Apakah itu ‘kamu’ yang mengenal hutan hanya sebatas pengertian? Sebatas “Satu wilayah untuk menghasilkan oksigen saja”. Hanya itu tidak lebih! Dulu, Kota kami di kelilingi oleh banyak sekali hutan. “Hijau dengan pepohonan, dan rindang”. Tapi sekarang hutan yang luasnya “tidak sampai 2 hektar” di kelilingi oleh kotak dadu berkaca pelumas. Batu-batu yang di warnai. Gedung-gedung sewaan. Dari hijau menjadi abu, keras, serupa tugu.
Sampai waktunya hutan ini habis di tebang, mereka manusia tak akan pernah merasa puas. Sebab manusia begitu lapar. Gelap mata, rakus akan cuan, dan recehan. Di mana hutan yang dulunya tempat keanekaragaman hayati bermaian dan bersembunyi? Sadar, semua lenyap. Ziippp. Melodi hutan yang terancam hanya bisa di kiaskan dalam satu literasi dua tiga lembar halaman.
Melodi Hutan yang Terancam
Di balik pegunungan yang menjulang tinggi, tersembunyi sebuah hutan purba yang bagaikan harta karun tersembunyi. “Hutan Rimba Larashati namanya”, rumah bagi keanekaragaman hayati yang tak terhitung jumlahnya. Kaya akan ragam dan corak irama suara.
Di bawah naungan pepohonan raksasa yang menjulang “tinggi keatas, besar kesamping”, melodi alam mengalun merdu. “Du, du, du, du” Suara kicauan burung bersahut-sahutan dengan gemerisik daun yang tertiup angin, menciptakan simfoni alam yang menenangkan kalbu. Seperti saat para Milenial berlatih yoga.
Rimba Larashati ku Terancam
Namun, kedamaian Rimba Larashati ku kini terancam. “Seperti rampok dengan senjata di tangan memegang leher di lorong yang gelap” Desau pembangunan yang menggelegar mulai merayap ke tepian hutan. Mesin-mesin raksasa siap menelanjangi pepohonan, menjilati dedaunan, mengubah melodi satwa menjadi raungan kesedihan.
Di tengah kepanikan, muncullah sekelompok kecil penjaga hutan. “Tampak seperti tarzan kesiangan” Mereka adalah para pelestari, yang hatinya terikat erat dengan Rimba alam Larashati. Di antara mereka, ada Laras, gadis muda, sedikit tengil, “dengan tatapan tajam” yang memiliki ikatan pertautan istimewa dengan sang hutan.
Sejak kecil, ia di besarkan oleh Nenek Monalisa, seorang penjaga hutan tua yang bijaksana. Nenek Monalisa telah mengajari Laras tentang banyak hal. Bahasa kalbu hingga bahasa tubuh, meliputi melodi hutan yang harus di pertahankan demi masa depan.
Laras tak tinggal diam. “Serbuuu!” Ia bersama kawanan dan para penjaga hutan lainnya berusaha menghentikan laju pembangunan yang sudah kadung di stampel kontrak ratusan juta rupiah.
“Kami harus bertindak. Ini sudah tidak benar”. Mereka melakukan protes keras, memohon, dan berdialog dengan para pembangun kubah-kubah berwarna. Mencoba dan berusaha untuk menjelaskan pentingnya menjaga alam dan keseimbangannya.
Namun, keserakahan manusia telah membutakan mata Kim si Paman Tua. Para pembangun hanya melihat Rimba Larashati sebagai harta semata, cuan yang berlimpah, dan sumber keuntungan, bukan sebagai lingkungan yang harus di perjuangkan dan di pertahankan.
Konflik Memuncak
Laras dan para penjaga hutan melakukan aksi protes, keringat mereka berusaha menyadarkan manusia tentang bahaya yang akan terjadi. Melodi alam Rimba Laras mulai meredup, di gantikan oleh suara keputusasaan. Tapi, di tengah ketegangan, sebuah keajaiban terjadi.
