Apa arti guru menurutmu? Apakah hanya sekedar sosok gemuk yang memberikan tugas menumpuk, suara yang terbakar saat mengajar, dan wajah yang mengerut saat kita melakukan kesalahan? Atau, apakah ada makna lebih yang kamu temukan dalam peran seorang guru?
Kami pastikan, disini kita semua tau bahwa guru juga manusia biasa yang memiliki kebutuhan. Mereka, yang setiap hari berjibaku dengan tumpukan persoalan, tugas, membimbing generasi penerus bangsa, dan menjadi inspirasi bagi banyak orang, pantas mendapatkan perhatian lebih.
Bukan uangmu, tapi perhatian bagi Negara ini.
Dibandingkan dengan para pejabat yang kerap kali hanya duduk di kursi empuk, guru-guru kita telah memberikan kontribusi yang jauh lebih besar bagi Negara ini. Mereka adalah pahlawan tanpa mendali yang rela mengorbankan hati, waktu, tenaga, bahkan kesehatan demi mencerdaskan anak-anak bangsa ini.
Bukankah pengabdian mereka sejatinya lebih mulia? Lantas mengapa Negara tidak memperhatikan kehidupannya?
Berikut satu kisah singkat tentang: Guruku Kini Merana, Pahlawan Tanpa Jeda yang Terluka.
Pahlawan Tanpa Jeda yang Terluka
Kebetulan nama beliau adalah Bu Yani, sosok yang selama ini menjadi idola di sekolahku. Rambut sebahunya yang selalu tertata rapi dengan jepit bunga, kini tampak sedikit berantakan. Dulu, ingat sekali, setiap kali Bu Yani memasuki kelas, suasana langsung berubah ceria.
Matanya yang bulat dan berbinar, selalu berhasil memberi oksigen segar pagi hari kami untuk semangat dan fokus pada pelajaran. Senyumnya yang hangat, mampu mencairkan suasana kelas yang paling tegang, sekalipun pagi ini kami belum sarapan. “Menunggu janji atas program pemerintah tentang makan gratis bagi pelajar” misalnya.
Beliau tak hanya sekadar menyampaikan materi, tapi juga membawakan segudang kisah dan cerita. Aku masih ingat, saat Bu Yani bercerita tentang pengalamannya mengajar di daerah terpencil. “Becek gaka ada ojek!” Kisahnya begitu tanpa beban dan membuatku semakin kagum padanya.
Namun, belakangan semuanya terasa berbeda. Mengapa ya? Ada apa dengan Bu Guru?
Guruku Kini Merana
Entah apa yang terjadi dengannya. Ia tampak berbeda. Tatapan matanya yang dulu penuh semangat, kini tampak sayu dan lelah. Senyumnya yang dulu selalu menghiasi wajahnya, kini lebih sering terukir samar, seolah memikul sesak.
Semangat yang dulu selalu mengelilinginya, seakan memudar, 😒hilang, kusam, meninggalkan kesan mendalam akan perubahan yang terjadi. Kehadiran Bu Yani yang dulu selalu dinantikan, kini terasa tak bernyawa. “Dingin, membisu” Kami semua merasa kehilangan walau beliau ada di depan mata.
“Ada apa, Bu?” tanyaku suatu hari, memberanikan diri mendekati beliau setelah jam pelajaran.
Bu Yani tersenyum lemah. “Capek, Nak,” jawabnya singkat.
Oeky cukup wajar. Siapa sih yang gak capek setelah beraktifitas seharian. Tapi, aku cukup tahu ada yang lebih dari sekadar kelelahan dalam nada suaranya. Aku mulai mencari-cari “ada apa ini gerangan?” dari teman-teman sekelas dan guru-guru lain.
Menjadi Detective Conan, ceritanya.
Ternyata, Bu Yani sedang mengalami banyak tekanan. Beban mengajar yang semakin berat, tuntutan administrasi yang jelimet dan rumit, dan gaji yang tidak sebanding dengan pengorbanannya, membuat beliau merasa makin terbebani.
Bu Yani sering lembur untuk mempersiapkan: materi pelajaran, membuat soal-soal ujian, dan mengoreksi tugas-tugas murid. Di rumah, beliau juga harus mengurus keluarga. Jarang sekali beliau punya waktu, yaa paling tidak untuk sekadar bersantai atau melakukan hobi.
“Ibu merasa seperti mesin, Nak. Bekerja terus tanpa henti,” ungkapnya suatu ketika.
Satu kalimat yang melunturkan senyuman kala jajan, yang pernah aku dengar dari seorang Guru. Kata itu membuatku beku dan terpaku. “Bagai mesin, maksudnya?” Untuk anak 11 tahun, aku kebingungan.
Kami Bisa Apa?
Mendengar cerita Bu Yani, mengapa dadaku terasa gak enak, bingung, seperti diluar nalar. Padahal, yang aku tahu, bukankah beliau ini ‘Pahlawan Negara’. Tapi kok bisa begini keadaannya. Setiap hari, beliau berjuang untuk mencerdaskan anak bangsa. Namun, siapa yang peduli dengan kesejahteraannya?
Aku merasa gagu dan dungu, “tinggal dimana kita ini?” Orang sepenting Bu Yani tidak diperhatikan oleh Negara. What? Padahal, aku lihat di berita yaa, Negara kita ini kaya, para pejabat “termasuk orang yang selama ini bapakku idolakan”, tersenyum lebar, kekenyangan seperti orang yang sedang liburan. Tidak ada tanda-tanda Negeri miskin.
Oooo 🤔, berarti benar yang aku dengar di warung Mbok Tarni kala itu.
Orang-orang berkata: “Negara ingkang sugih, nanging ati ingkang miskin. Tanah pertiwi pinuju ngasilaken emas lan permata, nanging lali marang guru ingkang ngasah budi.” Kata Bapak artinya begini: “Negara yang kaya raya, namun hatinya miskin. Bumi pertiwi sedang menghasilkan emas dan permata, namun lupa akan guru yang mengasah budi pekerti.”
Kesadaran Kami Tentang Dunia
Aku mulai menyadari betapa pentingnya peran guru dalam kehidupan dan masa depan kita dan bangsa ini. Tanpa guru, kita tidak akan bisa belajar dan berkembang. Guru adalah pahlawan yang layak dihormati dan diperhatikan.
Woy! teman-teman semua, jangan pinggirkan peran guru, karena Bangsa ini tak akan maju tanpa mereka. “Hargai jasa gurumu” Jangan menjadi bangsa terus merugi! Mari kita mendorong upaya yang baik yang bisa mendukung kesejahteraan para Guru.
Karena mereka, ‘Guruku’ adalah sebenar-benarnya Pahlawan
“Gunung menjulang, alas rimba lestari, nanging budi luhur luntur. Indonesia jaya, nanging guru mboten diurmati”. Artinya: “Gunung menjulang tinggi, hutan rimba lestari, namun budi luhur memudar. Indonesia jaya, namun guru tidak dihormati.”
POV-Nya: Investasi pada guru adalah investasi pada masa depan bangsa.
Guru yang berkualitas akan melahirkan generasi yang berkualitas pula. Guru adalah agen perubahan dari bangsa yang ingin menuju besar, bukan mengaku-ngaku sudah besar. Kita wajib memperhatikan kehidupan guru layaknya seorang pahlawan.
Sampaikan pesan ini pada mereka!
Salam Dyarinotescom.