No Buy Challenge 2025: Ternyata Lebih dari Sekadar Ikut-Ikutan

  • Post author:
  • Post category:Did You Know
  • Post last modified:Januari 7, 2025
  • Reading time:6 mins read
You are currently viewing No Buy Challenge 2025: Ternyata Lebih dari Sekadar Ikut-Ikutan

Pernahkah kamu merasa lelah atau tersadar “kok aku bodoh yaa” dengan tumpukan barang di rumah yang sebenarnya tidak kita gunakan atau tidak di butuhkan? Atau mungkin merasa terpancing karena terus tergoda untuk membeli barang-barang baru? Jika ya, maka ‘No Buy Challenge 2025’ kali ini bisa menjadi solusi yang tepat.

Woow! 🫡satu tantangan untuk menjadi contoh baik bagi generasi muda.

Di balik perilaku liar yang seolah tak terkendali, seringkali tersembunyi perasaan bersalah. “Sudah salah nie gue” Lebih dari sekadar tren, tantangan ini mengajak kita untuk melakukan mawas diri terhadap pola konsumsi kita yang ‘amburadul’ selama ini, dan meredakan sesuatu yang menggebu-gebu dalam diri kita, yaitu nafsu beli.

Walaupun benar adanya kita: mampu bayar.

 

No Buy Challenge 2025! Lebih dari Sekadar Tren

Berpartisipasi dalam ‘No Buy Challenge’, tentu saja mengajak kita untuk lebih selektif dalam memilih barang yang akan kita beli. Tidak seperti waktu remaja dulu, semua mau. “Semua harus aku miliki!” Tukang ojek ganteng pun, mau. Kegiatan ini mendorong kita untuk mempertimbangkan: apakah barang tersebut benar-benar kita butuhkan, apakah akan memberikan manfaat di waktu yang lama, dan apakah produk tersebut baik terhadap lingkungan.

Seru juga yaa…

Selain itu, tantangan ini juga membuka peluang bagi kita untuk menemukan kembali kesenangan dalam hal-hal sederhana, seperti lebih memperhatikan saudara-saudara yang kekurangan, misalnya. Dengan mengurangi konsumsi yang berlebihan, kita dapat mengalokasikan lebih banyak sumber daya untuk membantu mereka yang membutuhkan.

#SavePalestine #Save300T #JanganJadiBangsaBodoh #KoruptorKokDibiarkan

 

Ikutan Tren “No Buy Challenge 2025”, Ini 7 Hal yang Tidak Perlu Dibeli

Okey, sederhana-nya: ini adalah tantangan untuk mengurangi atau bahkan menghentikan pembelian barang-barang yang sebenarnya tidak kita butuhkan. “Gak butuh ngapain dibeli” Bukan berarti tak mampu. Kita gak perlu kok dan gak butuh memang!

Bukan berarti kita pelit yaa, atau irit “kata orang”, dan hidup serba kekurangan. “Bukan itu!” Justru, dengan mengurangi konsumsi, kita bisa lebih memegang kendali atas mental dan kesadaran diri kita, pada hal-hal yang berguna dan benar-benar penting untuk tetap hidup.

Nah, ini 7 hal yang sebaiknya tidak dibeli dalam tren No Buy Challenge 2025, seperti:

 

1. Pakaian Tren Kekinian

Pakaian tren memang dirancang agar cepat usang dan mendorong kita untuk terus membeli pakaian baru. Selain itu, pakaian-pakaian ini seringkali dibuat dengan kualitas yang kurang baik, sehingga tidak bisa bertahan lama. Paling hanya 1 hingga 2 tahun kedepan, setelah itu yaa dibuang.

Lagi pula, Industri fashion adalah salah satu industri yang paling merusak lingkungan. Produksi pakaian massal menghasilkan banyak limbah dan polusi. Meskipun pakaian tren mungkin membuat Anda merasa kekinian, kepuasan yang didapat biasanya bersifat sementara. Sebagai gantinya, fokuslah pada kualitas Bahan dengan warna-warna yang netral.

 

2. Gadget Terbaru

Kecuali jika gadget lama benar-benar tidak berfungsi, membeli gadget terbaru setiap kali ada model baru adalah pemborosan. Teknologi terus berkembang dengan sangat cepat, sehingga sulit untuk terus mengikuti tren.

Membeli gadget terbaru hanya karena ingin memiliki fitur-fitur terbaru yang sebenarnya belum tentu kita butuhkan, adalah bentuk ‘pancingan konsumen’. Selain itu, produksi gadget baru juga menyumbang banyak limbah elektronik dan berdampak buruk pada lingkungan.

 

3. Makanan dan Minuman Olahan

Masih mau makan makanan sampah?

