Nah, ada hari yang aneh di kalender kita, bukan? Bukan Senin yang berat, bukan juga Sabtu yang santai. Hari itu adalah Jumat. “Friday Feeling.” Sebuah hari yang punya aura magis, seolah-olah semua energi negatif dari seminggu penuh menguap gitu saja. Bahkan, memesan kopi di hari Jumat rasanya beda. Kakak nya kok lebih cakep yaa! senyumnya lebih lebar, dan aroma kopinya entah kenapa lebih wangi. Semua orang seolah sepakat untuk sedikit lebih baik, lebih santai, karena “semua tahu” besok sudah waktunya rebahan, atau mungkin justru keliling cari diskon-an.
Jumat punya keunikannya sendiri, terutama menjelang sore.
Ada semacam ritual tidak tertulis yang terjadi serentak di mana-mana. Jam 3 sore menjadi puncaknya. Ada sebuah momen aneh yang sering kita lewatkan, tersembunyi di balik tumpukan deadline dan notifikasi pesan.
Boleh jadi, kamu mungkin tidak menyadarinya, tapi ada hal-hal paling absurd dan di luar nalar yang terjadi tepat pada jam itu. Bukannya mau membocorkan rahasia, tapi ini lebih seperti mengungkap sebuah fenomena yang selama ini kita abaikan.
Friday Feeling.
Friday Feeling! Apa yang Terjadi di 15.00
Jam 15.00 di hari Jumat itu bukan sekadar angka. Ini adalah waktu di mana dunia seolah melambat. Yup! Benar-benar melambat. Dan semua orang menyingkirkan sejenak segala penat. Seolah-olah ada sinyal tak kasat mata yang mengumumkan, “Waktunya bersenang-senang”.
Kamu bisa lihat fenomena ini di mana saja: di kantor, di kafe, bahkan di jalanan. Sebuah pergeseran kolektif dari mode “serius” ke mode “santai”.
Saat jam menunjukkan pukul 15.00, ada semacam power-up yang tiba-tiba muncul. Konsentrasi yang tadinya utuh untuk menyelesaikan laporan tiba-tiba buyar, digantikan oleh keinginan tak tertahankan untuk mengecek media sosial atau mencari meme lucu.
Ini bukan tentang kemalasan, ini tentang respons alami tubuh kita terhadap janji kebebasan di depan mata. Kita tidak lagi berada dalam kendali, melainkan dikendalikan oleh sihir yang dinamakan Friday Feeling.
Friday Feeling.
10 Kejadian Paling Absurd Yang Terjadi di 15.00
Jam 15.00 di hari Jumat itu seperti sebuah portal menuju dimensi lain. Dimensi di mana logika sedikit dikesampingkan dan kenakalan ringan diperbolehkan. Ini bukan tentang melakukan hal-hal yang ilegal, tapi tentang hal-hal yang sangat aneh dan tidak penting yang entah kenapa kita lakukan. Semua kejadian ini terasa ganjil, tapi di sisi lain, justru sangat manusiawi.
Mereka adalah ritual private kita yang tersembunyi.
Sebelum kita masuk ke daftar, bayangkan dirimu ada di sebuah ruang kerja. Lampu neon menyala, suara ketikan keyboard bersahutan. Tiba-tiba, jam menunjukkan pukul 15.00. Ziiip! Sesuatu yang ganjil dan tidak terduga pun mulai terjadi.
Ada banyak dong hal-hal paling absurd yang sering kita lakukan tanpa sadar. Yaa, bisa saja itu:
1. Revisi Paling ‘Halu’.
Pukul 15.00 di hari Jumat, logika tiba-tiba libur. Saat semua orang sibuk mengurus pekerjaan yang tersisa, kamu justru dapat ilham paling absurd: mengganti semua font Times New Roman yang serius dan kaku di laporanmu dengan Comic Sans yang konyol dan riang gembira.
Alasannya jelas, bukan untuk merusak laporan, tapi sebagai bentuk revisi paling ‘halu’ untuk menghibur diri, seolah-olah kamu sedang merayakan kemenangan kecil atas kekusutan hari kerja dengan mengubahnya menjadi festival tipografi.
PoV-nya: Di tengah kepenatan, kita semua butuh sedikit kegilaan tak penting untuk menjaga kewarasan.
2. Momen ‘Savage’ di Grup Kantor.
Grup WhatsApp kantor, yang biasanya hanya berisi pesan-pesan formal seperti “laporan sudah saya kirim” atau “jangan lupa meeting jam 2,” tiba-tiba berubah fungsi menjadi arena komedi dadakan. Tepat pukul 15.00, entah dari mana datangnya, ada satu individu pemberani yang meluncurkan serangan meme paling absurd, mungkin stiker wajah kucing yang memakai kacamata sambil bilang “santai dulu bosku”.
