, kita juga perlu menginvestasikan waktu dan sumber daya untuk pengembangan kompetensi inti, sehingga mereka dapat meningkatkan kontribusi secara lebih signifikan bagi pertumbuhan organisasi di masa depan, dan tentu saja itu akan menunjang kesuksesan dalam jangka waktu yang lebih lama.

Komunikasi yang ‘erat’ harus terus terjadi, baik di dalam maupun di luar tim, menjadi kunci keberhasilan dalam mencapai tujuan bersama. Dengan memastikan bahwa semua pihak memiliki pemahaman tentang “tujuan dan kepentingan”, kami rasa itu cukup.

Dengan itu, kita dapat membangun simbol-simbol sinergi yang kuat dalam mencapai hasil yang optimal. Suatu sistem yang menggambarkan kematangan, yaitu penampilan kulit yang hijau menarik, serta memiliki isi buah yang segar, merah, dan manis di dalam, layaknya Semangka.

 

 

Watermelon: Walau Berbeda tetapi Sama Manfaat

Benar adanya, ketika kita mengejar Outcome yang optimal, kita mampu mencapai tujuan sesuai dengan rencana sebelumnya, memberikan nilai tambah bagi semua pihak yang terkait, serta menciptakan pertumbuhan dan perubahan positif.

Dengan memahami penyebab dan dampak dari Watermelon Effect, kita dapat mengambil langkah-langkah preventif untuk mencegah “kemacetan logika dan kuasa” serta membangun organisasi yang lebih sehat dan “Ayoo, terus berlanjut”.

Analogi semangka dalam ‘Watermelon Effect’ sebenarnya mengajak kita merenung tentang banyak hal.

Kulit hijau semangka yang keras melambangkan tantangan dan perbedaan yang sering kita hadapi dalam setiap urusan. Namun, di balik kulit yang hijau itu, tersimpan daging buah yang merah, segar, dan manis, simbol dari potensi, manfaat, serta kebaikan yang ada.

Semua bisa terwujud, jika kita memperhatikan semua proses dan memecahkan problem tentang “Apa yang terjadi?”.

 

Salam Dyarinotescom.

Related Posts:

Jangan Lewatkan

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Life’s Little Moments: Capturing Thoughts, Healthy Habits, and Connections. Embrace the Moment.

Join Me On This Journey.