Self-Serving Bias: Merasa Diri Paling Benar, Orang Lain Salah?

  • Post author:
  • Post category:Did You Know
  • Post last modified:Januari 3, 2025
  • Reading time:7 mins read
You are currently viewing Self-Serving Bias: Merasa Diri Paling Benar, Orang Lain Salah?

Self-serving bias, suatu kecenderungan untuk melihat diri sendiri dalam perspektif yang lebih positif daripada orang lain. Ini berarti kita lebih mengapresiasi keberhasilan kita sendiri, tetapi menyalahkan orang lain atas kegagalan kita. Pokoknya enaknya pikiranmu dewe, lol😁 “Karena aku dong”…

Misalnya, jika kita mendapatkan nilai bagus dalam ujian, kita mungkin akan berpikir bahwa itu karena kita pintar atau rajin belajar. Namun, jika kita mendapatkan nilai buruk, kita secara tidak sadar akan menyalahkan guru yang tidak mengajar dengan baik atau soal yang terlalu sulit.

Seperti-nya mirip banget kamu deh…

 

Apakah Semua Orang Memiliki Self-Serving Bias?

Ya, hampir semua orang memiliki kecenderungan untuk mengalami self-serving bias.

Tunggu dulu,

Self-serving bias itu fenomena yang umum terjadi, dan bisa saja itu juga tidak baik bagi kita. Misalnya, dapat menyebabkan kita menjadi sombong dan angkuh, dan dapat juga menghambat kemampuan kita untuk belajar dari kesalahan kita. Ada beberapa alasan mengapa kita memiliki self-serving bias.

Salah satu alasannya adalah ‘demi harga diri’.

Ketika kita memiliki pandangan yang baik tentang diri kita, seperti percaya pada kemampuan kita, merasa berharga, atau puas dengan pencapaian kita, maka secara otomatis kita akan merasa lebih bahagia dan lega dengan hidup kita. “Nafas pun semakin panjang”.

 

Mengapa demikian?

Pandangan positif terhadap diri sendiri ini layaknya sebuah lensa yang mewarnai cara kita melihat dunia. Jika lensa itu berwarna cerah dan optimis, maka segala sesuatu yang kita lihat pun akan tampak lebih indah dan menjanjikan. Sebaliknya, jika lensa itu gelap dan pesimis, maka dunia pun akan terasa suram dan penuh tantangan.

Pandangan positif ini juga berfungsi sebagai sumber motivasi. Ketika kita percaya bahwa kita mampu melakukan sesuatu, kita akan lebih terdorong untuk berusaha dan mencapai tujuan kita. Sebaliknya, jika kita selalu meragukan diri sendiri, kita akan cenderung menyerah sebelum mencoba.

 

Namun,

Self-serving bias juga dapat memiliki sisi negatif. Misalnya, dapat menyebabkan kita menjadi terlalu percaya diri alias tinggi hati. “Ke-pede-an banget”, dan mengambil risiko yang tidak perlu. Ini juga dapat menyebabkan kita menjadi kurang waspada, kurang empati terhadap orang lain, dan lebih cenderung menyalahkan mereka atas kesalahan yang belum tentu mereka lakukan.

Jika pun kita hancur, orang akan tertawa melihat kita.

 

Bagaimana Mengatasi Self-Serving Bias?

Untuk kesekian kalinya, ini merupakan ‘kecenderungan’ alami manusia untuk melihat diri sendiri dalam cahaya yang positif. Meskipun ini bisa menjadi mekanisme pertahanan yang berguna, namun jika berlebihan agak kurang baik.

Tapi ada beberapa strategi yang dapat kita coba untuk mengatasi bias ini, misalnya:

 

1. Kritis terhadap Diri Sendiri

Salah satu langkah pertama yang paling cepat adalah membiasakan diri untuk lebih kritis terhadap diri sendiri. Ketika mengalami kegagalan, jangan langsung menyalahkan faktor eksternal. Luangkan waktu untuk merenung dan mencari tahu apa saja yang mungkin kita lakukan secara berbeda.

Tanyakan pada diri sendiri, “Apa yang bisa saya pelajari dari situasi ini?” dengan jujur.

Lakukan itu dengan,

 

2. Mindfulness

Praktik mindfulness dapat membantu meningkatkan kesadaran diri. Dengan melatih pikiran untuk fokus pada saat ini, kita dapat lebih objektif dalam menilai situasi dan tindakan kita. Latihan ini juga membantu mengurangi kecenderungan untuk menghakimi diri sendiri atau orang lain.

Jangan lupa untuk:

 

3. Mengembangkan Rasa Humor tentang Diri Kita Sendiri

Mengembangkan rasa humor tentang diri kita sendiri adalah langkah penting dalam membangun resiliensi “tetap teguh” dan kesejahteraan dalam artian mental. Dengan mampu menertawakan kekurangan dan kesalahan, kita tidak lagi terbebani oleh ekspektasi sempurna.