Anehnya, serangan itu tidak memancing teguran, justru memicu reaksi masif. Seolah-olah password tersembunyi telah ditemukan, layar ponsel seluruh penghuni grup langsung dipenuhi oleh rentetan emotikon tertawa, mulai dari 😂 sampai 🤣, seolah menandakan sebuah gencatan senjata tak tertulis dari segala beban kerja.
PoV-nya: Di balik tumpukan deadline dan formalitas, ada jiwa-jiwa yang hanya butuh sebuah meme konyol untuk bertahan hidup sampai jam pulang tiba.
3. Mendadak Jadi ‘Influencer’.
Tepat pukul 15.00, entah energi dari mana, tiba-tiba kamu merasa mood-mu berubah. Ponsel yang tadinya hanya teronggok pasrah di samping mouse tiba-tiba terasa begitu menarik. Dengan gerakan ala influencer yang penuh perhitungan, kamu mengambil foto meja kerjamu yang sebenarnya tidak ada istimewanya, dengan satu cangkir kopi dingin dan tumpukan kertas laporan yang memelas.
Setelah menambahkan filter yang membuat segalanya terlihat lebih dramatis, kamu pun mengunggahnya ke Instagram Story, lengkap dengan caption sok puitis yang bikin geleng-geleng kepala, “Menikmati senja di balik tumpukan deadline.” Padahal, sinar matahari dari jendela masih sangat brutal dan terik, menunjukkan bahwa sore masih sangat jauh dan tugas-tugas itu belum tersentuh sama sekali.
4. Perang Batin ‘Mau Pulang Apa Nggak’.
Jam 15.00 di hari Jumat itu seolah-olah menjadi arena pertarungan batin paling sengit sepanjang minggu, di mana satu sisi otakmu berbisik halus, “Ayo, hitung mundur! Dua jam lagi kamu bebas!”, sementara sisi lain yang lebih ‘nakal’ dengan genitnya merayu, “Ah, 15 menit curi start itu nggak bakal ketahuan, kok.
Nggak ada yang tahu kamu sudah ngetik ‘Cheers’ di email padahal kerjaan belum selesai.” Perang internal ini membuatmu jadi terlihat seperti agen rahasia yang sedang merencanakan pelarian besar, padahal yang kamu rencanakan hanyalah pulang lebih cepat untuk bisa rebahan di sofa sambil menonton series tanpa beban.
Setiap detik yang berlalu adalah negosiasi dengan diri sendiri, dan akhirnya kamu memutuskan, “Oke, 10 menit saja, deh,” yang berujung pada lima menit kemudian kamu sudah membereskan tas seolah-olah alarm kebakaran sudah berbunyi.
5. Mendadak Jadi ‘Food Vlogger’.
Konsentrasi yang tadinya tebal setebal kamus, tiba-tiba buyar tak bersisa. Itu semua gara-gara ada salah satu teman yang dengan khidmatnya, seperti seorang koki bintang Michelin yang baru saja menciptakan mahakarya, mengeluarkan sebuah bungkus keripik kentang dari laci mejanya.
Seketika, suasana hening berubah menjadi syuting dadakan. Ponsel-ponsel diangkat tinggi-tinggi, lampu flash dinyalakan, dan kamera mulai merekam setiap detail dari keripik yang renyah itu. “Baiklah gaes, kita unboxing keripik kentang edisi terbatas,” kata seseorang dengan suara dibuat-buat seperti food vlogger profesional.
“Kerenyahan dan cita rasanya autentic banget! Ending-nya manis banget!” padahal yang manis itu cuma sisa remah-remah yang nempel di jari-jari mereka. Semuanya begitu totalitas, seolah-olah penemuan keripik kentang ini adalah berita paling penting di seluruh dunia, mengalahkan berita-berita di luar sana.
6. ‘Tiba-tiba Jadi Sosiolog Dadakan’.
Tiba-tiba saja kita semua mendadak menjadi sosiolog amatir dadakan yang lebih jeli dari detektif swasta. Obrolan bisik-bisik di sudut ruang kantor bukan lagi tentang pekerjaan, melainkan tentang interpretasi senyum tipis si bos.
Satu senyumnya bisa dianalisis dari berbagai sudut pandang: “Oh, kayaknya dia habis dapat kabar baik,” atau lebih absurd lagi, “Jangan-jangan dia lagi nonton Stand-Up Comedy di HP-nya dan kita enggak tahu.”
Sambil pura-pura fokus ke layar, mata kita melirik, otak kita bekerja, dan imajinasi liar kita menciptakan skenario konspirasi yang jauh lebih rumit daripada alur film Inception.
7. Mendadak ‘Gak Punya Utang’.
Sebuah keajaiban finansial yang absurd terjadi: kamu mendadak ‘gak punya utang’. Bukan utang uang, melainkan utang pekerjaan. Semua deadline yang tadinya menumpuk setinggi gunung Everest dan mengancam untuk menelanmu hidup-hidup, tiba-tiba menguap begitu saja.
