Table of Contents
ToggleCulture Shock – Ketika kita berpindah ke lingkungan baru, pasti kita pernah mengalami Culture Sock. Merasa resah pada wilayah baru yang entah berantah, membuat kita gagap dan sulit beradaptasi. Merasa rindu kampung halaman dan kaku menjalin ‘social connection’ serta memilih untuk tetap di dalam rumah.
[INSERT_ELEMENTOR id=”15525″]
Apakah yang kita alami ini adalah bagian Culture Shock? Apa gejalanya dan bagaimana cara mengatasinya? Bisakah Culture Shock membuat kita menjadi frustasi, sedih, penyendiri, dan tidak bisa bergaul dengan lingkungan baru?
Apa Itu Culture Shock
Culture Shock atau gegar budaya, mengacu pada dampak perpindahan dari budaya yang akrab ke budaya yang tidak di kenal. Yaitu sebuah gangguan yang di alami seseorang pada hal yang biasa di hadapi di tempat asal, menjadi begitu berbeda di tempat asing. Atau ketika seseorang terputus dari lingkungan dan budaya yang di kenalnya sejak lahir dan pindah ke lingkungan baru.
Culture “Shock” berasal dari kontradiksi alami antara pola perilaku kita yang biasa dan konflik psikologis dalam upaya mempertahankan di lingkungan budaya baru. Meskipun waktu timbulnya bervariasi, biasanya terjadi dalam beberapa pekan setelah memasuki wilayah baru dan itu merupakan reaksi yang normal.
Culture Shock dapat berupa gagap terhadap adat istiadat setempat, kebiasaan, bahasa, cuaca, pergaulan, makanan, hingga nilai-nilai kehidupan yang berlaku di masyarakat tersebut. Seperti pada kehidupan remaja yang bebas dan tata krama yang menurut kita tidak pantas membuat kita bingung.
Gejala Culture Shock
Gejala Culture Shock atau gegar budaya cukup beragam dan dapat dengan mudah di salahpahami atau bahkan di abaikan, karena mirip dengan reaksi yang dapat terjadi dalam kehidupan keseharian. Hubungan antara Culture Shock dan apa yang kita rasakan pada saat tertentu mungkin sulit untuk kita lihat.
Sangat umum bagi kita yang mengalami gegar budaya, bahwa ‘ini’ bisa menjadi masalah. Gejala umum gegar budaya yang terkadang tidak kita sadari, seperti: kerinduan yang ekstrim, Perasaan tidak berdaya/ketergantungan, Disorientasi dan isolasi, Depresi dan kesedihan. Bisa juga kita akan sangat mudah tersinggung, yang menimbulkan kemarahan dan permusuhan yang tidak beralasan.
Apa lagi sampai menarik diri dari lingkungan dan menjauhkan diri dari aktivitas masyarakat, layaknya acara sosial, kebudayaan, gotong royong atau perasaan enggan berkenalan dalam pergaulan.
Saya pribadi, mengalami hal tersebut. Culture Shock membuat saya terserang gangguan tidur dan makan, reaksi kritis yang berlebihan terhadap budaya baru, kekhawatiran ekstrem atas sanitasi, keamanan, bahkan saya bisa kehilangan fokus ‘kemampuan’ untuk menyelesaikan pekerjaan yang sebenarnya simple.
Dan ini bagian dari respons ekstrem terhadap transisi dari kondisi baru.
Bagaimana Ini Bisa Terjadi
Faktor penyebab Gegar Budaya, karena kita meninggalkan kenyamanan rumah atau lingkungan yang kita kenal. Dalam proses terjadinya Culture Shock, ada empat tahapan fase tertentu dalam penyesuaian lingkungan baru. Dari sini, kita dapat menggeneralisasi hal-hal tersebut, antara lain:
1. Fase Kedatangan atau Honeymoon stage
Yang di rasakan seseorang saat dalam perjalanan dan tiba, yang orang katakan ‘Pendatang Baru’ dalam beberapa hari atau pekan pertama sangat excited, pengalaman yang menggembirakan. Seperti sebuah petualangan.
