Memutarbalikkan Suasana Dengan Konten: Kejahatan Baru Atau..?

  • Post author:
  • Post category:Did You Know
  • Post last modified:Februari 18, 2025
  • Reading time:10 mins read
You are currently viewing Memutarbalikkan Suasana Dengan Konten: Kejahatan Baru Atau..?

Era ‘layar bergambar’ membuka kesempatan yang luas bagi siapa saja untuk berbagi informasi. Setiap orang punya potensi dan kesempatan untuk menjadi sutradara sekaligus penyiar cabutan, komentator kawakan, atau bahkan bintang panas acara hiburan om-om botak🫡. Namun, kebebasan ini sering di salahgunakan oleh sebagian orang yang sangat membutuhkan ‘pengakuan’. Mereka tidak ragu membuat konten atau postingan yang menimbulkan perdebatan, bahkan sampai “memutarbalikkan fakta”, merusak ketenangan demi mendapatkan perhatian banyak orang. Inilah yang memunculkan pertanyaan: apakah tindakan ini termasuk jenis kejahatan baru di era modern atau mereka hanya ingin memperbaiki keadaan?

Di susun dengan singkat, cara sehat generasi muda berbicara 🤔

Memang benar, utak atik ‘postingan’ yang menimbulkan rasa penasaran dan perdebatan, punya daya tarik tersendiri bagi jutaan pengguna internet, termasuk kita tentu saja. Sifatnya yang berani berbicara, pedas berpendapat, dan berbeda dari yang lain, mampu membuat orang ingin tahu, membuat orang ‘melek’ ngomong politik, dan merasakan emosi yang kuat.

Jadi ingin Ng-Gas…

Semakin banyak emosi yang terlibat, semakin besar peluang konten tersebut menjadi lebih tenar. Inilah yang menjadi alasan utama bagi para pembuat konten ingin berbuat sesuatu. Mereka memilih “Konten” sebagai jalannya. Tapi amat di sayangkan, kadang kala tidak mempedulikan dampak buruk yang bisa saja terjadi, “Bodo amat!” Memutarbalikkan apa yang terjadi. Yang penting, konten mereka banyak di lihat, di bagikan, dan di bicarakan oleh orang banyak. Pesan tersampaikan agar bisa membentuk satu perubahan.

 

Masyarakat Resah Hanya karena Konten! Jadi Harus Bagaimana?

Menurut kamu, di bagian mana-nya kekuatan konten bisa mengubah keadaan dan suasana?

Kekuatan konten, dapat mengubah keadaan dan suasana dalam berbagai aspek. Pertama, konten yang informatif dan edukatif dapat mencerahkan pikiran dan memberikan pemahaman baru kepada audiens. Misalnya, artikel tentang isu sosial dapat membuka mata masyarakat terhadap masalah yang ada dan mendorong tindakan positif.

Kedua, konten yang menghibur, seperti video lucu atau cerita inspiratif, dapat mencairkan suasana yang tegang atau membosankan. Konten semacam ini dapat meningkatkan suasana hati dan menciptakan rasa kebersamaan.

Ketiga, konten yang kuat secara emosional, seperti puisi yang menyentuh hati atau film yang mengharukan, dapat membangkitkan perasaan yang mendalam dan mengubah perspektif seseorang. Konten ini dapat memicu empati, simpati, atau bahkan perubahan perilaku.

Terakhir, konten yang provokatif dan kontroversial dapat memicu diskusi dan perdebatan yang konstruktif. Meskipun berpotensi menimbulkan konflik, konten semacam ini dapat mendorong pemikiran kritis dan memperluas wawasan.

Lalu,

 

Konten Yang Banyak Dibahas Saat Ini

Arus informasi bergerak begitu cepat dan masif. Salah satu fenomena yang menarik untuk dicermati adalah bagaimana sebuah topik konten dapat menjadi perbincangan hangat dalam waktu singkat, bahkan menjadi viral di berbagai platform media sosial. Fenomena ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh ‘konten’ di media sosial dalam membentuk opini publik dan memicu perdebatan.

Misalnya, tentang:

 

Program Makan Bergizi Gratis

Taukah kamu tentang Program Makan Bergizi Gratis? Ini bisa menjadi pertentangan antara ‘Harapan dan Kontroversi’.

“Program Makan Bergizi Gratis” hadir sebagai solusi konkret untuk memastikan setiap anak-anak sekolah memperoleh akses terhadap makanan yang sehat dan bergizi. Dengan gizi yang terpenuhi sejak dini, anak-anak Indonesia diharapkan tumbuh menjadi generasi yang siap bersaing di tingkat global. Pemerintah menjalankan program ini di sekolah-sekolah, baik di tingkat dasar maupun menengah.

Namun, di mana anggaran?