Hadeh😒, sudah jelas yang mereka jual itu tidak sehat “sosis, nuget, dkk”, jangan dibeli apalagi di konsumsi tante. Membuat makanan sendiri jauh lebih sehat daripada mengonsumsi makanan dan minuman olahan. Sadarkah kamu, berapa banyak gula, pengawet, dan bahan kimia berbahaya yang terkandung dalam produk-produk tersebut?

Dengan mengolah sendiri, kita memiliki kendali penuh atas apa yang masuk ke dalam tubuh kita. Selain itu, ini juga bisa menjadi kegiatan yang menyenangkan. Mengapa harus membiasakan diri dengan makanan olahan yang tidak sehat dan berisiko merusak kesehatan kita?

 

4. Barang-barang Sekali Pakai

Alih-alih terus membuang uang untuk sedotan plastik, kemasan makanan sekali pakai, dan barang-barang sejenisnya, yang “hanya digunakan sekali lalu dibuang”, mari beralih ke alternatif yang lebih berkelanjutan.

Barang-barang sekali pakai ini tidak hanya membuang-buang uang kita, tetapi juga memberikan kontribusi besar pada masalah sampah global. “Benar jika satu tak berarti apa-apa, tapi jika semua orang melakukannya”.

Bayangkan betapa banyak TPA yang penuh sesak dengan sampah plastik yang membutuhkan waktu ratusan tahun untuk terurai. “Jadi tahu kan jejakmu di Bumi seperti apa? Manusia jorok!” Mau dong mengurangi jejak karbon dengan memilih produk yang ramah lingkungan dan dapat di gunakan berulang kali.

 

5. Kosmetik dan Produk Kecantikan

Banyak produk kosmetik, terutama yang mengandung bahan kimia berbahaya, seringkali di promosikan secara berlebihan. Lebih mengkhawatirkan lagi, banyak kasus di mana para produsen dan bahkan dokter mengambil keuntungan dari ketidaktahuan konsumen dengan menjual produk perawatan kulit yang justru merusak kulit dalam jangka panjang.

Untuk menjaga kesehatan kulit dan tubuh secara keseluruhan, ada baiknya kita beralih ke produk-produk alami atau membuat sendiri produk perawatan kulit dengan bahan-bahan yang aman dan telah teruji khasiatnya. Dengan begitu, kita tidak hanya menghindari risiko terkena efek samping yang berbahaya.

 

6. Perabotan RT yang Tidak Dibutuhkan

Gaya hidup ‘pintar’ mengajarkan kita untuk lebih menghargai ruang dan benda-benda yang kita miliki. Sebelum membeli perabotan baru, misalnya, tanyakan dulu pada diri sendiri: “Apakah barang ini benar-benar memberikan kegunaan bagi kami?” dan “Apakah kami sekeluarga akan menggunakannya secara teratur?”

Dengan memilih perabotan yang fungsional dan estetis, kita dapat menciptakan ruang hidup yang lebih nyaman dan inspiratif. Dan ini baru pintar.

 

7. Barang-barang Diskon

Seringkali, kita terjebak dalam perangkap diskon dan promosi. Belanja yang awalnya tidak di rencanakan tiba-tiba terasa perlu karena adanya potongan harga. Padahal, di balik diskon besar-besaran, seringkali tersembunyi alasan lain, seperti barang yang sudah lama tidak laku atau bisa juga karena kelebihan stok.

Masa kita menjadi semacam: “buangan produk mereka”. Keputusan kan ada di tangan kita.

Nah, sebelum tergoda untuk membeli, tanyakan pada diri sendiri: “Apakah benar-benar membutuhkan barang ini? Lakukan berulang-ulang. Dengan cara ini, kita dapat menghindari pembelian “ala zombie” dan lebih bijak dalam mengelola keuangan.

 

No Buy Challenge 2025, Berapa Banyak Yang Bisa Kita Sisihkan

Apa yang dapat kita petik kali ini?

Benar banget. No Buy Challenge 2025 ini lebih dari sekadar angka di rekening, tantangan ini mengajak kita untuk sedikit ‘terkesima’ dengan makna kesadaran hidup. “Ooh, ternyata selama ini kita semua telah di bodohi”, misalnya. No Buy Challenge mengajak kita untuk menjadi konsumen yang pintar sebagai mahluk hidup, terkendali secara moral dan akal, dan bertanggung jawab jika di tanya: “Ini buat apa?”…. “Buat nanti” jawabmu 😁…

Dengan mengendalikan ‘nafsu beli’ dari godaan untuk terus ‘di kadalin’ 😁 oleh produk keluaran terbaru, kita belajar untuk lebih menghargai apa yang sudah kita miliki, dan menemukan kebahagiaan sejati yang tidak bergantung pada uang korupsi. Pengalaman hidup jauh lebih berharga daripada barang-barang branded.

The best things in life are free. The second best are very expensive.

 

Salam Dyarinotescom.

 

Tinggalkan Balasan