Ini bisa sedikit mirip dengan sentimen “Dunia Ini Kecil” awalnya. Segala sesuatunya baru, berbeda, menarik, unik, dan tampak sedikit tidak nyata tapi ada. Di luar keunikan yang kita lihat, persamaanlah yang menonjol, bukan perbedaannya. Sedikit kampunganlah kata orang.
Fase ini singkat, tetapi dalam beberapa kesaksian, bisa bertahan selama satu bulan atau lebih. Beberapa mulai melihat perbedaan ini sebagai “terkesan aneh“.
Selanjutnya kita akan mulai mengkritik. Mengkritik karena menurut kita, tindakan tersebut tidak pantas, misalnya. Merespons dengan menyalahkan “kok begini, kok begitu”. Sehingga meningkatkan keterasingan dan membenarkan sikap kita.
Hal ini membuat lebih sulit bagi kita, untuk mengevaluasi perilaku atau secara objektif mengamati budaya lingkungan baru kita. Merasa kita yang benar dan mereka yang salah.
2. Fase Frustasi
Kita mungkin akan sedikit kesal dan bingung, ketika pengalaman yang awalnya menggembirakan mulai memudar dan tidak lagi menyenangkan. Perbedaan budaya yang lebih serius muncul sebagai akibat dari gesekan kumulatif yang sebagian besar membingungkan, dan menghasilkan persepsi negatif. “Kok, begini seehh…”
Dan kita akan merasa kewalahan oleh budaya baru, terutama jika itu terkait masalah bahasa. Kebiasaan lokal baru yang semakin menantang, ketika sebelumnya terasa mudah menjadi sulit. Dan ini jelas karena ketidakmampuan dalam komunikasi.
Sebenarnya, Culture Shock itu adalah gangguan ringan dan bersifat sementara. Dan dapat kita atasi melalui beberapa upaya, seperti: peningkatan pengetahuan atau dengan bantuan pertemanan. Yang paling penting, Gegar budaya dapat menjadi periode penilaian diri dan pembelajaran budaya yang intens.
Proses ini sangat bermanfaat dan menumbuhkan kepercayaan diri, sikap mandiri, dan mampu mengatasi dan memberikan pengalaman pada lintas budaya. Di satu sisi, ketika kita mengalami Culture Shock dapat mengimunisasi kita untuk perjalanan hidup di masa depan.
Meskipun mengatasi ‘Kejutan Budaya’ dalam satu konteks tidak serta merta mencegahnya terjadi lagi. Ingat, Culture Shock menandakan bahwa kita mempelajari sesuatu yang baru tentang budaya dan, mungkin itulah yang harus kita lakukan untuk berkembang.
3. Fase Beradaptasi dan Move On
Fase ini berjalan secara bertahap, untuk kita mulai merasa nyaman dan percaya diri di lingkungan baru. Ketika frustasi mulai mereda dan meskipun kita belum dapat memahami simbol dan isyarat tertentu di lingkungan baru, tetapi kita sudah mulai terbiasa dan lebih familiar.
Kesalahpahaman dari fase frustasi telah terselesaikan dan membuat kita lebih relax, lebih bahagia menjalani kegiatan keseharian di tempat yang baru. Dan menjadikan kita sadar bahwa budaya asal sangat berharga, sama nilainya dengan budaya di lingkungan kita sekarang.
Culture Shock dapat menempatkan kita di jalur yang tepat untuk menjadi fasih budaya. Menjadi lebih terlibat secara mendalam dengan budaya lokal, dapat meningkatkan tingkat adaptasi antar budaya. Menyadari siklus penyesuaian budaya ini, memungkinkan kita untuk lebih memahami selama berada di lingkungan baru. Selain itu, penyesuaian budaya dapat dikaitkan dengan tingkat Kesadaran Budaya.
