Pernahkah kamu merasa sholat kita saat ini kok seperti sinetron kejar tayang? Baru takbir, eh, pikiran sudah melayang. Mikirin cucian belum diangkat lah, deadline kerjaan segede gaban, sampai dengan episode terbaru drama Korea. Khusyuk? Jangankan level sultan, level rakyat jelata saja, sulit di raih.
“Co ma😀”, Itu masih bisalah kita katakan normal kok!
Banyak juga dari kita mengalami “gangguan zonk” saat sholat. Tapi, bayangkan jika ada cara untuk menaklukkan gangguan itu dan mencapai khusyuk level sultan. Kedengarannya mungkin gak sih? Baca terus!
Zaman sekarang, kita hidup di era “attention deficit” atau sulit fokus. Notifikasi HP, media sosial, dan dunia digital lainnya berebut perhatian kita dari realita. Otak kita sudah terbiasa dengan stimulasi cepat dan konstan. Akibatnya, sulit untuk “memusatkan apa yang seharusnya” dalam waktu lama, apalagi saat sholat yang menuntut ketenangan “mantap jiwa”.
Nah, doa yang selama ini kamu minta akhirnya terkabul. Ada metode revolusioner yang akan mengubah cara kita sholat.
Anti-Buyar! Teknik Mindfulness Sholat, ala Rasulullah
Istilah mindfulness mungkin terdengar kekinian kan, bahkan ada yang menyebutnya sebagai “meditasi ala-ala milenial”.
Padahal,
Esensinya sudah diajarkan Rasulullah SAW sejak berabad-abad lalu. Rasulullah SAW selalu menekankan pentingnya hudhurul qalbi (kehadiran hati) dalam setiap ibadah, termasuk sholat. Mindfulness bukan suatu tren, tapi sebuah metode timeless untuk melatih fokus dan kesadaran diri.
PoV-nya: Mindfulness adalah kemampuan diri kita untuk fokus pada momen saat ini, tanpa menghakimi sesuatu atau diri sendiri. Ini bukan berarti kita harus mengosongkan pikiran juga, tapi lebih kepada mengamati pikiran dan perasaan yang muncul tanpa terlibat di dalamnya.
Saat sholat, misalnya.
Fokuskan perhatian kita pada setiap gerakan dan bacaan. Rasakan setiap perubahan posisi tubuh, dengarkan setiap kata yang terucap di lidah dengan full awareness. Jangan biarkan pikiran kamu menjadi mode: auto-pilot, tapi hadirkan kesadaran penuh di setiap rakaat.
Jika pikiran melayang “kemana-mana”, jangan panik atau merasa gagal.
Cukup sadari dan kembalikan fokus kita ke sholat. Anggap saja pikiran yang melayang itu seperti notifikasi HP: muncul, tapi tidak perlu ditanggapi. “Jika terasa kurang, ulangi lagi kalimat bacaan alfatihah-nya.” Biarkan saja berlalu, tanpa beban.
Ingat-nya: sholat adalah momen me time kita dengan Allah SWT. Manfaatkan sebaik mungkin untuk mengisi ulang bagian batiniah.
Nah, dalam konteks sholat, mindfulness juga berarti memahami makna setiap bacaan dan gerakan. Jangan sekadar mengucapkan kata-kata tanpa meresapi artinya. Ini seperti menonton film tanpa subtitle: Kita mungkin melihat gambarnya, tapi tidak memahami ceritanya.
Ketika kita memahami makna sholat dengan benar, tentu saja akan merasakan koneksi yang lebih dalam dengan Allah SWT.
فَاِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلٰوةَ فَاذْكُرُوا اللّٰهَ قِيَامًا وَّقُعُوْدًا وَّعَلٰى جُنُوْبِكُمْۚ فَاِذَا اطْمَأْنَنْتُمْ فَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَۚ اِنَّ الصَّلٰوةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ كِتٰبًا مَّوْقُوْتًا ١٠٣
Apabila kamu telah menyelesaikan salat, berzikirlah kepada Allah (mengingat dan menyebut-Nya), baik ketika kamu berdiri, duduk, maupun berbaring. Apabila kamu telah merasa aman, laksanakanlah salat itu (dengan sempurna). Sesungguhnya salat itu merupakan kewajiban yang waktunya telah ditentukan atas orang-orang mukmin.
(QS. An-Nisa : 103)
Taukah kamu,
Visualisasi Bisa Menghadirkan Suasana Spiritual di Ruang Pribadi
Salah satu “bug” dalam sholat kita adalah kurangnya koneksi spiritual. Ibarat sinyal Wi-Fi yang lemah, hubungan kita dengan Allah SWT jadi terputus-putus. Coba bayangkan Ka’bah di depan mata kita saat sholat, seolah-olah kita sedang video call dengan-Nya. Rasakan kehadiran Allah SWT yang real-time.