Saat Laras menyanyikan lagu alam yang di ajarkan Nenek Monalisa, melodi dedaunan yang nyaris hilang kembali terdengar. Burung-burung bernyanyi, dedaunan berbisik, dan angin membawa pesan-pesan perdamaian. Seperti hendak mengatakan “Hey, ini rumah kami, dan kami masih disini!”.
Melodi alam Rimba Larashati menyentuh hati para pembangun surga, membuka mata mereka terhadap keindahan yang tak ternilai. Seperti melihat surga di bawah semak belukar. Harum dan memanjakan mata. Suara yang mereka impikan sejak mereka lahir hingga TK.
Akhirnya, pembangunan di hentikan. Manusia dan alam kembali bersatu, berjanji untuk menjaga melodi Rimba Larashati agar terus mengalun. Laras dan para penjaga hutan kini menjadi simbol kepahlawanan yang menyelamatkan hutan.
Tapi ini hanyalah impian sang penulis. Pada kenyataannya hutan itu di eliminasi dengan janji revitalisasi. “Kami akan buatkan hutan di tengah Kota”. Tapi nanti.
Satu Ingatan Tentang
Kisah Rimba Larashati mengingatkan kita bahwa hutan adalah bagian dari kehidupan. Melodi alamnya bukan hanya indah, tetapi juga penting untuk menjaga keseimbangan dunia. Kita harus belajar mendengarkan bahasa alam, dan bekerja sama untuk melestarikannya.
Pesan moral dari cerita ini adalah bahwa kelestarian alam adalah tanggung jawab kita bersama. Bagai anak tunggal yang kudu dijaga. Kita harus bersatu untuk melindungi hutan, bukan hanya untuk generasi sekarang, tetapi juga untuk generasi yang akan datang. Mari kita jaga melodi alam agar terus mengalun, membawa kedamaian dan kesejahteraan bagi satu nilai kehidupan, yaitu Menjaga apa yang telah di titipkan.
Bukan Yang Utama Tetapi Ini Penting
Saat pohon terakhir di tebang, saat sungai terakhir di kosongkan, saat ikan terakhir di tangkap, dan saat itulah manusia mulai menyadari bahwa mereka tidak dapat lagi memakan lembaran-lembaran kontrak penghasil uang. “Ketika semua telah tiada” kata sang hutan “Barulah kau sadar dan merasa kehilangan”. Joko Tingkir pun hanya tertunduk dan diam.
Jika kebutuhanmu banyak, maka hutan mu jangan kau rusak. Jika kau lapar, menanamlah. Karena dalam sifat sebenarnya, jika kita pertimbangkan dengan benar, setiap pohon hijau jauh lebih mulia daripada nafasmu yang bau, babi panggangmu yang selalu kau makan, dengan gigi berlapiskan emas dan perak.
Hutan memiliki peran penting dalam kehidupan manusia dan lingkungan. Ia adalah paru-paru dunia. Ia di tugaskan menghasilkan oksigen melalui fotosintesis dan menyerap karbon dioksida, gas rumah kaca yang berkontribusi pada perubahan iklim.
Sebagai habitat keanekaragaman hayati. Ia (Hutan) merupakan rumah bagi jutaan spesies tumbuhan dan hewan, yang berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Juga sebagai sumber air. Ia membantu mengatur siklus air dan menjaga kualitas air tanah.
Ia juga bisa membantu kita mencegah Bencana Alam. Membantu mencegah erosi tanah, banjir, dan tanah longsor. Menyediakan berbagai sumber daya alam, seperti: kayu, bahan makanan, obat-obatan, dan bahan baku industri.
Jika di kelola dengan rasa tanggung jawab, dapat mendukung sektor ekonomi seperti pariwisata, kehutanan, dan industri pengolahan kayu. Ia juga memiliki nilai budaya dan spiritual bagi banyak masyarakat adat dan komunitas lokal.
Membantu menjaga temperatur dan kelembaban udara di sekitarnya. Ia membantu meredam polusi suara dan menciptakan lingkungan yang lebih tenang dan damai. Hutan menyediakan ruang untuk rekreasi, penelitian, pendidikan dan hangatnya akan satu ucapan salam.
Salam Dyarinotescom.