Di dalam kepala, ada bisikan-bisikan aneh yang meyakinkanmu bahwa laporan itu akan selesai dengan sendirinya, mungkin dikerjakan oleh peri-peri pekerja keras yang hanya muncul di hari Jumat sore.
Kamu merasa seolah-olah sudah membayar lunas semua kewajibanmu, bahkan sebelum sempat menyentuhnya, dan sekarang kamu bebas merdeka, siap untuk menyambut weekend seolah-olah kamu baru saja memenangkan lotre dan tidak perlu lagi memikirkan apapun selain rebahan.
Ini adalah momen langka ketika procrastination bertransformasi menjadi sebuah seni😁, sebuah ritual pelepasan diri yang sakral dari jerat tanggung jawab duniawi.
Friday Feeling: Aku Panik, Kamu Pasrah. Ritual Dadakan?
Sejujurnya, kami sendiri sering panik saat Jumat sore tiba.
Bukan karena pekerjaan, tapi karena waktu yang terlalu cepat berlalu. Seolah-olah hari ini adalah fast forward dari hari-hari biasa. Panik karena sadar, saya belum melakukan hal ‘besar’ apapun minggu ini. Tapi, anehnya, kepanikan itu cepat sekali diganti oleh kepasrahan. Pasrah karena tahu, apa pun yang saya lakukan, Senin tetap akan datang. Panik itu hanya ilusi, sedangkan kepasrahan itu adalah sebuah keniscayaan.
Kami tentu tidak tahu dengan “siapa kamu?”, tapi kami secara pribadi melihat fenomena ini sebagai sesuatu yang unik.
Sebuah pengakuan kolektif bahwa kita semua butuh istirahat, butuh jeda dari segala hiruk pikuk. Kita butuh momen untuk tidak melakukan apa-apa, atau setidaknya, melakukan hal-hal yang tidak penting. Panik karena takut, dan pasrah karena sadar. Kita semua adalah korban dan pelaku dalam skenario absurd ini.
Kamu bisa bilang ini adalah sebuah ‘pelarian’, tapi saya lebih suka menyebutnya sebagai sebuah ‘transisi’.
Transisi dari mode kerja ke mode hidup. Dari mode ‘harus’ ke mode ‘ingin’. Kita tidak lagi dipaksa oleh pekerjaan, tapi oleh keinginan untuk bahagia. Meskipun kebahagiaan itu hanya sebatas bisa rebahan di kasur atau bisa menonton film tanpa diganggu notifikasi pekerjaan.
Di balik semua kepanikan dan kepasrahan itu, ada sebuah ‘ritual dadakan’ yang tidak kita sadari. Ritual mencari kebahagiaan dari hal-hal kecil. Membeli cemilan yang harganya tidak masuk akal, atau tiba-tiba menelepon teman lama hanya untuk mengatakan, “Jumat ini aneh, ya.”
Ritual yang sebenarnya tidak kita rencanakan, tapi terjadi begitu saja.
Jangan panik.
Pasrahlah pada kenyataan bahwa Jumat memang harus dinikmati.
Jangan terlalu banyak berpikir, jangan terlalu banyak merencanakan. Biarkan saja semua mengalir. Karena pada akhirnya, semua kepanikan itu tidak akan berarti apa-apa jika kita tidak pernah bisa menikmati prosesnya.
Fenomena ‘Senyum 15.00’: Momen Paling Ajaib di Hari Jumat
Friday Feeling.
Fenomena ini seringkali tidak kita sadari, tapi begitu kamu mulai memperhatikannya, kamu akan melihatnya di mana-mana. Orang-orang tiba-tiba tersenyum. Bukan senyum palsu atau senyum karena dipaksa, tapi senyum lepas. Senyum yang muncul setelah mereka melakukan hal-hal absurd tadi.
Senyum yang menjadi tanda bahwa ‘mode santai’ sudah sepenuhnya aktif.
15.00 ini adalah momen paling ajaib. Sebuah momen di mana kita semua sepakat untuk merasa sedikit lebih ringan. Beban pekerjaan seolah menguap, digantikan oleh antusiasme menyambut akhir pekan. Ini adalah senyum yang jujur, tanpa filter, tanpa pretensi. Sebuah senyum yang mengatakan, “Kita berhasil melewati seminggu ini.”
Lain kali, saat kamu melihat orang tersenyum pada pukul 15.00 di hari Jumat, jangan anggap itu biasa saja. Itu adalah sebuah perayaan kecil. Sebuah momen yang tak terlukiskan, di mana kita semua menjadi satu dalam kebahagiaan yang sama.
FunFact-Nya: Jumat, bukan sekadar hari, tapi sebuah perjalanan menuju kebahagiaan yang kita ciptakan sendiri.
Salam Dyarinotescom.