Visualisasikan diri kita sebagai bagian dari global community umat Islam yang sedang menghadap kiblat. Mungkin ini terdengar seperti “apaan sih, masa sholat disuruh berkhayal”, tapi teknik “visualisasi Ka’bah”, misalnya, akan membantu kita menciptakan “personal space” spiritual yang kuat, bahkan di kamar tidur kita sendiri.
Ini bukan sekadar “halusinasi” atau “delusi”.
Ini adalah cara untuk mengaktifkan “neuron cermin” di otak kita, yang membuat kita merasakan apa yang kita lihat dan bayangkan. Dengan membayangkan Ka’bah, kita seolah-olah benar-benar berada di sana, merasakan atmosfer spiritualnya, dan terhubung dengan jutaan umat Islam lainnya.
Bagi sebagian orang, mungkin mendengar hal semacam ini sebagai “kontroversial” atau bahkan ada yang menganggap “bid’ah”. Mereka mungkin berpendapat bahwa sholat harus dilakukan dengan khusyuk tanpa membayangkan apa pun.
Namun, perlu kita ingat bahwa Rasulullah SAW sendiri menganjurkan kita untuk “berihsan” dalam sholat, yaitu beribadah seolah-olah kita melihat Allah SWT. Jika kita tidak bisa melihat-Nya, maka yakinlah bahwa Dia melihat kita. Visualisasi Ka’bah adalah salah satu cara untuk mencapai tingkat “ihsan” tersebut.
Untuk itu, lakukan sholat seperti kita menikmati hidup.
Sholat Slow Living: Menikmati Setiap Rakaat dengan Penuh Kesadaran
Tren slow living yang sedang hype di kalangan millennial dan Gen Z sebenarnya bukan barang baru. Ini mengajak kita untuk keluar dari rush culture dan menikmati hidup dengan lebih mindful. Nah, bagaimana jika hal seperti ini kita bawa ke dalam sholat?
Coba kita perhatikan, sholat bukan lagi sekadar rutinitas, tapi momen self-care spiritual. Jangan terburu-buru menyelesaikan rakaat, seolah-olah sedang mengejar flash sale. Nikmati saja setiap gerakan, setiap bacaan, setiap sujud. Jadikan sebagai healing untuk jiwa yang lelah.
Coba deh terapkan teknik “sholat slow living” ini.
Saat takbir, tarik napas dalam-dalam, rasakan ketenangan memenuhi dada. Ketika membaca Al-Fatihah, resapi setiap ayat, biarkan maknanya meresap ke dalam hati. Begitu pun melakukan rukuk, bayangkan beban duniawi ikut merendah bersama tubuh. Saat sujud, biarkan dahi menyentuh sajadah, simbol penyerahan diri total kepada Sang Pencipta.
Rasakan kehadiran Allah SWT dalam setiap momen, seolah-olah sedang melakukan deep talk dengan-Nya. Rasakan kedamaian dan ketenangan itu.
Ini bukan gimmick, tentu saja. “Ibadah slow living” adalah cara untuk mengembalikan esensi ‘Sembah-Yang’ sebagai sarana komunikasi dengan Allah SWT. Dengan menikmati setiap rakaat dengan penuh kesadaran, kita akan merasakan sholat bukan lagi beban, tapi kebutuhan, layaknya makan.
Tinggalkan kebiasaan sholat fast food dan beralih ke “sholat slow living”.
Sholat Anti-Buyar: Investasi Akhirat yang Menguntungkan
Di era burnout dan anxiety yang merajalela, khusyuk dalam sholat adalah coin yang sering kecolongan. Pikirkan sejenak! Dengan investasi waktu yang singkat, kita mendapatkan return of investment (ROI) yang berlipat ganda. Bukan hanya pahala akhirat, tapi juga ketenangan batin, kejernihan pikiran, dan kedamaian hati.
Ini adalah self-care level pada tingkatan tertinggi, di mana setiap orang terhubung langsung dengan Sang Pencipta. “Jadi apa masalah?”, jangan biarkan sholat hanya menjadi rutinitas kosong, mengisi list kewajiban doang.
Khusyuk level sultan mungkin tidak mudah, tapi bukan berarti mustahil. Ingatlah, setiap langkah kecil yang kita ambil akan membawa kita lebih dekat ke tujuan. Mulailah dengan niat yang tulus, dan biarkan Allah SWT membimbing kita.
Kunci segala kebaikan adalah sholat, dan kunci sholat adalah khusyuk.
Salam Dyarinotescom.