Mengapa Culture shock adalah Hal yang Baik
Culture shock adalah Hal yang Baik untuk pengembangan diri, Mengapa? Tahun-tahun formatif kita adalah waktu di mana kita kala remaja menuju dewasa, mulai mencari tahu siapa diri kita dan apa yang kita inginkan dalam hidup.
Bepergian atau belajar di negara lain dapat mengubah paradigma kita sebagai manusia. Membuat kita lebih mencintai dan menghargai negeri asal kita. Perasaan disorientasi mungkin terjadi ketika seseorang tenggelam dalam budaya, cara hidup, atau seperangkat budaya lain secara instan.
Mengalami Culture shock sebagai remaja atau dewasa muda, sangat mirip dengan rasa sakit di pinggang. Ini sedikit tidak nyaman, tetapi pada akhirnya dapat membentuk kepribadian kita menjadi orang yang jauh lebih menarik, berpengetahuan luas, dan individu yang berorientasi pada tujuan.
Manfaat Mengalami Culture Shock
Ada beberapa manfaat yang bisa kita dapatkan jika kita mengalami Culture Shock. Berikut DyariNotesCom jabarkan, antara lain:
1. Rutinitas Baru
Hampir semua hal dalam kehidupan sehari-hari kita bisa berbeda. Beberapa orang sering terlihat menonton televisi, makan dengan tangan kiri, jam berapa mereka bangun pagi, atau berapa banyak makanan yang di sajikan setiap kali makan dan lainnya. Ini memberikan pengalaman baru kepada kita, tentang bagaimana manajemen hidup. Manajemen hidup yang tersusun berdasarkan tempat, keyakinan, kondisi dan budaya.
2. Pola Pikir
Pola pikir kita akan berubah dan terbuka terhadap hal-hal baru. Cara terbaik untuk dapat membiasakan diri dengan lingkungan baru adalah dengan cara membuka pola pikir terhadap budaya baru, adat istiadat, dan tingkah laku. Pemahaman akan kebiasaan dan pola tingkah laku dalam berfikir dan berinteraksi, dapat memperluas pengetahuan kita akan pemahaman perbedaan.
3. Refleksi Diri
Ini sangat baik. Kita akan mulai memahami dan merenungi serta introspeksi diri dan melihat kembali hal-hal yang terjadi dalam hidup kita. Perjalanan di tahun-tahun awal mendorong kita untuk menghargai nilai dalam budaya yang berbeda. Ketika di hadapkan dengan opini, kepercayaan, dan gaya hidup negara lain, kita dipaksa untuk mengevaluasi kembali nilai-nilai sosial, ekonomi, dan budaya sendiri. Dan ini bukan membanding-bandingkan.
Dengan melakukan itu, kita akan dapat mendefinisikan apa yang mereka yakini secara pribadi, serta menghargai di mana kita berasal dan di mana kita berpijak. Memiliki rasa nilai dan keyakinan yang membumi meningkatkan kesadaran diri, yang pada akhirnya membantu dalam mengembangkan soft skill seperti resolusi konflik dan empati.
4. Keyakinan
Di hadapkan dengan lingkungan yang bukan milik kita dan terpisah dari keluarga dan teman-teman sejawat, membuat kita tumbuh dewasa dalam mengatasi rintangan dan memecahkan masalah sendiri. Pada usia di mana kepercayaan diri terlalu sering di tentukan oleh persetujuan teman sebaya, kemampuan mengambil keputusan secara mandiri ini, memberi kita percaya diri akan pencapaian dan mengatasi resiko yang akan kita hadapi.
