Setuju atau tidak, yang pasti gelombang elektromagnetik yang tak kasat mata ini bagaikan jantung teknologi modern, mengantarkan data, suara, dan gambar ke seluruh penjuru dunia. Secara sah “Frekuensi” kita menyebutnya, menjadi komoditas berharga dalam era digital, diperjualbelikan dalam pertarungan lelang demi penguasaan dan dominasi.
Banyak orang yang tidak tahu, di balik layar pertarungan sengit terjadi. Operator telekomunikasi, raksasa teknologi, dan bahkan pemerintah memperebutkan spektrum frekuensi yang langka, lho. Lelang frekuensi bagaikan gameplay, di mana para pemain dengan senjata “modal” terbesar bersaing untuk mendapatkan akses eksklusif ke jaringan tak kasat mata ini.
Mudah-mudahan udara tak sama nasibnya.
Frekuensi: Apa pun bisa Saja Terjadi
Dampak dari perebutan frekuensi pun makin terdengar di telinga, mustahil terelakkan. Harga layanan telekomunikasi bisa melonjak deras, akses internet di daerah terpencil terhambat sebagai bukti apa yang sedang terjadi “sikatt! atau gangguan kah?”, dan inovasi teknologi dibuat melambat.
Di sisi lain, dengan adanya frekuensi, membuka peluang bagi kemajuan pesat dalam teknologi komunikasi, seperti 5G dan Internet of Things, misalnya. Semua mata memandang kearah yang sama, “kemajuan teknologi bagai harta karun yang berkilau”.
Dilema “moral” pun muncul.
Sebenarnya, haruskah “sumber daya alam yang terbatas ini” diperjualbelikan demi keuntungan segelintir pihak? Atau, haruskah frekuensi dikelola secara adil dan merata untuk menguntungkan seluruh masyarakat?
Pertanyaan-pertanyaan ini menagih jawaban tegas.
Transparansi dan akuntabilitas dalam proses lelang frekuensi, menjadi faktor penting sekaligus kunci. Pemerintah bukan harus tapi wajib melindungi kepentingan publik “atau paling tidak berpihak kepada kepentingan umum”, dan memastikan bahwa frekuensi dimanfaatkan untuk kemajuan bangsa. “Dengan tanpa banyak alasan yang di buat-buat”.
Frekuensi: Jaringan tak kasat mata yang menentukan masa depan teknologi dan komunikasi. Masa depan yang penuh dengan peluang dan tantangan. Masa depan yang tergantung pada bagaimana kita mengelola sumber daya berharga ini.
Apa yang Menarik?
Stop sejenak!, pernahkah kamu bertanya-tanya bagaimana operator telekomunikasi menyediakan layanan internet dan telepon? Atau, bagaimana siaran radio dan televisi dapat menjangkau jutaan orang? Jawabannya terletak pada spektrum frekuensi, sumber daya alam yang terbatas dan sangat penting untuk komunikasi modern. Apa yang menarik ketika itu mereka perebutkan?
1. Nilai Ekonomi yang Tinggi
Frekuensi radio memiliki nilai ekonomi yang tinggi karena kelangkaannya dan peran pentingnya dalam industri telekomunikasi. Lelang frekuensi dapat menghasilkan pendapatan yang signifikan. Sebenarnya ini lebih dari sekadar angka.
Nilai ekonomi frekuensi bukan hanya tentang pendapatan negara. Lelang frekuensi juga mendorong inovasi teknologi, membuka peluang bagi operator untuk mengembangkan layanan yang lebih cepat dan canggih. Contohnya, lelang frekuensi 4G mendorong pengembangan teknologi LTE yang lebih efisien.
2. Dampak Geopolitik
Perebutan gelombang elektromagnetik untuk kekuasaan berdampak pada geopolitik. Di balik jaringan frekuensi, terbentang pertarungan geopolitik yang sengit. Negara-negara bersaing untuk mendapatkan akses ke spektrum yang mereka butuhkan untuk kepentingan pertahanan dan keamanan nasional.
Bagaikan memperebutkan wilayah “fight!”, negara-negara besar, khususnya Amerika Serikat dan China terlibat dalam perebutan frekuensi satelit. Tentu saja, akses ke frekuensi ini sangat penting untuk komunikasi militer, navigasi, dan intelijen. Kekuatan di langit berarti kekuatan di Bumi, dan negara-negara ini memahami betul hal ini.