Masalah-Nya: dari mana anggaran program ini akan didapatkan? Kabarnya, untuk merealisasikan “Program Makan Bergizi Gratis”, anggaran dari setiap badan atau kementerian atau sejenisnya, dipangkas sesuai dengan porsi masing-masing. PHK pun terjadi pada sektor yang dinilai sudah tidak layak lagi. Efisiensi ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan anggaran agar program tetap terlaksana.

 

Ini yang kami tangkap dari keadaan saat ini.

Tapi, apa yang terjadi di luar sana?

Sebagian masyarakat memprotes ‘keras’ kebijakan ini dengan berbagai alasan, bahkan sampai melakukan demonstrasi di jalanan. Cukup aneh, bukan? Di satu sisi, semua sepakat bahwa program ini bertujuan mulia. “Memberikan gizi yang cukup untuk generasi penerus bangsa.” Tapi di sisi lain, muncul penolakan yang cukup signifikan.

Mengapa muncul penolakan?

Beberapa alasan yang mendasari penolakan ini, misalnya masyarakat mempertanyakan apakah pemangkasan anggaran di sektor lain, seperti kesehatan “yang bisa dikatakan wajib!”, adalah pilihan yang tepat. Mereka khawatir bahwa program ini justru akan mengorbankan sektor lain yang juga penting. Dan masih banyak sanggahan-sanggahan lainnya.

“Program Makan Bergizi Gratis” adalah contoh nyata dari kompleksitas kebijakan publik, di mana masyarakat kadang merasa bingung dan terombang-ambing akan hal tersebut.

Ketidakjelasan ini diperparah oleh konten yang dibuat oleh para ‘sutradara cabutan’ yang sangat tidak berimbang. Mereka cenderung melupakan tujuan utama dari program tersebut, yaitu meningkatkan gizi anak-anak Indonesia, generasi penerus bangsa yang akan menggantikan peran kita di masa depan.

Atau, jangan-jangan, perhatian masyarakat sengaja dialihkan ke isu ini untuk menutupi atau mengalihkan perhatian dari isu-isu lain yang lebih penting? 😧

 

Perhatian Masyarakat Terhadap Gorengan Yang Di buat Oleh ‘Konten Kreator’?

Masyarakat Indonesia cukup kritis terhadap isu-isu yang “di goreng” oleh konten kreator. Mereka tidak mudah percaya begitu saja dengan informasi yang mereka terima dan cenderung mencari tahu kebenaran dari berbagai sumber.

Namun, tidak dapat di pungkiri bahwa sebagian masih terpengaruh oleh konten yang viral di media sosial, terutama jika konten tersebut di sampaikan oleh konten kreator yang mereka idolakan.

Benar, awalnya mungkin ‘kita’ masyarakat tertarik dan penasaran dengan konten yang di buat. Namun, seiring berjalannya waktu, perhatian mulai terpecah oleh isu-isu lain yang lebih ramai, menarik atau kontroversial.

Fenomena ini di manfaatkan oleh sebagian pihak yang mencari keuntungan untuk ‘menggoreng’ isu-isu tertentu demi kepentingan mereka sendiri. Mereka menciptakan konten yang sensasional dan provokatif untuk menarik perhatian masyarakat dan mengalihkan perhatian dari isu-isu lain yang lebih penting.

Tak jarang, isu-isu yang ‘di goreng’ tersebut tidak memiliki dasar yang kuat dan hanya bertujuan untuk memecah belah masyarakat. Masyarakat yang tidak kritis dan mudah percaya begitu saja akan termakan oleh ‘gorengan’ isu tersebut.

Mereka menjadi tidak fokus pada isu-isu yang sebenarnya penting dan tidak dapat mengambil keputusan yang tepat berdasarkan informasi yang akurat. Akibatnya, masyarakat menjadi apatis dan tidak peduli terhadap isu-isu yang sebenarnya menyangkut kepentingan mereka.

Oo iya, kadang kala kita Lupa, tentang:

 

Waktu Kemunculan Isu

Ini misalnya:

Salah satu indikasi yang perlu di cermati adalah waktu kemunculan isu “Makan Bergizi Gratis”. Isu ini mencuat ke permukaan publik hampir secara bersamaan, atau bahkan setelah isu reklamasi Pulau G atau yang lebih di kenal dengan PIK 2 mencapai puncak pemberitaannya.

Secara kronologis, isu PIK 2 telah menjadi perbincangan hangat di berbagai media massa dan platform media sosial selama beberapa waktu. Kemudian, secara tiba-tiba, perhatian publik seolah-olah di alihkan dengan munculnya isu “Makan Bergizi Gratis” yang juga mendapatkan sorotan yang sama besarnya.

Meskipun kemunculan kedua isu ini secara bersamaan ‘bisa jadi’ hanya sebuah kebetulan, namun tidak menutup kemungkinan adanya “upaya yang di sengaja” untuk mengalihkan perhatian publik dari isu sebelumnya.