5. Komunikasi
Saat bepergian ke lingkungan baru, biasanya kita menemukan bahwa bahasa ibu bukanlah bahasa utama yang kita gunakan. Kita tidak hanya belajar bahasa baru, tetapi juga cara berpikir dan berkomunikasi sesuai dengan kebiasaan di lingkungan tempat kita berpijak saat ini. Efek kejutan budaya bisa mengatasi hambatan bahasa, dan mengajarkan kita bahwa bahasa itu penting dalam komunikasi.
6. Relasi dan Koneksi
Koneksi dapat terjadi jika kita terpaksa untuk bersosialisasi. Sederhananya, tempat baru teman baru. Kita akan membangun relasi dan koneksi yang bisa sangat berguna bagi kehidupan kita kedepan. Dalam pengembangan diri menuju kematangan hidup selain ilmu, relasi menjadi urutan berikutnya.
7. Pengalaman yang Tak Tertandingi
Belajar di lingkungan baru, sama sekali berbeda dari dengan belajar di tempat kita berasal. Akan banyak kita dapatkan pengalaman yang sungguh tidak bisa di gantikan dengan apa pun. Pengalaman dalam bersikap dan bertindak dan tidak bisa di ajarkan. Pengalaman menyebabkan orang melakukan kesalahan baru bukan kesalahan lama. Keselahan demi kesalahan yang kita alami menjadikan kita jeli. Pengalaman itu adalah pelajaran masa lalu untuk mengurangi beban masa depan.
Cara Mengatasi
Ada beberapa cara untuk meminimalkan efek dari Culture Shock. Pertama adalah menerima bahwa itu adalah fenomena nyata dan belajar mengenali tanda yang terkadang samar. Jika sikap negatif yang kita pertahankan dalam lingkungan baru, tingkat frustrasi yang kita terima akan semakin besar. Menguap, menumpuk dan meletus secara tiba-tiba. Dan orang-orang di sekitar kita mungkin berkomentar, “Tentang apa ini?” atau “Dari mana asalnya?“.
Culture Shock itu tidak di sebabkan oleh satu tindakan atau mudah untuk kita lacak. Tapi di sebabkan oleh banyak hal-hal kecil yang terjadi dari waktu ke waktu secara terus menerus. Dan berpotensi untuk kita rasakan lebih dalam. Ini membutuhkan waktu lebih lama untuk meredakannya.
Kedua adalah terlibat langsung dengan budaya tersebut. Yakinkan diri bahwa budaya itu adalah pelebaran dari pikiran dan jiwa. Karena budaya merupakan perpanjangan tangan dari koneksi dan bukan jalan pemisah.
Ketiga adalah Jangan membanding-bandingkan. Tidak ada persoalan di sini melakukan ini, dan di sana melakukan itu. Semua ada maksud masing-masing. Karena itu budaya, karena itu kebiasaan. Budaya membantu seseorang agar mengetahui hal yang harus di lakukan.
Catatan Senja
Evaluasi bagaimana mereka hidup akan membantu kita untuk tumbuh dan membuat pilihan yang lebih baik. Tidak ada pengalaman rendah hati yang lebih baik atau cara yang lebih baik, untuk membangun komunitas dengan mendorong kita menghabiskan waktu dalam mengalaman budaya.
Pengalaman ini akan menempatkan hidup kita dalam perspektif yang berbeda. Ini dapat memengaruhi segalanya, mulai dari cara berinteraksi, hingga kemungkinan dalam mengatasi konflik yang akan terjadi di masa depan.
Penting untuk di pahami bahwa “Culture Shock” memiliki rentan gejala yang luas dan banyak orang hanya mengalami gangguan ringan, karena ketidakpuasan sementara dalam proses penyesuaian diri dengan kehidupan di lingkungan baru.
Mungkin awalnya terasa menjengkelkan, kelelahan serta membingungkan. Tapi intinya adalah bagaimana cara kita mengatasinya. Tidak ada satu orang pun yang memiliki budaya tanpa membayar mahal untuk itu. Dengarkan kami, “Mengatasi budaya itu dengan budaya”.
Salam, Dyarinotescom