Kemampuan untuk bercanda tentang diri sendiri membantu kita menjaga perspektif yang lebih seimbang, mengurangi rasa tertekan, dan meningkatkan kemampuan beradaptasi dengan berbagai situasi. “Lucu banget deh gue”…

 

4. Carilah Perspektif Lain

Cobalah untuk melihat situasi dari sudut pandang orang lain. Jangan hanya “menurut kita nya saja” Bayangkan bagaimana perasaan mereka jika berada di posisi kita. Ini akan membantu kita memahami bahwa tidak selalu ada ‘satu kebenaran’ tanpa kebenaran lainnya. Dan bisa saja persepsi orang lain terhadap situasi bisa berbeda.

 

5. Terima Umpan Balik

Jangan takut menerima umpan balik, baik itu sesuatu yang enak kita dengar, maupun tidak. Umpan balik dari orang lain dapat memberikan perspektif baru dan membantu kita dalam mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki.

 

6. Refleksi

“Apa yang tealh kulakukan” yaa, semacam: ‘jurnal refleksi’ secara teratur dapat membantu kita melacak pola pikir dan perilaku. Dengan mencatat pikiran dan perasaan, kita dapat mengidentifikasi kapan dan mengapa kita cenderung menyalahkan orang lain atau meremehkan kontribusi orang lain.

 

7. Kembangkan Empati

Empati itu seperti satu kemampuan untuk memahami dan berbagi perasaan dengan orang lain. Dengan mengembangkan empati, kita akan lebih mudah untuk menempatkan diri pada posisi orang lain dan menghindari menyalahkan mereka atas kesalahan yang mereka lakukan.

 

8. Berlatih Keterampilan Sosial

Keterampilan sosial seperti komunikasi asertif “tanpa menyinggung”, mendengarkan aktif, dan negosiasi, dapat membantu kita membangun hubungan yang lebih baik dengan orang lain. Ketika kita merasa lebih terhubung dengan orang lain, lebih cenderung untuk bekerja sama dan mencari solusi bersama.

 

9. Hindari Perbandingan Sosial

Membandingkan diri sendiri dengan orang lain seringkali dapat memicu perasaan iri, dengkia, dan rasa tidak aman. Fokuslah pada pertumbuhan pribadi kita sendiri dan hindari membandingkan pencapaian atas apapun dari kita, dengan pencapaian orang lain.

 

10. Rayakan Keberhasilan Bersama

Ketika mencapai keberhasilan, penting untuk tidak hanya merayakan pencapaian pribadi, tetapi juga mengakui peran krusial orang-orang di sekitar kita. Di balik setiap kesuksesan, terdapat jaringan dukungan yang tak ternilai. Baik itu keluarga, teman, mentor, kolega, atau bahkan orang asing yang memberikan inspirasi, masing-masing individu telah berkontribusi dengan cara mereka sendiri.

“Keberhasilan itu jangan dimakan sendiri.”

Menghargai kontribusi mereka tidak hanya merupakan tindakan yang “Respek”, tetapi juga membangun ikatan yang lebih kuat dan menciptakan lingkungan yang positif.

 

Self-Serving Bias, Melihat Diri Baik dan Orang Lain Tidak

Semua orang pernah merasa bahwa diri selalu benar, walaupun jelas-jelas salah? Itu wajar, kok. Kita seringkali gak sadar kalau kita suka banget ngebela diri. Tapi coba deh, kita perhatiin lagi. Kalau kita selalu nyalahin orang lain atas kesalahan kita, kita jadi susah belajar dari kesalahan yang kita perbuat, dan memperbaiki diri.

Bayangkan saka, kalau kita terus-terusan kayak gini, kita bakalan susah punya teman. Soalnya, siapa sih yang mau berteman dengan orang yang selalu merasa paling benar?

Jadi, inti-nya: kita harus jujur sama diri sendiri. Akui aja kalau kita pernah salah. Dengan begitu, kita bisa belajar dari kesalahan dan jadi orang yang lebih baik. Coba deh setiap hari mikir, ‘Apa yang bisa aku pelajari dari kejadian ini?’ atau ‘Apa yang bisa aku lakukan supaya lebih baik lagi?'”

Singkatnya, kita harus belajar untuk lebih jujur dan terbuka terhadap kesalahan kita. Dengan begitu, kita bisa tumbuh menjadi seseorang yang lebih baik. Ingat, tidak ada manusia yang sempurna. Semua orang pernah buat kesalahan. Yang penting adalah kita mau belajar dari kesalahan itu.

Gimana, sanggup?

 

Salam Dyarinotescom.

 

Tinggalkan Balasan