Seperti apa yang terjadi pada Tahun 2018, Amerika Serikat melarang perusahaan China Huawei untuk membeli Qualcomm, sebuah perusahaan Amerika yang memproduksi teknologi chip untuk 5G. Alasannya jelas karena kekhawatiran bahwa Huawei akan memberikan akses China ke teknologi 5G yang sensitif.
Serupa juga ketika itu terjadi di Tahun 2020. India melarang 59 aplikasi China, termasuk TikTok dan WeChat, dengan alasan keamanan nasional. Salah satu kekhawatiran utama India adalah bahwa aplikasi-aplikasi ini dapat digunakan oleh China untuk mengumpulkan data intelijen.
3. Kompetisi Teknologi
Ketika Lelang frekuensi di publikasikan, tentu saja ini mendorong inovasi teknologi, karena operator telekomunikasi berusaha mengembangkan teknologi baru untuk memanfaatkan spektrum yang mereka peroleh secara maksimal.
Yang paling dekat yaitu Teknologi 5G. Pastinya sebagai generasi penerus 4G, diprediksi akan membawa transformasi besar dalam berbagai sektor, seperti: manufaktur, kesehatan, dan transportasi.
Lelang frekuensi 5G di berbagai negara mendorong operator telekomunikasi untuk berinvestasi dalam infrastruktur dan mengembangkan perangkat yang kompatibel dengan teknologi baru ini. “Siapa yang berani main, Ia yang menang”.
4. Ketimpangan Akses
Di balik kilau lelang frekuensi dan perlombaan teknologi, terdapat sisi gelap yang itu bukanlah permainan. Ini memprihatinkan. Ini tentang ketimpangan akses. Sistem lelang frekuensi, dengan sifatnya yang kompetitif, seringkali menguntungkan operator besar dengan anggaran tanpa batas angka.
Operator raksasa ini memiliki sumber daya yang melimpah untuk berpartisipasi dalam lelang dan membeli frekuensi yang mereka inginkan. Hal ini menyulitkan operator kecil, terutama di negara-negara berkembang, untuk bersaing. Dan ini pun terjadi.
Akibatnya:
Masyarakat di daerah pedesaan yang terpencil, kecil, mungil, dan tertinggal dalam akses internet dan layanan telekomunikasi. “Minim informasi, bengong seribu kata”. Seperti habis makan Nasi padang, pakai nambah lagi. Eeee… Mereka harus puas dengan kecepatan yang lambat, koneksi yang tidak stabil, dan harga yang mahal.
Tentu saja saudara kita yang berstatus sebagai pelajar dan peneliti di negara berkembang mungkin kesulitan untuk mengakses informasi dan sumber daya pendidikan. Apa yang dipelajari dan apa yang ditulis hanya dari buku lama dan hasilnya menjadi kertas bungkus kacang. “Sedih…”
Ketika itu dibatasi oleh dominasi, Usaha kecil dan menengah di negara berkembang terhambat dalam memanfaatkan teknologi digital untuk meningkatkan produktivitas dan menjangkau pasar global. “Mana bisa mereka mengakses pasar yang lebih luas untuk meningkatkan pendapatan?” Padahal UMKM itu adalah tiang-tiang ekonomi Negara.
5. Model Alternatif
Di tengah kekhawatiran tentang akan terjadinya suatu ketimpangan akses dan dominasi operator besar, beberapa negara mulai menjelajahi model alternatif untuk mengalokasikan frekuensi. Model-model ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, keadilan, dan transparansi dalam pengelolaan spektrum frekuensi.
Pendekatan inovatif yang bagaimana?
Bisa saja itu dengan Penetapan harga berbasis penggunaan. Memungkinkan operator untuk membayar berdasarkan jumlah spektrum yang mereka gunakan, bukan berdasarkan harga yang di tetapkan sebelumnya. Ini mereka harapkan demi mendorong penggunaan spektrum yang lebih efisien dan mencegah penimbunan frekuensi oleh operator besar.
Ketika itu dipergunakan sebagai Lisensi Berbasis Penggunaan. Memberikan lisensi sementara kepada operator untuk menggunakan spektrum frekuensi, dengan hak penggunaan yang dapat di perpanjang berdasarkan kinerja dan kebutuhan mereka. Di harapkan nantinya, dapat meningkatkan fleksibilitas dan daya saing di pasar telekomunikasi.
Bayangkan ketika itu sebagai Database Spektrum. Model ini menggunakan database elektronik untuk mencatat ketersediaan dan penggunaan spektrum frekuensi. Hal ini di harapkan dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam alokasi spektrum.