Namun, perlu di akui bahwa ada juga konten yang di buat sebagai respons terhadap keresahan masyarakat yang sebenarnya.

 

Apa Keresahan Kami?

Jujur saja, keresahan masyarakat terhadap sikap pengelola negara saat ini sangat beralasan. Di tengah himbauan untuk menghemat anggaran, kita justru menyaksikan pembengkakan susunan kementerian yang tampak mencolok. Masyarakat, yang notabene adalah pembayar pajak, tentu lebih memahami esensi berhemat.

Prinsipnya sederhana: jika tidak mampu menghasilkan lebih banyak, maka kurangi pengeluaran.

Sebuah logika yang seharusnya juga di pahami oleh para pengelola negara. Namun, kenyataan yang terlihat justru bertolak belakang. Alih-alih melakukan efisiensi, mereka justru menunjukkan perilaku yang seolah-olah tidak peduli dengan kondisi ekonomi yang sedang sulit. “Ndasmu” Jawabnya😂. Hadeh…

Piye toh, Pak!

Hal ini tentu saja menimbulkan pertanyaan besar di benak masyarakat dan memicu beragam reaksi, mulai dari kekecewaan, kemarahan hingga muncul #KaburAjaDulu sebagai jalan kebaikan.

 

Konten Dijawab Dengan Konten

Masyarakat di bombardir dengan berbagai macam konten, baik yang positif maupun negatif. Tak jarang, konten negatif, seperti serangan, disinformasi ataupun hoaks, menyebar lebih cepat dan luas di bandingkan konten positif. Hal ini tentu saja dapat menimbulkan keresahan dan kebingungan di masyarakat. Oleh karena itu, di perlukan cara untuk menanggulangi penyebaran konten negatif, salah satunya adalah dengan pendekatan “konten di jawab dengan konten”.

Pendekatan “konten di jawab dengan konten” ini pada dasarnya adalah upaya untuk melawan konten negatif dengan konten positif yang relevan dan berkualitas. Tujuannya adalah untuk memberikan informasi yang akurat dan berimbang kepada masyarakat, sehingga mereka dapat memiliki pemahaman yang lebih baik tentang suatu isu.

Bagai pertarungan antara Naruto dan Sasuke di Konoha. Konten negatif, harus di lawan dengan konten positif, agar tercipta harmoni dan keadilan informasi.

 

Sudah pernah dengar keadilan informasi?

Penerapan pendekatan “konten dijawab dengan konten” ini harus di lakukan. Volume ‘postingan’ positif yang di produksi harus seimbang dengan volume ‘postingan’ negatif yang beredar. Jika ada 100 konten negatif yang membahas suatu isu, maka idealnya harus ada 100 konten positif yang memberikan penjelasan atau sanggahan yang berimbang.

Dengan demikian, masyarakat memiliki akses terhadap informasi yang lengkap dan komprehensif, sehingga mereka dapat membuat keputusan bodoh dengan ikut-ikutan demo. Masyarakat harus tahu mana yang lebih baik berdasarkan fakta dan data yang akurat.

Selain volume, kualitas konten juga sangat penting.

Konten positif yang di buat harus informatif, edukatif, dan di sajikan dengan cara yang menarik dan mudah di pahami. Konten tersebut juga harus di dukung oleh data dan fakta yang valid, sehingga dapat meyakinkan masyarakat dan mematahkan narasi negatif yang beredar.

Dengan pendekatan “konten di jawab dengan konten” yang bukan asal-asalan “terlihat dungu” dan terukur, di harapkan masyarakat dapat lebih cerdas dalam memilih dan memilah informasi, sehingga mereka tidak mudah termakan oleh serangan pengacau atau disinformasi yang dapat merugikan diri mereka sendiri sebagai pribadi dan masyarakat sebagai bagian dari elemen bangsa.

Mana Rocky, Mana si Dungu? 😂

 

Konten Yang Memutarbalikkan Suasana, Bisa Saja itu Pahlawan atau Penjahat Baru

Postingan yang memutarbalikkan suasana, yang mampu mengubah persepsi publik secara drastis, memiliki kekuatan yang luar biasa. Ia bisa saja menampilkan sosok yang awalnya di anggap pahlawan menjadi penjahat baru, atau sebaliknya, mengubah citra seseorang yang terlanjur di cap sebagai penjahat menjadi pahlawan yang berjasa.

Kemampuan ini terletak pada bagaimana konten tersebut diramu, disajikan, dan disebarluaskan.

Konten yang kuat, dengan narasi yang meyakinkan dan bukti yang tampak mendukung, dapat dengan mudah mempengaruhi opini publik. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk selalu bersikap kritis dan tidak terburu-buru dalam menilai sesuatu. Jangan sampai kita terjebak dalam pusaran informasi yang sengaja di putarbalikkan untuk kepentingan tertentu.

 

Salam Dyarinotescom.

 

Tinggalkan Balasan