Dimana Saja Itu Diterapkan?
Tahukah kamu, Selandia Baru telah menerapkan sistem penetapan harga berbasis lelang yang memungkinkan operator untuk membayar berdasarkan jumlah spektrum yang mereka gunakan. Dan telah terbukti meningkatkan efisiensi penggunaan spektrum, serta mengurangi penimbunan frekuensi.
Amerika Serikat juga sepertinya sedang menjajaki dan mempertimbangkan untuk menerapkan sistem lisensi berbasis penggunaan untuk spektrum 5G. Kedepannya di harapkan bisa mendongkrak inovasi dan pengembangan layanan baru di jaringan 5G.
Tidak mau ketinggalan. Uni Eropa dengan percaya diri mengembangkan database spektrum yang memungkinkan operator dan regulator melacak ketersediaan dan penggunaan spektrum frekuensi di seluruh wilayah. Tentu saja dapat meningkatkan transparansi dan koordinasi dalam alokasi spektrum.
Atas Dasar Perbedaan
Ini yang banyak orang merasa kebingungan. Terkait, apa beda antara frekuensi dan wifi?
Frekuensi dan WiFi adalah dua istilah yang sering di gunakan secara bergantian, namun sebenarnya memiliki makna yang berbeda. Frekuensi adalah gelombang elektromagnetik yang memiliki jumlah siklus per detik.
Satuan untuk frekuensi adalah Hertz (Hz). Gelombang elektromagnetik dapat di gunakan untuk berbagai tujuan, seperti transmisi data, siaran radio dan televisi, dan komunikasi radar.
WiFi, atau kepanjangan dari Wireless Fidelity, adalah teknologi jaringan lokal (LAN) yang menggunakan gelombang radio untuk mentransmisikan data antara perangkat. WiFi beroperasi pada frekuensi 2.4 GHz dan 5 GHz. Jaringan WiFi memungkinkan perangkat seperti: laptop, smartphone, dan tablet untuk terhubung ke internet tanpa memerlukan kabel.
Frekuensi adalah sifat fisik dari gelombang elektromagnetik, sedangkan WiFi adalah teknologi yang menggunakan frekuensi untuk mentransmisikan data. Di ukur dalam Hertz (Hz), sedangkan WiFi tidak memiliki satuannya sendiri.
Frekuensi dapat di gunakan untuk berbagai tujuan, sedangkan WiFi hanya di gunakan untuk mentransmisikan data. WiFi beroperasi pada frekuensi 2.4 GHz dan 5 GHz, tetapi tidak semua perangkat mendukung kedua frekuensi tersebut.
Bayangkan frekuensi sebagai jalan tol.
Jalan tol memiliki banyak lajur, dan setiap lajur memiliki frekuensi yang berbeda. WiFi seperti mobil yang menggunakan jalan tol untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Mobil dapat menggunakan lajur mana pun yang tersedia, tetapi lajur yang berbeda mungkin menawarkan kecepatan dan keandalan yang berbeda.
Dunia Frekuensi Diperjualbelikan
Perdagangan frekuensi bagaikan “makan semur jengkol” dengan banyak kontradiksi. “Enak tapi baunya bukan main”. Berbicara tentang Dunia Frekuensi pasti unjung-ujungnya mencari keuntungan ekonomi dan kemajuan teknologi, tapi kita kadang melupakan ketimpangan akses, potensi eksploitasi, dan persaingan geopolitik.
Memahami perdagangan frekuensi penting untuk kita semua, karena:
- Menghasilkan pendapatan negara dan mendorong inovasi teknologi;
- Memperparah ketimpangan ekonomi dan memicu eksploitasi;
- Meninggalkan masyarakat pedesaan tanpa akses memadai ke teknologi informasi dan komunikasi; dan
- Menawarkan solusi melalui model alokasi frekuensi alternatif yang efisien, adil, dan transparan.
Jadi maka Jadilah
Perdagangan frekuensi bukan hanya tentang teknologi, ekonomi, dan kepentingan saja. Tetapi ini juga tentang manusia dan hak asasi mereka. Akses yang setara terhadap teknologi informasi dan komunikasi adalah hak fundamental yang perlu di jamin.
Menguasai frekuensi sama dengan menguasai akses informasi.
Akhir kata, teruslah berbicara tentang “kepentingan rakyat” dan bangun pemikiran bahwa: perdagangan frekuensi itu hanya untuk membangun masa depan yang lebih adil dan sejahtera bagi kita semua.
Salam Dyarinotescom.